Sembilan Belas : Hai, Calon Masa Depan?

923 25 4
                                    

Dara menatap pantulan dirinya di cermin kamarnya. Cermin besar yang terletak di sudut kamarnya memperlihatkan tubuhnya yang dibalut one set pakaian yang diberikan Nadia untuk menghadiri resepsi pernikahannya, katanya sahabat sahabatnya harus seragam agar ia mudah mengenali.

Lagi lagi Dara terlalu sibuk hingga tak bisa hadir saat akad nikah Nadia dan membuat Nadia sempat memarahinya selama 30 menit lewat telpon.

Ia kembali menatap tampilannya, atasan tanpa lengan crop berwarna putih dengan rok panjang hingga menyentuh lantai dengan warna yang sama. Keduanya dilapisi bahan lace motif bunga yang terlihat sangat cantik dan cocok di tubuh Dara. Memakai heels berwarna cream dan hand bag senada ia turun menemui orangtuanya yang sudah siap di bawah dengan pakaian warna senada dengannya.

"Cantiknya anak Mama." ucap Mamanya ketika Dara sudah turun dan kini beranjak mengambil kunci mobilnya.

"Papa aja yang nyetir." Papanya mengambil kunci mobilnya dan mereka berjalan menuju mobilnya. Tak lama mobil yang membawa satu keluarga itu pergi menuju tempat resepsi pernikahan Nadia, di salah satu hotel mewah di Jakarta.

"Dar, kamu kapan–"

"Ma, plis jangan tanya itu." Dara memotong ucapan Mamanya, ia tau Mamanya akan bertanya apa. "Aku bakal nikah kok, Ma." ucapnya.

"Tapi kan Mama pengen punya cucu. Ibu ibu komplek aja udah pamer cucu sama menantunya, Mama aja yang belum." ucap Mamanya dengan nada merajuk.

Dara menghela nafasnya, "Tahun depan, Ma." ucapnya asal.

"Omongan itu doa loh, Dar." ucap Papanya yang sedari tadi mendengar perbincangan Ibu dan Anak tersebut.

Dara memalingkan pandangannya kearah jalanan. Sesungguhnya sedari tadi dia sedikit gugup. Gugup karena takut bertemu seseorang saat di resepsi nanti. Dara berdoa semoga saja dia tidak diundang.

***

Doanya tak terkabul.

Dara berdiri didekat ibunya yang kini sedang berbincang dengan ibu Nadia dan beberapa orang lainnya. Ayahnya pergi berbaur dengan tamu lainnya dan meninggalkan mereka berdua, atau lebih tepat dirinya sendiri. Ia ingin sekali pergi dari sisi Ibunya saat ini namun sedari tadi ia dihujani banyak pertanyaan yang, ya kalian tau sendiri lah.

Ah, saat saat seperti ini ia sangat berharap orang ia kenal atau Azka dan Irene datang menghampirinya namun tidak mungkin karena saat ini mereka sedang bulan madu. Dasar pengantin baru. Terlebih lagi tadi matanya tak sengaja menangkap kedatangan Dimas dan Istrinya.

Dara tersenyum masam dan pergi dari sisi Ibunya. Ia menuju taman di luar gedung. Nadia menyewa gedung dan juga taman hotel untuk pestanya. Di taman rupanya banyak teman teman SMAnya dan beberapa teman Nadia. Nadia juga ada disana sedang mengobrol dengan teman kuliahnya.

Dara hendak berjalan ke arah Nadia namun dihalangi oleh seseorang yang menarik rambutnya, membuatnya mengaduh pelan.

Tebak siapa orangnya.

"Heh, bocil." ucap Dara ketika ia melihat pelaku penarikan rambutnya. Orang itu melepaskan tangannya dan tersenyum jahil didepan Dara.

"Bocil ini sudah bisa buat bocil ya." ucapnya membuat Dara melotot dan meninju bahunya. "Aduh, pantesan lo jomblo." lanjutnya sambil mengusap bahunya.

"Iya Bim iya. Ledek aja terus," ucap Dara sambil berkacak pinggang didepan Bimo. "Kenapa sih orang orang pada menanyakan status gue, kalo gue jomblo emang kenapa? Gak nyusahin hidup lo juga kan?" sewotnya.

"Jangan curhat dong, Mbak." Mereka berdua menoleh kearah suara, Nadia menghampiri mereka.

Gaun yang ia kenakan sangat cantik. Gaun off shoulder berwarna rose gold yang panjangnya hingga menyentuh lantai dan mengembang. Gaunnya berkelip dan nampak sangat cocok di Nadia. Rambutnya ditata dan ia mengenakan mahkota berwarna gold. Nadia tampak cantik sekali, seperti putri kerajaan.

Dara |new version|✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang