Bagaimana bisa itu terjadi?
Empat kata itu ia ucapkan dalam pikirannya. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa jadi Fino yang memiliki mimpi yang sama dengannya? Justru Olivia berharap, bahwa Oliver lah yang memiliki mimpi yang sama dengannya.
"Kok bisa?! Dan kenapa lo merasa kalau kita memiliki mimpi yang sama?" tanya Olivia mengetukkan jari ke meja.
Fino meminum frappucinonya untuk sementara, setelah itu ia menjawab pertanyaan Olivia. "Gak tau! Gue ngerasa kayak punya firasat, kalau orang yang gak gue kenal ini, aka Olivia Adriana Renata itu nyata, dan boom! Ternyata lo temen Oliver, waktu gue nanya sama nenek gue, dia bilang kalau mimpi itu bisa terjadi di setiap tokoh yang ada di dalam mimpi tersebut."
Olivia mengernyitkan dahinya. "Gak ngerti,"
"Ish, jadi gini loh. Mimpi yang kita alami, bakalan terjadi sama pemain yang ada di dalam mimpi tersebut, contohnya kayak Adrian. Dia kan ada di mimpi lo. Nah, bisa-bisa dia juga mengalami mimpi yang serupa, tapi itu semua berangsur-angsur."
"Berangsur gimana? Udah kayak duit aja,"
Fino mendengus. "Jadi, Adrian bisa mengalami mimpi itu, entah setahun kemudian, dua tahun, atau bahkan kalau dia udah tua, pasti dia bakal ngalamin mimpi yang serupa kayak kita, entah kapan, gue sendiri juga gak tau,"
Olivia mengangguk kaku, sambil menatap nanar orang yang ada dihadapannya. "Nenek lo paranormal ya?"
Fino mengangguk. "Punya indera keenam, plus bisa baca pikiran,"
"Serem tai." ucap Olivia bersumpah serampah.
"I know. Oh ya, dan lo tau? Gue mimpi cerita ini bersambung-sambung setiap malam, dan sekarang gue masih mimpi tentang lo," ujar Fino dengan tatapan serius.
"Baru nyampe mana?" tanya Olivia lagi dengan wajah penasaran.
Fino terlihat memejamkan matanya, sambil mengingat-ngingat mimpi yang ia dapat semalam. "Waktu Oliver ngasih tiket konser 5SOS, dan lo ngejerit diatas atap sekolah, saat itu lo lagi ngobatin muka Oliver gara-gara dia babak belur sama Rafa, iya gak sih?" Fino membuka matanya lagi. Lelaki itu melihat Olivia yang sedang melongo menatapnya.
Setelah itu, Olivia beranjak dan berdiri disebelah Fino, untuk memukul kepala lelaki itu. "FINO SIALAN, KENAPA LO TAU SEMUANYA SETAN! GEDEK GUE SAMA LO ANJIR! YA ALLAH," Olivia merengek, dan terus memukul Fino. Perempuan itu tidak peduli kalau ia sedang menjadi pusat perhatian, ia hanya kesal dengan Fino gara-gara mimpinya bersama Oliver terbongkar.
Sementara itu, Fino mengaduh kesakitan, gara-gara kepalanya dihujam pukulan tangan dari Olivia, sehingga ia memutuskan untuk pura-pura pingsan agar Olivia memberhentikan aksinya.
Olivia yang merasa tidak ada perlawanan dari Fino lantas bingung, ia melihat lelaki itu yang sudah terkapar di bangkunya. "Fino?" tanya Olivia pelan.
Tidak ada jawaban dari lelaki itu. "Fin, jangan mati dong, gue cuma kesel aja sama lo," ucap Olivia lagi sambil memegang dagu lelaki itu.
Olivia makin panik saat Fino tidak bereaksi. Sialan! Olivia membunuhnya! "Fino! Fin! Astaga maafin gue," ucap Olivia lagi, tangannya sudah berkeringat, dan jantungnya berdetak lebih cepat.
"TO-" Sebelum Olivia melanjutkan perkataannya lagi, Fino telah membekap mulutnya.
Olivia melotot dan melihat Fino yang masih membekap mulutnya seraya berjalan keluar dari kafe. "Lo malu-maluin kalo jalan sama gue, lagian nanti juga mimpi lo bakal kebongkar," ujar Fino.
Olivia menjilat telapak tangan Fino, sehingga lelaki itu reflek melepaskannya. "ANJING TANGAN GUE TERNODAI, OLIVIA LAKNAT!"
Olivia memegang perutnya karena sakit akibat tertawa, melihat Fino yang membuat ekspresi jijik pada tangannya. Lelaki itu kembali ke kafe hanya untuk mencuci tangannya di wastafel, setelah itu ia mengambil minuman yang tertinggal di mejanya, dan keluar dari kafe tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet In the Real Life
Teen Fiction[BOOK 2 OF WHEN THE BADBOY MEETS THE FANGIRL] Kata Johnny Deep, "Jika kau mencintai dua orang dalam waktu yang bersamaan, pilihlah orang kedua, karena jika kau benar-benar mencintai orang pertama, kau tidak akan mencintai orang yang kedua." Namun...