Bagian 21

1.3K 93 9
                                    

Desyca ditarik Dirga keluar dari hotel. "Kita mau ke mana, Ga?"

"Ke mana aja." Jawab Dirga singkat, sepertinya dia marah kepada Desyca.

Desyca mengeluh. "Tangan gue sakit! Jangan tarik-tarik apa."

"Bodo amat. Nanti kalau gue lepas tangan lu, nanti lu kabur lagi." Dirga tetap tidak mau melepaskan tangan Desyca.

"DIRGA!" Teriak seseorang.

Dirga dan Desyca berbalik dan melihat seorang seniornya yang kecil.

"Eh Kak Juna." Sapa Desyca.

Dirga menatap Juna sinis. "Kenapa Kak Juna di sini?"

"Terserah gue lah mau di mana. Hidup-hidup gue, kenapa lu yang ngurusin." Jawab Juna pedas.

Desyca melihat keduanya dengan heran. "Kenapa kalian berdua bertengkar? Biasanya kan akrab."

"Kapan kita akrab?" Jawab mereka berdua berbarengan.

Desyca cekikikan. "Itu buktinya."

Dirga dan Juna menatap Desyca kesal.

"Kita gak akan pernah akrab." Ucap Juna.

"Tidak akan pernah." Tambah Dirga.

Desyca menghela nafas. "Terserah lah."

Dirga menarik tangan Desyca. "Ayo pergi dari sini."

Tapi dengan cepat, Juna menahan tangan Desyca. "Lo ikut gue."

Desyca menatap keduanya heran. Dia bingung mau memilih siapa diantara dua orang ini.

Sekilas Desyca mengingat ucapan Irene, "Kalau milih tuh yang ada roti sobeknya, jangan malah milih roti tawar."

Desyca menggeleng ngeri, bagaimana bisa pikirannya diracuni oleh Irene?

"Des? Lo gak apa-apa?" Juna menyadarkan Desyca.

"Hah?" Desyca bingung tampak seperti orang bangun tidur.

"Lu sakit ya?" Tanya Juna khawatir.

Desyca menggeleng lemah. "Gak kok, Kak."

Dirga menatap Desyca, sepertinya dia sedang meneliti bahwa ada yang tidak beres dari Desyca.

"Berhentilah menatapku seperti itu." Desyca menggerakan tangannya ke muka Dirga.

Dirga langsung memalingkan wajahnya.

Juna membuka suara karena kecanggungan yang dibuat Desyca. "Lu istirahat aja. Biar gue yang ngurusin si junior kampret ini."

Desyca mengangguk dan pergi meninggalkan mereka berdua.

"Kakak bukannya tadi sama bocah yang kuncir dua itu ya?" Tanya Dirga setelah Desyca pergi.

"Namanya Irene, bukan 'bocah kuncir dua'. Tadinya gue bareng dia, tapi dihadang satpam aneh, lalu temannya menelpon kalau gurunya sudah masuk. Jadi dia pergi deh." Jawab Juna lengkap.

Dirga menahan tawa. "Kasihan."

"Dasar Junior Kampret!" Juna menjitak kepala Dirga.

"Udah ah. Dirga mau ke kamar aja, belajar." Dirga melangkahkan kakinya menjauhi Juna.

"Akhirnya gue dapet ketenangan hidup. Walaupun Desyca-nya gak dapet." Ucap Juna sendirian.

.

Desyca berjalan dengan lesu dipikirannya hanya ada Dirga dan Juna. Dia berpikir bagaimana caranya Dirga dan Juna tidak bertengkar lagi.

Mengapa mereka bertengkar?

"Hai, Gembel!" Sebuah suara yang membuat Desyca berbalik.

Desyca menatap orang itu kesal. "Mau apa kau ke sini, Ratu?"

Ratu tertawa dengan keras. "Apa masalahnya jika aku di sini, Desyca? Apakah itu mengganggumu?"

Desyca terdiam.

"Ternyata sekarang kau tidak dapat membalas perkataanku lagi ya?" Ratu tertawa lagi.

"Jangan terlalu banyak tertawa seperti itu, Ratu. Nanti kau bisa gila."

Seketika Ratu langsung terdiam, dan matanya melotot. "Beraninya kau!" Ratu hendak menampar Desyca.

"Jangan kau tampar dia. Kau tidak pantas melakukan itu." Seorang laki-laki berambut hitam menahan tangan Ratu.

Ratu menunduk agar bisa menatap orang itu. "Hai Kak Cebol! Apa kabar?"

"Berhentilah membuat drama di sini." Juna membalas tatapan Ratu.

"Aku sedang tidak membuat drama di sini. Aku hanya sedang menasihati si gembel ini." Ratu menunjuk Desyca.

Juna menarik tangan Desyca. "Ayo pergi dari sini. Biarkan saja dia."

"Tapi kak-" Desyca sudah ditarik oleh Juna hingga sampai kamar Desyca.

Juna berhenti dan melepaskan tangan Desyca. "Masuklah."

"Bukannya tadi kakak bersama Dirga?" Tanya Desyca sebelum masuk.

"Dirga tadi ke kamar mau belajar. Tadinya gue juga mau ke kamar, tapi saat denger keributan, gue samperin deh." Jawab Juna.

"Oh gitu." Desyca membuka pintu kamarnya. "Desyca masuk ya, Kak."

Juna memberi jawaban hanya dengan anggukan saja. Desyca masuk dan pintu ditutup. Lalu Juna berjalan menuju kamarnya yang tidak jauh dari kamar Desyca.

.

Laoshi menggebrak meja. "Bagaimana bisa kalian tidak punya semangat belajar seperti ini?!"

Seketika semua yang sedang terantuk-antuk, langsung terbangun.

"Maaf, Laoshi. Saya sedang pusing." Ucap Reihan sambil memegangi kepalanya.

"Lebih baik kalian tidak usah belajar dulu hari ini." Laoshi membereskan barang-barangnya.

"Baik, Laoshi."

•••

Farah's Note:

Maafkan aku karena lama sekali baru update cerita iniii!!!🙏🙏🙏

Menjelang UN sepertinya gue menjadi seperti orang gila. Pusingg!!

Berangkat pagi, pulang malam😭

Dengan menyesal aku mengumumkan bahwa cerita ini harus hiatus.

Maaf😭😭😭😭

Oh iya aku mau promosi sebentar.

Baca ceritaku yang "ZIDANIA" yaa...

Jangan lupa vote and comment👆👆

Thank you.

Salam sayang.

Far.

My Name Is DesycaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang