Oliver sialan.
Begitu gerutu Olivia dalam hati. Ia mendengus dan langsung menarik Oliver dari pelukan perempuan bernama Al. Oliver terkejut bukan main saat melihat pacarnya ada disini. Ia melihat gertakan gigi Olivia yang sedang menahan amarah. Oh astaga, perang ketiga baru saja dimulai.
"Tante! Oliv pinjem Oliver dulu ya!" seru Olivia dengan senyum palsunya, ia langsung menarik Oliver sebelum Gina menjawab seruan Olivia.
Selagi Oliver ditarik Olivia untuk keluar, ia melihat Ibundanya yang menatap Oliver dengan raut wajah kebingungan. Seakan mengerti, Oliver mengedipkan matanya, memberi sebuah kode kalau itu adalah Olivia, pacar barunya yang pernah ia ceritakan kemarin.
Dan berterima-kasihlah kepada Gina, karena berkatnya, Oliver menjadi ingat tentang masa kecilnya setelah diberi tahu Olivia. Ya, Oliver mengingat masa kecilnya dua hari kemudian setelah Gina membenarkan ucapan Olivia.
Waktu itu, Gina bertanya pada anaknya, karena minggu-minggu ini, Oliver lebih banyak diam dan murung, setiap makan malam saja Oliver selalu tidak menghabiskannya. Hingga akhirnya, Gina menyuruh anaknya untuk menjelaskan apa yang terjadi pada Oliver akhir-akhir ini.
Dan Oliver memberitahunya.
Karena ia sendiri juga bingung, hendak menghadapi Olivia seperti apa, dan yang paling mengejutkan adalah Gina pun membenarkan ucapan Olivia. Sewaktu Oliver kecil, Gina masih ingat sekali kalau Oliver pernah menceritakan perempuan bernama Olivia padanya. Ia ingat kalau dulu Oliver pernah mengatakan bahwa ia menyukai perempuan itu.
Oliver yang mendengarnya pun hanya tersenyum malu.
Ah sudahlah, lupakan. Mengingat kejadian kemarin membuat Oliver malu sendiri dibuatnya, apalagi ia digoda habis-habisan oleh Gina.
Langkah Olivia terhenti disebuah bangku taman yang berada tidak jauh dari Kafe Kookie. Namun, Oliver melongo saat melihat Olivia yang lebih memilih untuk duduk di bawah rerumputan daripada bangku taman.
Lelaki itu mencoba untuk memegang tangan Olivia, membantu perempuan itu untuk berdiri. Namun, apa yang terjadi? Olivia langsung menepisnya begitu saja.
Ia memeluk lututnya, seraya menenggelamkan kepalanya pada dengkul.
Satu.
Dua.
Tiga.
Gotcha!
Olivia terisak. Benar dugaan Oliver, Olivia menangis karena salah paham. Pasti ia mendengar perbincangan Oliver dengan Gina dan saudaranya-Alya mengenai perjodohan. Padahal, ia tidak dijodohkan, Oliver hanya membantu Alya untuk menyiapkan undangan keluarga besar pada perjodohan ini, karena Mamanya berpikir kalau ia tidak bekerja apa-apa untuk membantu Alya.
Sebenarnya Oliver malas untuk melakukan ini, padahal dari yang Oliver tahu, pembantu Alya itu kelewat banyak, di rumahnya saja ada lima pembantu. Jadi, mengapa harus Oliver? Ah, Oliver tahu alasannya. Pasti karena Mamanya berpikir Oliver tidak mempunyai banyak kerjaan sehingga ia menugaskan Oliver untuk membantu perjodohan Alya.
Ah, tidak asik.
"Lo jahat, Oliver. Jadi selama ini lo dijodohin?" tanya Olivia terisak, enggan menatap wajah Oliver.
Oliver menghela napas, ia duduk disebelah Olivia dengan kaki yang ia luruskan. "Iya, gue dijodohin. Maaf ya, Liv."
Tangisan Olivia semakin kencang. Oliver hendak memegang pundak Olivia namun ditepis lagi. "Sana pergi! Pasti si Al-Al itu lagi nungguin lo, gak usah disini!" jerit Olivia kesal.
"Kan masih ada Fino, ya udah lo sama Fino aja ya?"
Menggeleng, Olivia mengangkat kepalanya untuk menatap Oliver. Enak saja, Oliver mengatakan seperti itu padanya. Saking sebalnya, Olivia ingin merobek bibir lelaki itu karena sudah berbicara seenaknya. Tidakkah ia tahu, kalau Olivia itu mencintainya? Olivia tidak mencintai Fino, ia mencintai Oliver.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet In the Real Life
Fiksi Remaja[BOOK 2 OF WHEN THE BADBOY MEETS THE FANGIRL] Kata Johnny Deep, "Jika kau mencintai dua orang dalam waktu yang bersamaan, pilihlah orang kedua, karena jika kau benar-benar mencintai orang pertama, kau tidak akan mencintai orang yang kedua." Namun...