Pagi hari saat matahari baru saja menampakan sinarnya, seseorang mengetuk pintu rumahku. Aku yang sedang menyiapkan sarapan beralih menuju pintu, untuk melihat siapa gerangan yang bertamu sepagi ini.
"Surprise!" teriak seseorang ketika aku membuka pintu.
Aku tertawa melihat Angga yang datang dengan semangkuk bubur kacang hijau di tangannya.
"Aduh, Ga, ngapain dateng pagi-pagi sambil bawa bubur segala?" tanyaku sambil menggeser tubuhku dari pintu agar Angga bisa masuk.
"Kamu bilang kemarin bubur kacang ijo kayaknya enak, jadi aku bawain deh sekarang."Aku tertawa mendengar ucapannya.
"Lah kenapa malah ketawa? Aku Menuhin ngidam kamu agar ponakan aku gak ileran nanti."
"Angga ... Angga kandungan aku udah sembilan bulan, masa iya masih ngidam aja?"
Angga manyun mendengar ucapanku, tanpa permisi dia melewatiku dan menyimpan bubur kacang hijaunya di pantry dengan wajah yang masih manyun.
"Ya sudah, karena kamu udah capek-capek bawa, tuh, bubur kacang ijo buat aku, aku makan deh sekalian yuk sarapan bareng, aku bikin orek tempe kesukaan kamu loh," ajakku pada Angga.
Mata Angga langsung berbinar mendengar ucapanku, dia langsung menarikku untuk segera ke ruang makan. Aku hanya tertawa melihat reaksi Angga, makan dengan Angga itu sangat menyenangkan selain meja makan jadi ramai dia juga selalu menghabiskan apa pun yang aku masak untuknya dan jangan lupa dia juga selalu memuji semua masakan yang aku hidangkan. Meskipun jika setelah selesai dia akan menyalahkan masakan enak buatanku karena menggagalkan rencana dietnya.
Kami makan dengan penuh canda, Angga semangat memakan nasi dengan orek tempe beserta lauk-lauknya dan aku memakan bubur kacang ijo yang dibawa Angga. Tawa kami langsung menyusut saat sepasang anak manusia yang menggoreskan luka di hatiku ikut bergabung di meja makan. Angga mendengus melihat wanita itu bergelayutan manja di tangan Allan, kelihatannya dia tidak suka pada wanita itu.
"Ra, aku tiba-tiba enek pengen muntah, udahan yuk makannya," ucap Angga sambil menatap sinis pada Allan dan Nada yang dengan santainya memakan sarapan mereka.
Aku melihat ke arah mereka sekilas, mereka anteng-anteng saja dengan sarapan mereka. Aku rasa mereka sudah kehilangan urat malu. Mereka menyakitiku sangat dalam tetapi dengan santainya masih memakan masakan buatanku. Apa mereka tidak takut aku meracuni makanan mereka? Ah entahlah, mungkin rasa lapar mengalahkan rasa takut mereka akan kriminalitas yang bisa dilakukan orang teraniaya seperti diriku.
Aku mengikuti Angga bangkit dari kursiku, tiba-tiba seseorang menahan tanganku.
"Mau ke mana? Kamu belum makan sarapan kamu," ucap Allan menahan tanganku.
"Gak usah sok perhatian. Urusin aja, tuh, nenek lampir itu, jangan pegang-pegang Aira. Najis tahu gak, tuh, tangan," ucap Angga sambil menarik tanganku agar terlepas dari tangan Allan.
Allan melotot mendengar ucapan Angga, dia berdiri dari duduknya. Sepertinya dia sangat marah. Aku segera menarik tangan Angga menjauh sebelum terjadi perkelahian di antara mereka. Kubawa Angga untuk menonton drama Korea yang baru aku beli sehabis memeriksa kandungan terakhirku.
"Setiap hari kamu melihat mereka seperti itu?" tanya Angga prihatin.
Aku hanya tersenyum padanya dan memfokuskan mataku ke arah drama yang aku tonton. Aku masih bisa merasakan Angga menatap prihatin ke arahku, tak terasa air mataku menetes, aku sangat terluka dengan apa yang Allan dan Nada lakukan. Namun, hatiku semakin terluka melihat orang menatapku prihatin seperti yang Angga lakukan sekarang.
"Ssssttt ... jangan menangis, Ra," pinta Angga sambil menggenggam tanganku.
"Aku gak apa-apa, itu adegannya lagi sedih banget," ucapku sambil menunjuk ke arah televisi.
"Bohong, ini pasti karena Kak Allan, kan? aku akan memberi dia pelajaran," ucap Angga geram.
Aku menahan tangannya agar tidak menjauh dariku, aku menggeleng sebagai tanda tidak setuju dengan pemikirannya. Walau bagaimanapun Angga dan Allan adalah kakak beradik, aku tidak mau hanya karena aku mereka menjadi bertengkar. Angga melepas tanganku keras dan mengenai perut besarku, mungkin dia kesal tidak bisa menyalurkan kemarahannya pada Allan. Aku meringis kesakitan, bukan, bukan karena hempasan tangan Angga, tapi karena aku merasa perut bagian bawahku keram.
"Aira kamu kenapa? Sakit? Mana yang sakit? Apa kamu mau melahirkan sekarang?" tanya Angga panik.
Aku hanya diam sambil mengelus-elus perutku, Angga juga ikut-ikutan mengelus perutku dengan wajahnya yang masih panik. Setelah rasa sakitku berkurang barulah aku menggeleng menanggapi pertanyaan Angga.
"Terus kamu kenapa tadi? Apa tadi hempasan tanganku menyakitimu?"
"Tidak, perutku Cuma keram aja, kok."
"Keram? Sering seperti itu?" tanyanya khawatir.
Aku tersenyum menjawab pertanyaan Angga. Aku bisa melihat perubahan emosi di mata Angga, sebelum dia beranjak dan berniat mengerjai kakaknya lagi, aku segera mencengkram tangannya.
"Berjanjilah untuk tidak saling menyakiti dengan kakakmu hanya demi aku," ucapku lirih.
"Tapi Kak Allan keterlaluan, Ra. Kamu menderita begini, tapi dia asyik-asyikan dengan wanita lain."
"Biarkan, biarkan saja dia berlaku semaunya, aku tidak apa-apa. Kak Allan itu saudaramu, aku tidak mau kalian bertengkar dan saling membenci hanya karena aku."
Angga menatap sendu ke arahku, aku tahu dari matanya mengisyaratkan rasa bersalah padaku. Angga menarikku ke dalam pelukanku dan mengusap-usap kepalaku. Aku tidak tahu ini benar atau tidak, tapi aku merasakan kenyamanan di pelukan Angga. Pelukan Angga seperti pelukan seorang ayah yang memberikan ketenangan juga keyakinan jika semua akan baik-baik saja."Aku tidak tahu kalau adik ipar dan kakak ipar bisa berpelukan sedekat itu." Suara nyinyir seorang wanita menginterupsi kami.
Angga melepaskan pelukannya dan menatap sengit ke arah Nada.
"Aku juga tidak tahu seorang dosen yang katanya jenius bisa bertindak semurahan itu, menjadi perebut suami orang," balas Angga tidak kalah nyinyir.
"Kau ... berani sekali bicara seperti itu padaku," ucap Nada dengan muka merah.
"Apa aku salah? Kau sudah tahu kakakku beristri, tapi masih saja kau menggodanya, kau tidak ubahnya seperti jalang di pinggir jalan," hina Angga.
"ANGGA ... jaga bicaramu," bentak Allan.
Aku hanya diam memandangi mereka, Nada dengan muka merahnya yang hampir menangis, entahlah dia malu atau marah. Angga dan Allan yang saling memelototi satu sama lain dengan tangan terkepal menahan emosi.
Miris sekali memang nasibku, setelah Nada tinggal di rumah ini barulah aku tahu jika ternyata dia masih tinggal di kota yang sama denganku, jarak rumah Nada hanya 30 menit dari rumah ini. Aku menyangka Allan menikah dengan wanita yang terpaut jarak jauh dengan tempat tinggal kami, hingga dia membutuhkan waktu dua minggu untuk menghabiskan waktunya dengan istrinya itu. Bahkan aku baru tahu ternyata selama dua minggu dia meninggalkan aku, dia tetap datang bekerja ke pabrik yang jaraknya hanya setengah kilo meter dari rumah yang aku tinggali.
Mirisnya lagi ternyata wanita itu adalah dosen Angga, dia sudah tahu tentangku dari Angga. Dia sudah tahu Allan beristri dan istrinya sedang hamil, tapi dia tetap mau menikah dengan Allan. Nada memang wanita luar biasa, aku tidak tahu terbuat dari apa hatinya hingga dia bisa berbuat setega itu padaku. Dia bisa dengan mudahnya menyakiti hati wanita yang sekaum dengannya, apa iya cinta seegois itu?
**********
"Princess cantik, ponakan om, jangan dulu lahir, ya. Tungguin Om tiga hari lagi, oke?" ucap Angga di depan perut buncitku.
Hari ini Angga akan pergi hiking dengan teman-teman sekampusnya hingga tiga hari ke depan. Awalnya dia tidak mau ikut karena takut aku melahirkan, tapi aku memaksanya untuk ikut. Aku tidak enak terus merepotkan Angga hingga dia harus mengorbankan banyak waktu bermain dengan teman-temanya hanya karena harus menemaniku. Meskipun tubuh Angga tambun, tapi dia sangat suka naik gunung dan aku tidak mau dia melewatkan apa yang dia sukai hanya karena aku.
Aku bukanlah tanggung jawab Angga, tapi dia berperan sebagai suami siaga untukku. Dia merelakan waktunya untuk menemaniku memeriksa kandungan, membeli semua peralatan bayiku, dia tidak mengeluh ketika aku dan ibu mengajaknya seharian ke mall hanya untuk mencari barang-barang untuk menyambut kelahiran bayiku. Bahkan dia juga sering pulang menenteng barang-barang lucu untuk bayiku setelah dia lahir nanti. Angga menemaniku selama masa kehamilan sulit ini dan sekarang dia juga yang menemaniku menunggu bayi ini lahir.
Angga masih terus bicara dengan bayi dalam perutku seperti seorang ayah yang akan meninggalkan anaknya untuk bekerja. Sedangkan ayah kandung bayiku malah asyik-asyikan menonton televisi dengan koala yang terus-terusan nemplok di tangannya.
"Angga udah, dedek bayinya pasti nurut, kok, udah berangkat sekarang keburu siang nanti," ucapku.
Angga cemberut dan mengusap perut buncitku dengan sayang, aku tersenyum miris melihatnya. Angga sering sekali mengelus perutku dengan sayang dan mengajak calon anakku bicara sedangkan Allan, ayah kandung dari bayi ini sama sekali tidak pernah melakukannya sejak usia kandunganku menginjak empat bulan. Selain karena aku dengan banyak alasan terus menghindarinya agar dia tidak menyentuhku. Tampaknya, pria itu juga tidak punya inisiatif untuk memberikan kasih sayang pada putrinya. Jangan lupakan, jika Allan tidak mencintaiku dan tentu saja dia juga tidak mungkin menyayangi bayiku.
"Beneran gak apa-apa, aku pergi? Kalau kamu tiba-tiba melahirkan gimana?" tanyanya khawatir.
Aku tersenyum sambil menggeleng mendengar kekhawatirannya.
"Aku baik-baik saja, jangan khawatir, kan, ada ibu dan ayah juga di sini," jawabku menenangkannya.
Dengan wajah cemberut akhirnya Angga pergi juga. Setelah Angga pergi, aku menutup pintu dan berbalik melihat sejoli yang masih saja asyik dengan dunia mereka. Aku melihat Allan menatap tajam ke arahku, tapi aku tidak ambil pusing dan melewati mereka begitu saja.
Air mataku menetes begitu saja saat aku sedang sendirian, mengingat perlakuan Angga membuat air mataku semakin deras. Seharusnya seorang suamilah yang melakukan semua itu bukan pria lain. Aku melirik semua barang-barang yang disiapkan untuk menyambut kedatangan calon bayiku. Hampir semua barang-barang itu dibeli oleh Angga. Dia begitu antusias memilih semua barang-barang untuk calon anakku, sedangkan ayah kandungnya sendiri bahkan tidak pernah bertanya apa aku sudah menyiapkan kebutuhan untuk menyambut kedatangannya atau belum. Bahkan dia juga tidak pernah menanyakan jenis kelamin calon bayi kami.
Maafkan ibumu ini, Nak ... kau harus hadir di antara hubunganku dan ayahmu yang sudah hancur tanpa bisa diperbaiki lagi.
Aku menangis lagi mengingat nasib buruk yang menimpa rumah tanggaku. Seorang suami yang aku harapkan menjadi pelindungku hanya mampu menorehkan luka di hatiku. Aku mulai mengelus perut besarku yang mulai berkontraksi sesaat sebelum Angga pergi tadi. Hatiku teriris mengingat bagaimana nasib bayiku setelah dia lahir, ketika keadaan orang tuanya seperti sekarang.
"Apakah kepergian Angga begitu membuatmu terluka sampai kamu menangis seperti itu?" tanya seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku.
Aku menghapus air mataku dan menatap Allan yang masuk ke kamarku hanya untuk mengambil pakaiannya yang ada di lemari.
"Aku dan Nada akan pergi ke pernikahan teman kami, kamu menginginkan sesuatu?" tanyanya datar.
Inginnya aku mencegahnya untuk tidak pergi karena kontraksi di perutku semakin menjadi, tapi aku hanya bisa diam dan tidak berkomentar sama sekali. Ingin rasanya aku menyuarakan jika aku menangis bukan karena kepergian Angga, tapi karena menangisi dia, menangisi Allan, menangisi seorang suami yang bahkan tak pernah melihat ke arahku. Seorang suami yang terpaksa menikahiku dan bersikap baik padaku hanya karena sebuah kewajiban semata. Menangisi bayi dalam kandunganku yang bahkan tidak dianggap kehadirannya oleh ayah kandungnya sendiri.
Suara bantingan pintu dan deru mesin mobil menandakan jika Allan dan Nada telah pergi. Beriringan dengan kepergiannya rasa sakit di perutku semakin terasa. Sesuatu yang aku takutkan terjadi, rasa sakit dalam perutku semakin menjadi menandakan kelahiran bayiku sebentar lagi dan aku sendirian sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku yang tak dirindukan
ChickLitKisah bermula ketika Kaira mengetahui jika suami yang telah menikahinya, tidak pernah mencintainya. Lalu dengan teganya Allan memberikan hatinya pada wanita lain. *** Kaira, seorang gadis yang berasal dari sebuah desa dinikahkan oleh orangtuanya den...
Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi