Sakura pov
Sudah beberapa menit yang lalu sejak aku dibawa ke tempat antah barantah ini, aku sudah sadarkan diri namun tetap memejamkan mataku erat. Enggan untuk membukanya, hanya merasakan pergerakan cakra dari setiap penghuni di tempat yang kuyakini sangat lembab dan dingin, terasa dari ubin yang menjadi tempatku tidak sadarkan ini. Mereka bahkan memperlakukanku seperti seongok daging tak bernyawa, bagaimana mungkin mereka begitu tega membiarkan seorang gadis bermantel basah tergeletak begitu saja di lantai yang dingin? Ah, ya aku ingat, samar-samar aku mendengar mereka mengatakan 'Akatsuki', aish, komplotan bajingan itu! Shannaro–!!!
Kriettt..
Aku kembali menajamkan indera perasaku, merasakan apakah cakranya bisa kudeteksi milik siapa atau tidak. Dan betapa terkejutnya saat kutahu ternyata aku memang pernah mengenal cakra ini sebelumnya!
Ingin sekali aku membuka mataku, tapi keadaan akan semakin runyam kalau aku sampai bertindak tanpa planning–perencanaan. Bisa-bisa hal yang tidak diinginkan terjadi dengan begitu 'mulus'-nya.
"Hn, dia masih tidak sadarkan diri." Samar-samar aku mendengar seseorang dengan cakra yang menurutku asing dan familiar secara bersamaan berbicara tidak terlalu keras dan terdengar begitu dingin. Siapa? Siapa dia? Oh Tuhan!
Brukk..
Deg, jantungku berdetak tidak karuan setelah mendengar benda lain yang dilempar tepat ke sampingku, namun aku tetap mempertahankan diri untuk tetap tidak bergeming. Hingga, saat pintu tertutup aku baru berani membuka mata. Dan, alangkah terkejutnya saat aku melihat ternyata yang tadi dilempar bukan benda, tapi orang! Dan dia–
"Gaara?!!!" Pekikku terlalu kencang. Aku tidak peduli kalau orang-orang yang mengaku dirinya akatsuki mencabik-cabik tubuhku. Fokus utamaku saat ini adalah Gaara, sang kazekage dari desa tetangga sebelah, Sunagakure. Tuhan, kenapa aku bisa sampai tidak menyadari cakra Gaara sebelumnya?
Walaupun tubuhku terasa lemah, aku tetap mencoba merengsek mendekati tubuh Gaara yang tidak sadarkan diri. Begitu sulit untukku sekedar menggerakkan tubuhku, apa yang terjadi denganku? Semakin banyak bergerak, aku merasa cakraku semakin ditekan.
"Akh!" Darah segar mengalir di betisku, ah ternyata aku menggores lantai yang retak dengan menyisakan ujung yang tajam. Perih, tapi seharusnya luka ringan seperti ini tidak berarti apa-apa untukku. Tapi sekarang kenapa? Aku merasa tidak berada dalam tubuhku saja.
Ku tepuk-tepuk wajah pucatnya, seraya menyebut-nyebut namanya. Tapi dia tetap bergeming. Aku takut, sungguh Kami-sama.. aku takut. Ku periksa denyut nadi dari tangan kirinya, perlahan napasku sedikit mereda.
Gaara masih bernyawa.. Setidaknya mereka belum mengambil biju dalam tubuhnya,
Normal pov
"Ha..runo." Sakura kembali membuka matanya yang sempat terpejam, bibirnya begitu kering dan sulit untuk menjawab kata-kata pemuda di sampingnya. Gaara mengerti dengan keadaan gadis ini dari melihat tatapan matanya yang sayu, "ini ambillah." Ujarnya,
Sakura bergeming, dia menatap benda yang ada di tangan kanan Gaara. "Ku.. kunci?" Beonya, mereka sama-sama dalam titik lemahnya sekarang. Seminim mungkin memperkecil pembicaraan karena itu akan banyak menguras tenaga. Helaan napas pelan keluar dari mulut tipis Gaara,
"Kakimu, cakra." Menaikan sebelah alis, apa maksudnya? Dua kata saja? Aku tidak mengerti! Batin Sakura tambah merana, tapi semenit kemudian otaknya berfungsi seperti semula. Dia melihat kunci yang masih tergeletak tidak berdaya di tangan Gaara dan tatapan mata Gaara seolah ingin menelannya hidup-hidup. Sakura menegak air ludahnya memasuki tenggorokan keringnya yang terasa begitu sakit. Kepalanya tertunduk ke belakang kakinya, "ah, kenapa aku tidak menyadarinya." Ucapnya lebih pada bisikan. Gaara menarik sudut bibirnya,
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine
FanfictionBagaimana jika pembantaian klan Uchiha itu tidak pernah terjadi? Uchiha Sasuke selalu ingin mendapatkan apa yang Aniki-nya miliki, perhatian kedua orangtuanya-terutama ayahnya-serta gadis yang menyukai kakaknya itu. Pengumuman pesta tunangan bungsu...