#11.1

353 31 2
                                    


Sudah seminggu lebih aku berpacaran dengan Rendy, dan  sikapnya yang begitu baik membuatku lebih merasa bersalah berada di sampingnya.

Apalagi ketika yang sering kupikirkan bukan dirinya.

Saat aku pacaran dengan orang yang menyebalkan, aku akan merasa senang memikirkan hal lain dan tidak merasa bersalah.

Tetapi ketika aku berpacaran dengan orang baik, dan ini untuk pertama kalinya, perasaanku menjadi jauh lebih buruk setiap kali memikirkan orang lain.

Sambil menghembuskan nafas, aku mengingat-ingat sudah dua minggu aku tidak bicara dengan Deva.

Kami berpapasan, tapi Deva selalu membuang wajah dan mengabaikanku, dan setiap kali ia melakukan hal tersebut, hatiku teriris hingga rasanya aku takut kalau bertemu dengan dia lagi bisa-bisa hatiku sudah berceceran dan tidak bisa ditemukan lagi.

Ini adalah pertengkaran kami yang paling parah, karena juga yang paling lama. Aku terus memikirkan hal-hal yang membuat Deva marah karena ulahku, dan aku mendapati bahwa kesalahan memang berada dipihakku.

Tapi aku juga tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk membuat hubungan kami menjadi lebih baik.

Dengan jelas Deva telah memutuskan bahwa ia tidak ingin kuganggu lagi, dan memikirkan bahwa orang yang menurutku adalah orang paling penting untukku tidak di sampingku meruntuhkan kendali diriku untuk tidak menangis, itulah kenapa aku akhirnya memutuskan untuk mencari pelarian.

Aku jujur pada diriku sendiri ketika menerima Rendy menjadi pacarku bahwa aku hanya menjadikannya pelarian.

Sebuah jaket tersampir di pundakku dan aku langsung menoleh ke belakang. Rendy baru saja keluar dari ruang OSIS dan hal-hal manis seperti ini yang ia lakukan hanya membuatku ingin menangis karena merasa bersalah.

"Kamu udah nunggu lama ya?"

Aku tersenyum padanya "Nggak juga kok, aku baru dari perpustakaan."

Aku sedikit berbohong padanya, karena nyatanya aku sudah sejak tadi keluar dari perpustakaan tapi tentu tidak kukatakan. Aku tidak mau membuatnya merasa bersalah.

"Hari ini kamu mau ke toko buku lagi?"

Aku menggelengkan kepalaku "Aku mau ikut aja kamu mau kemana, Dan. Kamu kan kemarin udah nemenin aku ke toko buku."

Rendy tersenyum dan mengacak-acak rambutku. "Ayo temenin aku makan aja."

Kadang-kadang ketika melihat Rendy bersikap begitu lembut padaku, aku berharap dia seharusnya tidak bersamaku.

Lebih mudah bagiku jika dia bersikap kasar dan kurang ajar, karena dengan begitu aku bisa mengungkapkan sedikit jati diriku. 

Aku nyaris mengutuki diriku apa yang membuat aku mau berpacaran dengan Rendy. Ini karena Deva pernah bilang padaku untuk berpacaran dengan orang baik, dan nyatanya aku lebih bisa menghadapi orang yang buruk.

"Kamu diem aja daritadi, Nad?"

Aku mengangkat kepala dan menoleh pada Rendy yang kusadari sedang berjalan bersamaku menuju sebuah tempat makan di dekat sekolah. "Eh, maaf, aku lagi kepikiran hal lain, Dan."

"Maaf juga aku gangguin kamu mikirin hal lain." Ia tertawa pendek, terdengar getir di telingaku "Kayaknya aku selalu gagal bikin kamu buat mikirin aku aja."

Kata-katanya tepat sasaran hingga membuatku menoleh padanya. Rendy sedang tidak memandangku, ia hanya menerawang sambil berjalan di sampingku. "Maaf ya, Ren," kataku lirih.

Lalu Rendy hanya menggandeng tanganku.

***


TBC

Part selanjutanya agak panjang, jadi aku lihat dulu ya yang udah baca sampai sini berapa hehehhe. terimakasih masih mau mengikuti cerita ini :) bantu vote dan comment yaa kalau tertarik untuk mengikuti kelanjutannya ^^

 semoga masih betah, atau kalian bisa bagi kritik dan saran kalian di kolom komenetar kok..

Pasangan bukan Pacar [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang