18. Exhausted

38.9K 4.6K 1K
                                    

Lelaki itu menahan tarikan tangan Olivia. "Lawan rasa cemburu itu," tukasnya dengan serius.

Olivia menatap Oliver dengan tatapan tidak percaya, dan tahu-tahu tangannya ditarik Oliver menuju tempat semula mereka berdiri. Fino hanya menatapnya dengan tanda bertanya. "Tumben lo kesini Fin," ujar Oliver ramah.

Fino mengangguk sambil tersenyum. Ia merangkul bahu perempuan disebelahnya. "Iya, gue mau nganterin Dancow pulang nih."

Perempuan berkemeja putih yang dirangkul Fino melipat tangannya kesal. Ia meniupkan poninya sambil memutar bola mata. "Jangan dipercaya, dia tukang bohong," ujar perempuan itu, ia mengulurkan tangannya, yang mau tak mau Olivia membalas uluran tangan itu.

"Daniella, panggil aja Dani. Jangan Dancow."

Perempuan bernama Daniella itu melakukan hal serupa pada Oliver. Sementara, Olivia membatin sambil bersumpah serampah.

Fino tersenyum congkak. "Ya iyalah, kan panggilan Dancow cuma buat gue doang."

Daniella memutar bola matanya. "Diem lo, receh."

Olivia menatap perempuan itu dari atas sampai bawah. Wajahnya seperti wanita Arab, dengan dianugerahkan hidung yang mancung disertai lesung pipi, rambutnya yang bergelombang ia biarkan tergerai begitu saja. Hak tinggi berwarna senada dengan bajunya membuat Olivia iri dengan perempuan itu.

Bandingkanlah dengan Olivia, sangat jauh berbeda. Ia adalah gadis yang suka memakai sepatu kets, rambut yang selalu dikuncir kuda, dan tidak memakai make up. Sungguh, jauh berbeda.

Oliver tertawa. "Asal-usul Dancow darimana?"

Menjentikkan jarinya, Fino menjawabnya dengan enteng. "Nama dia Daniella Komala, terus untuk mempersingkat nama, gue panggil aja dia Dancow, itung-itung panggilan sayang. Ya gak, Dan?"

"Berisik lo ya!" jerit Daniella sambil menjitak dahi Fino. Olivia yang sedari tadi melihat itu, lantas langsung memalingkan pandangannya kearah lain. Ia merasakan sakit di hatinya saat melihat Fino lebih memilih bersama orang lain.

Olivia memberi kode pada Oliver untuk segera pergi meninggalkan Fino dan Daniella. Matanya menyiratkan bahwa ia akan menangis saat itu juga kalau melihat Fino.

"Oh ya, Fin. Gue duluan. Olivia lagi sakit. Dah." ujar Oliver cepat, dan langsung pergi meninggalkan temannya. Menengok ke sebelahnya, ia melihat Olivia dengan air mata yang membasahi pipinya.

Ya Tuhan, Olivia menangis. Oliver menengokkan kepalanya ke belakang, dan melihat Fino yang menatap punggung Olivia dengan mata yang menyiratkan kekhawatiran.

"Gue kira dia baik selama ini, taunya sama aja kek cowok brengsek." Olivia mengusap air matanya, sambil memajukan bibirnya.

"Shhh, tenang."

"Gimana mau tenang?! Gue lagi sakit hati!" jerit Olivia dengan berjalan kesal.

Tentu saja Olivia merasakan sakit hati yang mendalam. Bagaimana tidak? Lelaki brengsek itu mengatakan bahwa ia menyukai Olivia, bahkan si brengsek itu juga yang mengatakannya sendiri, kalau ia akan mengatakan masalah ini ke Oliver. Tapi apa yang dilakukannya? Ia malah menggandeng perempuan lain. Hati mana yang tidak sakit saat melihat orang yang kalian sukai bersama orang lain?

"Tunggu sini bentar," ucap Oliver kepada Olivia, yang mau tidak mau Olivia mengangguk, dan duduk disebuah tangga. Oliver masuk ke dalam minimarket, entah membeli apa, Olivia sendiri tidak tahu.

Astaga, isi perutnya seperti diremas-remas. Demi apapun, Olivia paling benci dengan yang namanya menstruasi. Kepalanya ia letakkan pada lutut, untuk meredakan pusing yang ia rasakan. Tangannya mengambil ponsel, dan mulai membukanya. Namun, ponselnya yang tiba-tiba mati membuat Olivia ingin melempar benda persegi itu ke tempat sampah sekarang juga. Sayang, niat itu ia urungkan saat sebuah bungkus plastik dingin mendarat pada pipinya, dan membuat ia kaget.

Meet In the Real LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang