Di sebuah kapel yang bobrok terdengarlah hingar-bingar musik gereja dan nyanyian para koor. Dipagi hari ini begitu cerah dan indah, walau waktu masih menunjukan jam sepuluh pagi lewat. Sinar mentari pagi begitu terik sampai-sampai cahayanya masuk dan menyinari kapel tersebut. Dari dalam terlihat cahaya warna- warni dari pantulan sinar matahari ke jendela plasma mozaik yang melukiskan orang-orang suci dari agama khatolik mau pun protestan.
Kemudian nyanyian para koor pun terdiam pada saat sang pengantin wanita telah memasuki aula berserta diiringi oleh ayahnya. Mereka terus saja berjalan menuju altar atau pondium tempat dimana. Berdirinya sang pastur dan sekaligus berdiri di samping calon suaminya.
Haruhiko memakai jas setelan kantornya dengan warna yang di padukannya adalah warna biru tua pada jas, warna putih-pink pada kemeja dan celana katun berwarna biru tua juga dan tidak ketinggalan juga dasinya yang berwarna biru langit. Ia terlihat begitu tampan dan gagah.
Tapi sedangkan Saki, ia memakai gaun biru pantelnya yang berjumbai-jumbai dari bawah. Sepatunya pun tak terlihat. Gaun itu telah berumur dua tahun dan tak bermodel dan apalagi terlihat begitu lusuh.
Ia terlihat begitu lusuh tidak sebanding dengan memperlai pria yang begitu tampan dan sempurnah itu.
Di depan mereka terletak altar dan pondium mini, beserta Tuhan mereka yang di salib. Cahaya lilin seolah-olah menari untuk mereka berdua dan sekaligus menjadi saksi mereka yang enggan tuk melanjuti pernikahan ini.
Dan pada saat upacara berlangsung dan kemudian sang Pastur membacakan do'a pemberkatan bagi yang hadir dan kepada sepasang memperlai.
Saki yang menyadari ada nya kesempatan ia membisikkan sesuatu kepada pria itu.
" Pergilah." Haruhiko menoleh dan menatap kearah wanita itu yang sedang menunduk sambil berpura-pura membaca do'a. Walau wanita itu memakai cadar putih berenda dan transparan, pipi wanita itu yang bersapu bedak warna dan lipstik pink. Ia terlihat begitu mengagumkan. Tapi sayang pria itu tak bisa melihatnya. Ia hanya bisa melihat wanita yang berdiri disampingnya ini adalah wanita kejam dan behati batu.
" Pergilah." Bisiknya kembali tapi sekarang kepalanya terangkat dan memandang kearah pria yang berdiri di samping kirinya. " Aku mohon pergilah. Aku tak bisa pergi, hanya kau yang bisa." Ucap wanita itu dengan bersunguh-sungguh.
" Maaf aku tidak bisa, karena aku telah mengambil sikap atau aku tidak bisa menarik ucapanku. Ucapanku adalah sumpah. Tidak seperti keluargamu, Nyonya Eritoda." Ujarnya dengan nada bengis dan dengan menyernyit wanita itu berbalik memandang pastur itu yang belum selesai membaca do'anya.
" Sudahlah jangan bersandiwara lagi. Dan lakukan ini semua untuk keluarga tercintamu itu. Dan kau yang akan menerima sasaran ku dan menjadi karung tinjuku, jadi bersiap-siaplah dengan ancamanku ini,Nyonya Eritoda."
" Apakah kau telah selesai memberi ceramah, Tn. Eritoda?" Balas wanita itu dengan nada tinggi yang sama, akan tetapi mereka berkata di sela-sela gigi mereka yang berkatub. Dan anehnya tidak ada orang yang memperhatikan mereka.
Akhirnya pernikahan itu selesai juga dan berjalan dengan khidmatnya dan sakral. Mereka akhirnya menjadi suami-istri yang sah di mata Tuhan dan hukum, tapi tidak di mata mereka berdua.
Lenyaplah sudah Pernikahan Fantasinya di taman belakang rumahnya yang luas itu. Semuanya terjadi bagaikan geledek di siang bolong.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Wedding Series.
RomancePernikahannya batal dan kemudian ia di jodohkan. Kemudian ia tertarik dengan calon tunangannya, Tapi calon tunangannya meninggalkannya pada saat itu juga. Ia selalu mencari perhatian kepada Wanita itu. Dan pada saat itu juga ia terjerat dengan pe...