"Akhir-akhir ini kenapa dia sering pingsan sih?" tanya Oliver heran.
Fino yang berada di hadapannya mencibir. "Muka lo udah kayak serial killer di On The Spot. Makanya dia pingsan mulu."
Milo yang berada di samping Fino tertawa ngakak mendengarnya. Menurut Milo, lelaki yang kini tengah berada di sebelahnya memiliki tingkat humor yang bagus, dan jangan lupa humor recehnya yang sanggup membuat Milo tertawa.
Dinda datang membawa air minum beserta minyak kayu putih. Bergeser, ia melewati Oliver dan duduk di kasur perempuan itu. Mendekatkan minyak kayu putih itu di hidung anaknya, Olivia tetap tidak mau bangun. "Pake minyak kayu putih gak bakal mempan, Tante. Dia harus disiram pake air, baru bangun." jelas Oliver dengan tenang.
Dinda menatapnya dengan alis yang mengangkat. "Kamu serius?"
Oliver mengangguk mantap. Dilihatnya Fino yang sudah menatapnya dengan sebal. Oliver mengambil gelas berisi air yang dipegang Dinda, dan meminta izin terlebih dahulu. "Anaknya saya siram ya, Tante?"
"Eh jang-" Milo menutup mulut Fino.
"Siram aja." tambah Milo.
Dinda melotot menatap anak pertamanya. "Milo percaya sama Oliver, Bun. Udah tenang aja. Kalau seprainya basah, nanti Milo ganti."
Menghela napas, akhirnya Dinda pasrah dan berdiri. Oliver sudah berancang-ancang untuk menyiram Olivia dengan air, namun secara mengejutkan tiba-tiba Fino merebut gelas yang Oliver pegang. "Biar gue aja. Lo kasar."
Oliver mendengus kesal, dan memilih mundur sambil melipat kedua tangannya. Ia merasa bahwa Fino itu harus disingkirkan, karena temannya itu lah, ia jadi tidak bisa mengikuti pesan Alisha, yaitu memiliki Olivia.
Fino menatap perempuan itu sebentar dan menumpahkan air yang ada di gelas ke wajah Olivia secara perlahan. Sayup-sayup mata Olivia mulai terbuka. Dengan mata yang menyipit, ia memegang kepalanya yang sakit.
Dinda memegang kepala Olivia lalu mengusapnya. "Kamu gak pa-pa sayang? Perlu Bunda panggilin Dokter?" tanya Dinda khawatir.
Olivia menggeleng seraya melenguh merasakan betapa sakitnya kepalanya. "Milo, tolong
ambilin air minum, sekalian obat aspirin di kotak P3K," perintah Dinda yang membuat Milo langsung melaksanakan perintahnya.Dinda meninggikan bantal Olivia. Fino menatapnya dengan raut wajah khawatir. "Kenapa lo sering pingsan Olivia?"
Menghela napas, Olivia menggeleng. Sebenarnya, ia pingsan karena Oliver. Lelaki itu selalu saja mengejutkannya, dengan tingkah lakunya yang tiba-tiba. Bagaimana Olivia tidak kaget? Apalagi kalau perempuan itu tidak salah ingat, terakhir ia pingsan karena dirinya sedang memeluk Fino, dan secara mengejutkan Fino berseru nama Oliver yang membuat Olivia terkejut dan sesak napas, lalu pingsan.
Untung saja, ia tidak meninggal di tempat.
Kembali ke dunia nyata, Olivia melihat jam di sebelah mejanya. "Ayah udah pulang, Bun?"
Dinda menggeleng. "Paling bentar lagi- eh itu dia!" Dinda melihat suaminya beserta Milo datang membawa air minum dan sebutir aspirin.
"Kamu kenapa Liv?" tanya Ayahnya yang baru pulang bekerja.
"Kepala aku sakit," ujar Olivia nyengir. Hardi hanya mendecak mendengar ucapan anaknya. Menengok seisi ruangan, ada dua orang lelaki yang tidak dikenalnya ada dikamar Olivia.
Seakan mengerti dengan raut wajah suaminya, Dinda memperkenalkan kedua teman Olivia. "Oh ya, itu Oliver sama Dafino. Temen Olivia." ucapnya tersenyum.
Olivia tersenyum canggung, saat mendengar Bundanya yang memperkenalkan dua gebetannya itu. Sungguh, ia malu sekarang. Bayangkan, Olivia belum pernah membawa dua orang yang ia sukai sekaligus ke dalam rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet In the Real Life
Teen Fiction[BOOK 2 OF WHEN THE BADBOY MEETS THE FANGIRL] Kata Johnny Deep, "Jika kau mencintai dua orang dalam waktu yang bersamaan, pilihlah orang kedua, karena jika kau benar-benar mencintai orang pertama, kau tidak akan mencintai orang yang kedua." Namun...