a u t h o r n o t e :
Gue baru sadar kalo chapter 21 ke unpublish, karena lupa kalau wattpad udah menghapus sistem private dan gue juga lupa ubah jadi publik lagi sksksk, hingga otomatis chapter 21 ke unpublish sendiri, heu. Maaf gais, sekarang kalian bisa baca lagi, enjoy!!• • • • • • •
Olivia tidak sanggup untuk mendengar perkataan dokter, maka dari itu, ia lebih memilih untuk menenggelamkan kepalanya pada bahu Oliver dan menangis.
"Pasien terkena serangan jantung, dan kami menggunakan alat pacu jantung untuk menghidupkannya kembali, dan ternyata, kami benar-benar kehilangan pasien..." ujar dokter itu.
Olivia menangis sesugukan. Ia tidak percaya kalau Fino akan meninggalkannya secepat ini.
"Namun, hanya untuk sesaat, karena dia kembali."
"What the..." Chandra mengumpat.
Sedangkan mereka berenam menatap dokter dengan tatapan shock.
Dokter itu hanya tersenyum. "Pasien memiliki semangat hidup yang luar biasa, dan saya diminta pasien untuk mengatakan ini pada kalian, lebih tepatnya menggantungkan kalimat. Ia hanya ingin membuktikan apakah teman-temannya peduli atau tidak padanya, dan ya, maafkan saya, yang sudah membuat kalian semua khawatir."
"ANJIR FINO BANGSAT!" teriak Adrian yang tak kalah kesalnya dari Chandra.
Olivia yang mendengarnya, lantas melepas rangkulan Oliver dan menghapus air matanya. Sialan. Tentu saja teman-temannya peduli padanya, kalau tidak, mana mungkin mereka semua ada disini sekarang.
"Berisik, lo pada. Diem dulu," Kata Daniella dan melanjutkan kalimatnya lagi. "Jadi, bagaimana keadaan Fino sekarang?"
"Dia baik dan sudah siuman, hanya saja ia butuh istirahat total. Kami akan memindahkan pasien ke ruang rawat inap biasa. Ah ya, dia tidak bisa berjalan dengan normal, dan harus dibantu dengan tongkat atau kursi roda, itu dikarenakan kakinya di gips akibat kecelakaan yang terjadi. Kalau begitu saya permisi dulu, maaf sudah membuat kalian semua khawatir."
Penjelasan dokter itu sanggup membuat Olivia tercengang. Ia hendak masuk ke ruangan UGD, namun pintu terbuka saat para perawat mendorong ranjang Fino.
Lelaki itu sedang tertidur dengan perban yang ada di kepala beserta kaki kanan yang digantung pada sebuah alat. Sebegitu parahnya kah? Olivia jadi tidak tega untuk memarahi Fino.
Mereka berenam mengikuti para perawat yang mendorong ranjang Fino. Saat perawat sudah selesai memindahkan Fino, mereka diperbolehkan masuk dengan satu syarat, yaitu tidak boleh berisik dan mengganggu pasien.
Olivia langsung berlari dan menghampiri ranjang lelaki itu. Infus melekat pada tangan kirinya yang membuat Olivia ngeri sendiri dibuatnya. Chandra dan Adrian masuk dengan wajah sebalnya. "Si bangsat nih emang, kenapa gak mati aja sekalian?" tanya Adrian sadis.
Oliver menanggapinya dengan menepuk bahu Adrian. "I know what you feel, bro."
Milo dan Daniella hanya mengangkat bahu, mereka menghampiri ranjang Fino. Jadi, posisi mereka berenam saat ini adalah mengelilingi Fino.
Dua menit mereka diam, dan masih menatap Fino seakan-akan apabila Fino terbangun, mereka akan melahap lelaki itu sekarang juga.
Fino yang sedari tadi berpura-pura tidur, lantas mulai membuka matanya sambil tersenyum idiot. "Cieee pada nangis ciee, HAHAHA-"
Tawa Fino berhenti saat Chandra menyiram Fino dengan air yang ia dapat dari meja. Wajahnya kesal sekali saat menatap Fino. "Ari sia kalo hayang maot teh maot aja! Gak usah plin-plan geura! Bikin panik wae maneh mah!" ucapnya menggunakan Bahasa Sunda, yang artinya kalau mau mati ya mati saja, tidak usah plin-plan, karena hal itu membuat panik semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet In the Real Life
Teen Fiction[BOOK 2 OF WHEN THE BADBOY MEETS THE FANGIRL] Kata Johnny Deep, "Jika kau mencintai dua orang dalam waktu yang bersamaan, pilihlah orang kedua, karena jika kau benar-benar mencintai orang pertama, kau tidak akan mencintai orang yang kedua." Namun...