BAB 3. . .
Hujan turun dengan derasnya membuat Haruhiko terjaga dari tidurnya yang indah. Sambil menatap atap langit-langit ia merenung sejenak yang telah terjadi di kantornya. 'Pacar? Apa maksudnya Saki mengatakan ' pacar', aku dan Miwako benar-benar telah putus. Karena aku telah mengatakan kalau aku sudah menikah pada saat kemarin, tapi dia tidak percaya kalau aku telah menikah.' Begitulah gunda-gulana Haruhiko.' Aku tahu aku salah apabila aku kembali lagi dengan Miwako, padahal dia yang memutuskan aku di tengah-tengah upacara pernikahan kami. Ada dalam benakku aku ingin membalas sakit hati ku padanya, tapi aku tidak bisa, aku cuma mengatakan ' aku punya istri' dan 'telah menikah'. Haruhiko pun bangkit dari tempat tidurnya dan menjulurkan kedua kakinya kelantai yang telah tersedia sandal rumah. Kemudian ia memakainya dan menuju ruang kerja Saki. Ruang itu dulunya adalah ruang bayi yang diimpikan oleh Haruhiko dan Miwako, tapi setelah Haruhiko menikah dengan Saki, jadi ruang bayi itu di sulap menjadi ruang kerja mini Saki.
" Kenapa pula aku kemari" gumam pria itu yang terus saja melangkah menyusuri meja kerja Saki. Banyak sekali remasan kertas di lantai. Ia pun berlutut untuk memungut kertas itu dan kemudian ia pun membacanya.
" Satu per satu dan helai demi helai daun jatuh berguguran dan terangnya hari seakan-akan tertutup oleh bayangan daun yang telah jatuh melayang. Apakah sekarang aku telah tertimbun. . ." Ternyata kertas itu adalah puisi Saki. Hanya sampai di situ bunyi puisi milik Saki. Puisi yang penuh kesedihan dan tentang diri sang pemilik. Kemudian ia membacanya berulang-ulang agar ia bisa melanjuti puisi yang hanya setengah bait.
" Satu per satu dan helai demi helai daun jatuh berguguran dan terangnya hari seakan-akan tertutup oleh bayangan daun yang telah jatuh melayang. Apakah sekarang aku telah tertimbun oleh daun yang berguguran itu? Tangkaplah tanganku yang telah aku ulurkan kearah diri-mu." Ia pun terhenti, karena ia merasa puisinya cocok dengan puisi Saki. Senyumannya tersungging juga pada akhirnya.
Hari demi hari Saki terus merenung apakah ia akan keluar dari perusahaan ternama itu atau tidak. Padahal ia telah selesai menulis surat pengunduran dirinya dan di mejanya hanya ada laptopnya seperangkat alat tulis. Dan apalagi tegat waktunya telah mepet dan besok adalah rapat besar-besaran tentang prodak baru elektronika yang di keluarkan oleh anak bangsa. Besok pagi sekali mereka akan ke Ibu Kota, Kota Metropolitan yakni Jakarta. "Walau kita dibenci dan menjadi musuh seseorang kita tidak boleh sampai menyerah, bila memyerah berarti kita kalah." Teriakan Mariko dari sebelah mejanya. Mariko bermaksud menyuprot bawahan Erica.
" Betul apa yang di katakan oleh Mari, aku tidak boleh menyerah atau sampai mengibarkan bendera putih." Tegas Saki di balik meja kerjanya. " Semangat 45!"
Sekarang Saki sedang memantau para model atau artis yang sedang mempromosikan produk mereka lewat iklan. Lampu-lampu terus berpijar dan kamera tetap on dan terus memidik gaya para model cantik dari kota sendiri, Medan. Walau Saki keturunan Jepang, ia menetap di Indonesia bersama keluarganya, karena mutasi dari Jepang pindah Ke Medan. Pada saat itu ia baru berusia lima atau enam tahun pindah dari Jepang ke Indonesia. Selebihnya lagi ia tidak bisa mengingatnya, ia hanya bisa mengingat ketika ia berusia enam dan tujuh tahun saja; karena ia mengalami sakit parah.
Lampu-lampu indah berkelap-kelip di gedung pencakar langit terlihat seperti cahaya pantulan dari berlian yang indah. Dari dalam bis, ia sedang menikmati gedung pencakar langit yang begitu tingginya di kota tercintanya, Medan. Tiba-tiba saja ia tersentak kaget ketika ia mendengar ponselnya berdering dan ia mengacak-acak isi tasnya mencari ponselnya dan seketika itu juga ia baru sadar bahwa buku puisinya tidak berada didalam tasnya lagi. Buku itu seperti ukuran buku memo yang pas di simpan didalam saku.
Kemudian ia pun mengambil ponselnya dan membaca pesan dari Suaminya. Kata dari' suami' begitu enak di terdengar dan begitu pas dalam telinganya. ' Mhmm. . . Ada apakah dengan diri ku ini.? Tidak. Aku tidak boleh termakan bujukan dari Mari.' Gumamnya pada diri sendiri. Ketika ia mengeluarkan dan membaca isi pesan dari Haruhiko, ia baru sadar akan sesuatu. ' Mengapa ia tidak membuat perjajian atau syarat atau lebih kontrakan, untuk tiga bulan keatas atau enam bulan dan setelah itu mereka bisa bebas tanpa terikat.' Ucap di dalam batinnya sambil menggiti bibir bawahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/901256-288-k747361.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Wedding Series.
RomancePernikahannya batal dan kemudian ia di jodohkan. Kemudian ia tertarik dengan calon tunangannya, Tapi calon tunangannya meninggalkannya pada saat itu juga. Ia selalu mencari perhatian kepada Wanita itu. Dan pada saat itu juga ia terjerat dengan pe...