#10.2

374 33 7
                                    


Aku masuk ke dalam kelas beberapa menit setelah bel berbunyi, dan tanpa sengaja aku mendapati Deva sedang menatapku dari tempatnya duduk. Ketika aku mendapati dia sedang menatapku, Deva juga langsung mengalihkan pandangannya. Aku melihat sekeliling, pacarnya tidak duduk di samping Deva, mungkin itulah sebabnya Deva berani memandangku. Apakah itu alasannya dia tidak menatapku sedari tadi?

Harapan mulai terbit, aku mulai berfikir bahwa mungkin sebenarnya Deva sedang bersikap biasanya. Bisa jadi karena dari pihakku belum pernah melihat Deva dengan cara yang berbeda sehingga kejadian kali ini justru mengusikku, padahal sebelumnya aku tidak ada masalah dengan hal-hal semacam ini. Eh, atau biasanya aku yang tidak pernah mendapati Deva pacaran lebih dulu dariku?

Karena aku merasa selalu jadi yang lebih dulu punya pacar baru.

Apakah Deva selalu merasa seperti ini ketika mendapati bahwa aku punya pacar dan dia tidak bisa ikut campur ke dalam urusanku selama jenjang waktu tersebut?

Tapi itupun kalau ia memandangku dengan cara yang sama seperti caraku memandangnya.

Uugh. Kenapa aku seperti anak 12 tahun yang sedang kasmaran sih?

Kekanakan.

Akhirnya aku memutuskan untuk fokus kepada pelajaran yang isi mata pelajarannya sudah di luar kepalaku dan agar tidak tertidur karena bosan, aku mulai membaca isi buku pelajaran yang ada di hadapanku.

Selama satu jam pelajaran, aku sibuk komat-kamit, sampai-sampai aku merasakan tatapan dari siswa di kanan kiriku karena aku terus membolak-balik halaman dan membaca padahal guru di depan belum selesai menjelaskan.

Peduli amat. Biasanya mereka tidak peduli apakah aku ada di kelas ini atau tidak.

Hampir dua jam kemudian, akhirnya aku bisa menghirup udara di luar kelas. Seperti biasa aku langsung melangkah ke arah perpustakaan, satu-satunya tempat dimana aku bisa menenangkan pikiranku meskipun penjaganya tidak pernah berhenti menatapku heran setiap kali aku memasuki ruang perpustakaan. Astaga, ada apa sebenarnya orang di sekolah ini? Aku melakukan hal yang sewajarnya, dan mereka malah menganggapku aneh?

Lagipula aku sedang tidak ingin berpura-pura sebagai berandal, sesuatu yang selalu tidak sengaja kulakukan dan menjadi image burukku sendiri.

Tetapi langkahku mendadak berhenti ketika aku mendapati bahwa Deva, sedang duduk di salah satu bangku di perpustakaan. Jantungku mendadak berdegup kencang, dan tanganku tiba-tiba berkeringat. Seharusnya Deva tidak di perpustakaan. Maksudku, Deva bukan tipe orang yang akan menghabiskan istirahatnya di perpustakaan, ia bahkan tidak pernah tahan menemaniku membaca ketika aku memintanya menemaniku di perpustakaan.

Jadi apa yang mendorong Deva berada disini saat ini?

Entah, hari ini aku memiliki banyak sekali pertanyaan di kepalaku tapi rasanya tak satupun yang ada jawabannya, dan itu semua hanya karena satu orang.

Aku masih berdiri di salah satu rak yang memisahkanku dengan meja tempat Deva duduk. Aku tidak melihat dia berjalan ke arah perpustakaan karena aku bahkan tidak berfikir ia akan kemari. Memang sih, Deva jalan duluan, tapi tetap saja aku seharusnya bisa melihat kemana ia akan menghabiskan waktu istirahatnya. Aku mengambil salah satu buku yang menarik perhatianku, dan mencoba peruntunganku.

Satu-satunya alasan Deva berada disini seharusnya.... Tidak ada.

Aku hampir tersenyum ketika menyadari bahwa mungkin Deva tahu aku akan berada disini sehingga ia datang kesini.

Meskipun jantungku berdegup kencang, aku menguatkan diriku untuk berjalan ke arah mejanya. Tidak biasanya aku segugup ini, padahal ini kan hanya Deva! Tapi memang ada alasan kenapa seharusnya aku merasa gugup setelah apa yang dilakukan Deva dan pikiran konyol yang muncul di kepalaku hari ini. Aku menelan ludah, dan memasang wajah ceria seperti biasa ketika mendatangi mejanya.

"Hei!" seruku sambil berbisik, tapi Deva pasti mendengarnya karena tubuhnya mendadak tersentak dan ia mengangkat kepalanya ke arahku.

Deva terlihat kaku ketika kepalanya menengadah, ia bahkan terlihat kaget melihatku di perpustakaan ini. Memang dia tidak tahu aku akan berada disini?

"Ngapain?" tanyaku tetap dengan berbisik. Aturan di perpustakaan ini sangat keras kalau sudah bersinggungan dengan suara, aku sudah menghafalnya di luar kepala sejak pertama kali masuk ke dalam perpustakaan.

Aku duduk di seberang Deva, masih menunggu jawabannya. Deva berkedip dua kali, kemudian aku melihat ketegangan dipundaknya mulai reda dan ia mengangkat bahunya. Deva tidak menjawabku, benar, ia hanya mengangkat bahunya dan mengangkat sedikit buku, atau majalah, yang sedang dipegangnya kemudian kembali melanjutkan membaca.

Jadi maksudnya, dia sedang memberitahuku bahwa dirinya di perpustakaan dan sedang membaca. Rasanya aku ingin memukul kepalaku sendiri karena berharap jawabannya akan berbeda. Lagipula apalagi yang dilakukan seseorang di dalam perpustakaan kalau bukan membaca? Bodohnya aku, padahal itulah yang selalu kulakukan ketika berada disini.

Melihat Deva yang kembali membaca buku membuatku tersenyum. Meskipun yang dibaca hanya sebuah majalah, tapi melihatnya berkonsentrasi merupakan hal yang sangat jarang kulihat. Terakhir aku melihat Deva membaca adalah ketika kami akan menempuh ujian, tetapi ia tetap saja akan jatuh tertidur. Deva tipe orang yang lebih suka bermain game dan menonton film daripada membaca, itulah kenapa meskipun hanya sebuah majalah, ia terlihat lucu dimataku.

Lalu hal-hal lain yang luput dari perhatianku selama ini. Aku tidak pernah benar-benar menyadari apa yang dilihat orang lain dari diri Deva. Kenapa mereka begitu terkagum-kagum kepada sosoknya, dan sekarang aku tahu alasannya. Deva memiliki rahang yang keras, mata yang tajam, hidung mancung, dan dahinya yang dibingkai dengan tatanan rambut khas dirinya membuat wajahnya terlihat menawan. Mungkin baru ini aku terhipnotis dengan bagaimana bibirnya menunjukkan garis tipis dan bagaimana dahinya berkerut ketika ia mencoba berkonsentrasi dengan apa yang dibaca, dan itu memukau. Selama ini aku terlalu terbiasa dengan sikapnya dan baru kemarin Deva membuat jantungku melompat-lompat karena memandangku dengan cara yang tidak biasa, dan itu terbawa hingga ke mimpiku. Jadi jangan salahkan aku, kalau sekarang aku jadi sangat betah memandangnya.

Sampai mataku menangkap sesuatu yang lain di atas meja.

Awalnya aku tidak begitu memperhatikannya karena aku hanya mengamati Deva dan majalah yang dipegangnya, tapi kemudian aku melihat ada sesuatu di samping Deva.

Sebuah handphone, dengan case berwarna ungu cerah, dan aku yakin itu bukan handphone Deva. Aku yakin, karena aku tahu Deva tidak menyukai warna ungu, dan aku juga sangat hafal apa handphone miliknya, karena aku yang membelikannya.

Jadi kecuali handphone tersebut milik orang yang ponselnya tertinggal, berarti itu milik...

Dugaanku langsung terjawab ketika sesosok gadis melenggang ke arah kami dari sudut mataku. Tidak perlu aku menoleh ke arahnya, yang kulakukan adalah mengangkat bukuku tinggi-tinggi, sebelum gadis itu mengamuk dan mendapati aku sedang berada di depan pacarnya.

Dari balik bukuku, aku mendengar, untuk pertama kalinya selama beberapa menit aku duduk disini, Deva bicara.

"Udah dapet bukunya?"

Deva bahkan tidak berbisik! Harusnya aku tahu Deva tidak akan masuk ke perpustakaan kecuali terpaksa, dan aku juga seharusnya tahu Deva tidak begitu patuh hingga mengetahui aturan di dalam perpustakaan.

"Sssstt... jangan keras-keras ngomongnya, ntar penjaganya kesini repot kita." Gadis itu tertawa tertahan karena berusaha tidak tertawa keras.

Aku hampir mendengus, dan tidak menyadari tanganku mencengkram buku yang kupegang erat-erat.

Aku mendengar suara kursi diseret, kelihatannya Deva berdiri dari duduknya padahal gadis itu baru saja memutuskan duduk di kursinya.

"Udah aja yuk, aku pusing disini. Kamu udah dapet kan bukunya?"

Deva masih saja tidak berusaha untuk berbisik, mungkin suatu hari nanti aku akan memberikannya etika penghuni perpustakaan. Itupun kalau kami masih bisa bicara normal.

Cewek itu langsung mengambil ponselnya ketika kekagetannya lenyap dan menyadari Deva sudah mulai berjalan. Ketika gadis itu bahkan tidak menengok ke arahku, aku langsung berbalik membelakangi mereka dan menghembuskan nafas lega.

Kelihatannya aku ingin mengubur diriku selamanya.

Mana mungkin Deva ke perpustakaan karena aku?

***

Pasangan bukan Pacar [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang