Suara isak tangis dan ribuan maaf terucap dari mertuaku, saat mereka mengunjungiku. Tadi Subuh, setelah berperang dengan batinku sendiri akhirnya aku putuskan untuk memberitahukan keluarga mertuaku tentang kelahiran putriku. Walau bagaimanapun anakku adalah cucu mereka, jadi aku pikir mereka berhak tahu tentang kelahiran cucu mereka meskipun ayah dari bayiku mengabaikan kami. Aku tidak bisa menghubungi orang tuaku yang masih melaksanakan ibadah haji di tanah suci jadi hanya keluarga mertuaku yang bisa aku mintai pertolongan. Selain itu aku juga tidak bisa menemukan dompet dan ponselku di tas perlengkapan yang aku bawa dari rumah, entahlah semua benda itu hilang atau aku meninggalkannya di rumah. Aku tidak tahu bagaimana harus membayar biaya rumah sakit jika tidak menghubungi mereka, tidak mungkin aku harus merepotkan Adam lagi, dia terlalu banyak membantuku, bahkan sekarang dia juga masih setia menemani aku di sini.
"Maafkan Ibu, Nak. Ibu tidak becus menjadi orang tua, Ibu tidak berhasil mendidik anak, Ibu membiarkan anak Ibu bertindak kejam padamu. Anak itu tidak bertanggung jawab dan membiarkan kamu melahirkan buah hati kalian sendirian," ucap ibu mertuaku di sela tangisnya.
Aku hanya diam saja tidak tahu harus berbuat apa-apa, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri dengan mengatakan 'tidak apa-apa' pada keluarga mertuaku padahal nyatanya hatiku sakit saat ini. Rasa sakit dan kecewa yang ditinggalkan Allan di hatiku tidak dapat terhapuskan bahkan dengan hadirnya buah hatiku. Ada rasa pahit dalam hatiku di antara rasa suka cita atas kelahiran putriku.
"Ibu Kaira apa ada keluarga yang bisa saya hubungi untuk mengabarkan kondisi Ibu?" tanya Adam setelah aku dan bayiku selesai dibersihkan.
Aku hanya diam, air mataku menetes tanpa bisa aku cegah. Adam sepertinya mengerti kondisiku tidak baik-baik saja, dia mendekat dan menggenggam tanganku berusaha memberikan aku sedikit kekuatan. Dia seperti tahu aku membutuhkan seseorang untuk berpegangan sekarang ini.
"Menangislah jika itu meringankan sedikit beban, Ibu. Jika Anda tidak keberatan berbagi cerita dengan saya maka ceritakan saja, siapa tahu membuat Anda lega," ucapnya lembut.
Air mataku semakin deras turun, aku merasa sangat lemah sekarang. bahkan dengan tidak tahu malunya aku menangis di hadapan orang yang baru aku kenal dalam hitungan jam. Adam menepuk-nepuk tanganku yang dia genggam memberikan simpati atau mungkin rasa kasihannya padaku. Aku terus menangis berharap tangisku bisa melarutkan rasa sakit dan kecewa di hatiku. Aku ingin berbagi masalahku dengan Adam, aku rasa dia orang yang baik.
Namun, aku sadar dia hanya orang asing dalam hidupku dan rasanya tidak etis mengumbar aibku sendiri pada orang lain.
Adam masih setia menggenggam tanganku saat akhirnya tangisku berhenti. Dia hanya menatap sedih padaku tanpa berkata apa pun. Aku bersyukur dia tidak banyak bertanya meskipun aku tahu dalam benaknya pasti timbul berbagi pertanyaan karena kondisiku. Apa yang ada di pikiran seseorang yang melihat seorang wanita yang melahirkan tanpa suami dan lebih parahnya menangis saat ditanyakan tentang keluarganya?
"Maaf, saya merepotkan Anda, dokter," ucapku tidak enak.
"Ah, bukan masalah, saya senang dapat membantu, bukankah sesama manusia harus saling membantu," ucapnya seraya tersenyum.
"Terima kasih, Dok. Ini nomor telepon rumah mertua saya, dokter bisa membantu saya mengabari mereka tentang kondisi saya," ucapku pada Adam sambil menyerahkan nomor rumah ibu.
"Ayah juga minta maaf atas nama Allan karena dia tidak ada saat kamu sangat membutuhkannya. Ini salah Ayah harusnya Ayah tidak pernah mengizinkan Allan untuk menikahi wanita itu," sesal ayah mertuaku.
Aku tidak tega melihat mereka terus meminta maaf dan merendahkan diri di hadapanku seperti itu. Mereka tidak bersalah, anak merekalah yang salah, tidak selayaknya mereka meminta maaf atas nama anaknya yang bahkan mungkin sedang bersenang-senang dengan wanita lain. Sisi positifku berpikir ini bukan salah siapa-siapa, ini memang mungkin sudah suratan takdir yang harus aku jalani. Meskipun rasa sakit yang ditorehkan oleh anak mereka masih bergelayutan di hatiku, tapi aku mencoba untuk tersenyum pada mereka. walau bagaimanapun mereka orang tuaku juga sekarang, merekalah yang menjagaku selepas aku keluar dari rumah orang tuaku.
"Sudahlah, Bu. Yang penting kami berdua selamat sekarang," ucapku menenangkan mereka.Ibu mertuaku merangkul tubuhku, dia memelukku dengan erat dengan isak tangisnya yang belum surut. Aku ikut menangis dalam pelukan ibu mertuaku, sejenak kami terlarut dalam suasana penuh kesedihan hingga tangisan si kecil mengalihkan perhatian kami.
"Oh, putri kecil kita menangis, mungkin dia ikut terharu melihat nenek dan mamanya menangis," ucap ayah mertua.
Adam yang sejak tadi menjadi penonton adegan keluarga ini, segera membawa bayi kecilku karena dialah yang duduk di posisi terdekat dengan box bayi. Dia menyerahkan bayiku ke atas pangkuanku, tak lupa aku mengucapkan terima kasih padanya dan hanya dibalas senyuman olehnya.
"Oh, dia cantik sekali," seru ibu mertuaku.
"Siapa nama si cantik ini?" tanyanya lagi sambil memandang takjub pada bayiku.
"Namanya Hasya Chaerunissa artinya wanita cantik yang sempurna," ucapku bangga.
Aku memandang Hasya-ku lembut, aku memberikan nama yang berarti kesempurnaan padanya, karena aku berharap meskipun hidupnya tidak sempurna, tapi dia bisa melaluinya karena dia memiliki hati yang sempurna. Aku tidak tahu bagaimana nasibnya ke depan, tapi mengingat keadaan rumah tanggaku sekarang aku tahu akan sulit bagi putriku tumbuh besar dalam keluarga yang sempurna. Meskipun pernah terlintas di benakku rasa penyesalan karena kehadirannya, tapi kelahirannya merupakan sebuah kesempurnaan bagiku.
"Nama yang cantik." Sahut Adam.Kedua mertuaku melirik penuh tanya pada Adam, saking terlarutnya dalam suasana mereka sampai tidak menyadari ada orang lain selain kami di ruangan ini.
"Dia dokter Adam, orang yang sudah menolong Aira, membawa Aira ke rumah sakit dan membantu persalinan Aira," ucapku memperkenalkan Adam.
Kedua mertuaku langsung berterima kasih pada Adam, mereka langsung akrab padahal ini kali pertama mereka bertemu. Mereka larut dalam perbincangan tentang seputar momen melahirkanku. Suara derap langkah mengalihkan perhatian kami, di sana di ambang pintu Allan berdiri diikuti Nada di belakangnya. Allan tersenyum padaku, dia berjalan mendekat dengan senyum yang tak lekang dari bibirnya.
Allan semakin mendekat ke arahku, tangannya bergerak hendak menyentuhku, tapi secara refleks aku menghindar dari sentuhannya. Dia menatap kaget ke arahku, senyum manisnya langsung sirna digantikan dengan senyum tipis. Terlihat jelas dia terluka dengan reaksiku, tapi aku juga tidak tahu kenapa aku bisa bereaksi seperti itu tadi. Allan tidak bicara apa pun, dia masih memasang senyum tipisnya, tangannya bergerak hendak menyentuh bayiku, tapi sekali lagi tubuhku bergerak dengan sendirinya dan menjauhkan bayiku dari jangkauan Allan.
Entahlah ada apa denganku, tapi saat Allan akan menyentuh bayiku ada rasa tidak rela yang menyeruak dalam hatiku. Aku bisa melihat wajah terluka Allan bahkan matanya sampai berkaca-kaca. Aku juga melihat kedua mertuaku menandak kaku melihat apa yang aku lakukan pada putranya.
"Itu sindrom ibu baru, terkadang ada sebagian ibu yang mengalami kekhawatiran berlebih akan bayinya hingga dia tidak mau siapa pun menyentuh bayinya. Itu hal yang wajar bagi orang yang baru melahirkan anak pertamanya apalagi usia Ibu Kaira juga masih muda," jelas Adam.
Semua mengangguk mengerti penjelasan yang Adam berikan, tapi tidak mengurangi suasana kaku di ruangan ini. Aku tidak tahu apa yang dikatakan Adam itu benar atau hanya mengarang untuk meminta keluarga Allan memaklumi tindakanku. Entahlah aku tidak tahu kenapa aku bisa bereaksi seperti tadi, aku merasa tangan Allan kotor dan tidak berhak menyentuh bayiku yang masih suci. Selain itu aku merasa ada rasa jijik di hatiku saat Allan akan menyentuhku.
Adam menyadari keadaan kaku di sekelilingnya, dia mendekatiku dan langsung mengambil alih Hasya dari pangkuanku.
"Saya akan membawa Hasya mandi dulu dan mendapatkan imunisasi sebelum dia dibawa pulang hari ini," ucap Adam memecah keheningan.
"Boleh saya gendong dulu cucu saya sebentar?" tanya ibu mertuaku.
Adam melihat ke arahku dan aku mengangguk mengizinkannya memberikan bayiku ke pangkuan mertuaku. Ibu menyambut suka cita saat dia menggendong Hasya, dia menatap takjub pada bayiku dan melapalkan doa untuknya. Setelah beberapa menit ibu menggendong Hasya, akhirnya ibu mengembalikan Hasya ke pangkuan Adam.
"Boleh saya mengadzani bayi saya?" tanya Allan mencegat Adam.
"Dia sudah diadzani saat dia baru lahir," ucapku terdengar sinis bahkan oleh telingaku sendiri.
Allan menatap ke arahku, ketegangan kembali terjadi di ruangan ini. Terlihat jelas wajah kekecewaan di wajah pria itu. Mungkin dia merasa salah satu haknya sebagai ayah terenggut. Padahal, tidak seharusnya dia bereaksi seperti itu, toh dia juga pasti punya anak lain dari wanita yang dicintainya bukan?
"Siapa yang mengadzaninya?" tanyanya dengan suara parau.
"Seseorang yang telah menyelamatkannya, orang yang berjasa membantunya terlahir ke dunia ini, dokter Adam," ucapku masih terdengar sinis. Entah kenapa, aku merasa puas melihat wajah kecewa Allan. Mungkin ini adalah salah satu bentuk balas dendam rasa sakitku padanya.
Allan memandang Adam dengan tatapan yang tidak dapat diartikan . Adam yang menyadari situasi semakin mencekam memilih untuk pamit membawa Hasya seperti tujuan awalnya. Allan beralih menatapku, tapi aku memalingkan mukaku tidak ingin melihatnya meskipun aku bisa melihat ekspresi terluka di wajah Allan lewat ujung mataku. Katakanlah aku tidak sopan pada seorang pria yang masih sah berstatus sebagai suamiku, tapi aku hanya ingin dia tahu apa yang telah dia lakukan padaku itu sangat menyakiti hatiku dan aku tidak bisa memaafkannya.
Allan apa yang sudah kamu lakukan padaku itu jahat

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku yang tak dirindukan
ChickLitKisah bermula ketika Kaira mengetahui jika suami yang telah menikahinya, tidak pernah mencintainya. Lalu dengan teganya Allan memberikan hatinya pada wanita lain. *** Kaira, seorang gadis yang berasal dari sebuah desa dinikahkan oleh orangtuanya den...
Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi