#7 Kemungkinan

495 25 0
                                    


Ceritanya sudah sangat lama. Saat kelas 2 SMP, untuk pertama kalinya aku mencoba hal-hal yang sama dengan teman-temanku, berpacaran. 

Ada seorang cowok yang mengaku sudah lama memperhatikanku. Aku merasa tersanjung, karena melalui tindakan yang kulihat, dirinya memang memperhatikanku. Contohnya Ia sangat mengetahui makanan apa yang tidak suka kumakan ketika aku di kantin, apa hal yang paling kusukai ketika aku sedang bosan, dia juga tahu kapan jadwal ekstra kurikulerku dan tahu jadwal kapan aku pulang, ia juga tahu dengan siapa aku berteman.

Ia tahu bahwa aku sudah terbiasa bersama Deva kemana-mana, dan itu membuatku agak sulit melepaskan diri dengan Deva. 

Hanya saja baru beberapa hari aku berpacaran dengan pacarku tersebut, aku menjadi sangat sulit untuk bertemu atau berhubungan dengan Deva. 

Namanya, Edi, dan dia ternyata sangat memperhatikanku bahkan saat-saat aku pulang. Dia kakak kelasku, dan dia selalu memaksaku untuk pulang sekolah bersamanya meskipun itu berarti kami naik taksi dan dia mengantarkanku hingga depan rumah. 

Beberapa lama setelahnya, baru kusadari bahwa ia mencoba untuk menghindarkanku dengan Deva. 

Dia mengantarkanku pulang untuk memastikan aku tidak bertemu dengan Deva.

Suatu hari aku begitu merasa merindukan Deva, sehingga aku akhirnya memutuskan untuk main ke rumahnya sepulang aku sekolah. 

Tapi aku sama sekali tidak menyangka bahwa Edi bahkan tahu kapan aku akan berniat ke rumah Deva. Usut punya usut, dia ternyata sedang berjaga di depan rumahku. 

Jujur aku mulai merasa takut, karena Edi tidak hanya memperhatikanku, tetapi cara dia memperhatikanku benar-benar membuatku merasa dipenjara. 

Aku tidak pernah bisa mengungkapkan bahwa ada sesuatu dari diri Edi yang membuatku tidak tenang, seolah aku selalu diikuti dan diawasi. 

Hingga pada minggu ketiga kami pacaran, aku akhirnya nekat untuk bertemu dengan Deva. Aku mengambil kesempatan di sore hari untuk mendatangi rumah Deva dan sangat bersyukur tidak melihat ada Edi disana.

Sayangnya tidak sesuai dengan yang aku harapkan. 

Ketika aku membuka pintu rumah Deva seperti yang sering aku lakukan sebelum ini, aku seolah tidak disambut di rumah tersebut. Deva hanya melirikku saat aku memasuki rumah dan terus mendiamkanku ketika aku memutuskan untuk membuat kopi di dapur, ataupun bergabung dengannya menonton TV. 

Aku tidak tahu apa yang salah, tapi perasaanku menjadi sangat tidak enak, seolah aku berbuat kesalahan pada Deva. 

Aku mencoba mensortir apa saja yang kira-kira membuat Deva mungkin marah padaku, tapi sebelum aku mengatakannya, Deva sudah mengatakannya duluan.

"Kenapa sama pacar lo?"

Aku menoleh cepat ke arah Deva yang bertanya tanpa memandang ke arahku. "Apa?" Karena aku tidak benar-benar mengerti apa maksud pertanyaannya.

Deva diam sangat lama. Ketika aku benar-benar memperhatikannya, sebenarnya Deva tidak benar-benar fokus kepada apa yang sedang ditontonnya saat itu, pandangannya terlihat menerawang.

Kemudian ia menghela nafasnya dan mulai menghadapku.

"Denger, Denada, gue akan mencoba nggak nyalahin lo karena beberapa minggu ini gue ngerasa lo ngehindar dari gue... tapi kalo itu semua karena pacar lo yang terlalu overprotektif dan lo nggak bisa berbuat apa-apa karena sikapnya, gue mau lo bilang ke gue."

Tiba-tiba aku merasa ingin menangis saat itu. Itulah tepatnya yang aku rasakan pada Edi selama kami pacaran. Sifat Edi menjadi cukup mudah untukku dan tidak terlalu membebani karena pada dasarnya aku memang tidak punya teman. Sebelumnya aku tidak paham dengan maksud dari overprotektif

Pasangan bukan Pacar [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang