"Maafkan aku, Sakura-chan.." Sakura menatap Naruto dengan tatapan kesal, seraya berjalan menjauhi pemuda akhir tujuh belas tahunan yang kini hanya bisa mengekori di belakangnya.
"Bukankah sudah kubilang ini bukan salahmu, Naruto?" Naruto menggelengkan kepala pirang jabriknya,
"tapi tetap saja, seandainya aku tidak terlambat datang, dan tidak mengejar sosok Uchiha Shisui, mungkin–"
"–sudah cukup Naruto. Sebaiknya sekarang kau kembali saja ke Konoha." Mengepalkan telapak tangannya, Naruto menarik Sakura ke dalam pelukannya erat, Sakura terhenyak, namun dia tidak berontak, membiarkan sahabatnya ini untuk tetap memeluknya.
"Gomenna, Sakura-chan. Tapi, aku tidak akan pulang tanpa dirimu,"
"jangan bercanda! Aku tidak mungkin pulang saat ini. Itachi–"
"–dan Itachi-nii. Kita pulang bersama-sama, Sakura-chan," Sakura memijat pelipisnya, dia lupa kalau sahabatnya ini begitu keras kepala. Satu-satunya yang dapat membuat sahabatnya ini pulang adalah panggilan dari hokage. Jadi, lusa nanti Sakura akan memastikan kalau Naruto sudah dalam perjalanan pulang. Bukannya dia tidak senang Naruto berada di dekatnya, hanya saja, dia akan dalam bahaya apabila berada di Suna. Hal ini akan mempermudah Akatsuki untuk menangkap mereka yang notabane adalah seorang jinchuriki, ditambah keadaan Gaara yang masih belum sadarkan diri setelah satu minggu kejadian penculikan yang dilakukan oleh Akatsuki.
Ya, selama satu minggu ini mereka berdiam diri di Suna. Lebih tepatnya karena efek dari kapsul penambah cakra buatan Sakura, dan juga karena serangan Shisui yang membuat Itachi tidak sadarkan diri hingga saat ini dan Naruto mengalami luka yang lumayan parah. Tetapi, dengan bantuan dari cakra Kurama, Naruto menjadi memiliki proses regenerasi yang cepat, sehingga dalam waktu tiga hari dia sudah sadar lebih dulu diantara yang lainnya. Dan Sakura, kunoichi medis ini terkapar selama satu minggu. Hari ini adalah hari pertama dia membuka kembali emerald-nya.
"Pokoknya apapun yang kau rencanakan, aku tidak akan pulang tanpamu dan Itachi-nii!"
Sakura mengernyitkan alisnya, Naruto melebarkan cengiran khasnya seraya menggaruk belakang kepalanya yang diyakini tidak gatal.
"Err, aku tidak bisa membaca pikiranmu kok!" Sakura mendengus dan memukul pelan bahu Naruto yang hanya dibalut oleh perban dan selembar kaus tipis rumah sakit.
"Baka!"
.
.
=======
.
."Jangan bercanda Sasuke! Apa kau pikir pernikahan itu hanya sebuah acara biasa?!" Menarik sudut bibirnya, Sasuke menatap tajam mata elang sang kepala keluarga Uchiha.
Tidak ada raut wajah tegang ataupun takut yang tercetak di wajah tampannya, dia benar-benar berani dan terkesan begitu serius dengan apa yang sebelumnya telah keluar dari bibir tipisnya.
"Aku tahu Otou-sama. Pernikahan adalah suatu ikatan yang sakral, tentu saja aku 'pun tahu bahwa keluarga Uchiha begitu menjunjung tinggi kesetiaan di dalam sebuah ikatan pernikahan. Jadi, aku berharap tou-sama tidak mempersulit niat baikku untuk meresmikan hubunganku dengan Izumi." Fugaku menghela napas berat, memang dia dan kedua orang tua Izumi berencana untuk menjodohkan kedua anak mereka, namun bukan dengan putera bungsunya.
Sebuah tangan hangat menggenggam tangan kaku lelaki paruh baya yang kini terhenyak karena terkejut, Mikoto menatapnya dengan tatapan lembutnya dan senyuman hangatnya. Seolah mengerti apa yang ada di dalam pikirannya, Mikoto berucap, "katakanlah, anata.." dan pada akhirnya mengalirlah cerita dari Fugaku pada sang putera bungsu,
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine
Fiksi PenggemarBagaimana jika pembantaian klan Uchiha itu tidak pernah terjadi? Uchiha Sasuke selalu ingin mendapatkan apa yang Aniki-nya miliki, perhatian kedua orangtuanya-terutama ayahnya-serta gadis yang menyukai kakaknya itu. Pengumuman pesta tunangan bungsu...