[9] Was I?

4.8K 441 54
                                    

Kami tidak takut kematian tapi takut pikiran tentang kematian. Pikiran tentang kematian lebih menakutkan daripada kematian itu sendiri.

.
.

Napasnya terengah-engah menyusuri koridor rumah sakit tanpa memperdulikan orang-orang yang menyapanya, tanpa memperdulikan teriakan dari lelaki di belakangnya yang kini sama-sama mengatur aliran pernapasan dirongga dadanya.

Gadis itu memasuki ruangan tanpa memperdulikan dua orang anbu Konoha yang berjaga di depan pintu, gerakannya begitu cepat hingga kedua anbu tersebut tercengang di tempat. "Eh?!" Ucap salah satu dari mereka, lelaki lain tidak jauh setelahnya mengikuti jejak si gadis, tanpa menghiraukan kedua anbu yang kini tengah merenggut kesal, "hati-hati, Uzumaki!!" Teriak salah satu anbu dengan luka di wajah sebelah kirinya.

Tatapan mereka bertemu, hitam bertemu hijau, onik bertemu mata emerald yang kini berkaca-kaca setelah hampir tiga bulan akhirnya, "I-Itachi-nii, syukurlah.." Ucapnya sambil terisak, rasa kekesalan memenuhi hatinya, kenapa Itachi sadar di saat bukan dia yang berada di sampingnya? Kenapa Itachi sadar di saat-

"-apa kau tidak merindukanku, murid yang bodoh?!" Tsunade, dia menyesap teh hitam khas desa Suna, ujung bibirnya tertarik ke atas, entah apa maksudnya tapi di mata Sakura itu seperti seringai yang menjengkelkan.

Tsunade mengangkat bokongnya dari sofa tamu yang terlihat begitu nyaman ditempati olehnya, dia menepuk bahu Sakura dan pergi diikuti kedua anbu yang berjaga di depan pintu, "Naruto aku perlu bicara denganmu." Meskipun kesal, Naruto berjalan dengan menyeret-nyeret kakinya, memperlihatkan keengganannya untuk menuruti perintah hokage,

"hai-ttebayo!"

.
.

"Sakura.." Setelah hampir dua puluh menit keheningan melingkupi mereka berdua, Itachi kini bersua dengan suara yang masih serak dan pelan. Sakura berhenti -sok sibuk- dengan papan rekam medis Itachi, "y-ya?" Jawabnya kikuk, Itachi masih memejamkan matanya dengan posisi duduk, punggungnya yang bersandar pada kepala ranjang.

"Aku melihat kelopak bunga Sakura berguguran.." Sakura menaikan sebelah alis, dia ingat kata-kata ibunya, untuk menghadapi orang yang jarang menunjukan ekspresi (seperti Itachi) lebih baik diam dan mendengarkan apa yang ingin di sampaikan oleh orang tersebut. Itachi membuka matanya, menerawang langit malam tidak berbintang di dari jendela kamarnya yang tidak tertutup tirai.

"Berjatuhan dengan kelopak-kelopak bunganya yang seketika berubah sewarna dengan bunga mawar merah." Sakura memasang telinga dan pikirannya dengan matang, tidak membiarkan satu kalimat yang terlewatkan. Itachi melanjutkan perkataannya, "seketika aku menyadari di mana keberadaanku saat itu. Langit dengan awan orange berubah menjadi malam dengan angin yang seperti badai. Aku melihat begitu banyak orang-orang berlarian dengan raut wajah ketakutan, memohon ampunan disertai pekikan tangis. Aku berlari untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi." Itachi diam, Sakura masih belum menangkap apa maksud dari kata-kata yang menurutnya ambigu itu.

Sebenarnya apa yang ingin dia sampaikan? Hening, Itachi tidak melanjutkan kalimatnya. Sakura meraih kedua tangan Itachi yang nampak pucat dan dingin. Mendekapnya dengan kedua tangannya, "lanjutkanlah, Itachi-nii, aku mendengarkanmu." Kali ini giliran lelaki minim ekspresi yang menatapnya dengan dahi mengkerut, dia menatap tangannya yang digenggam erat oleh Sakura tapi hati dan refleks tubuhnya seolah enggan untuk menarik kedua tangannya. Menghela napas, "aku melihat diriku saat berusia tiga belas tahun, dengan seragam anbu yang lengkap termasuk wajah yang tertutup topeng anbuku, membantai orang-orang dari klanku sendiri." Sakura menahan napas, dia mengerti apa maksud Itachi. Apa ini efek dari jutsu terakhir yang digunakan Shisui untuk membuat Itachi terkapar selama nyaris tiga bulan? Dengan cepat Sakura merengkuh tubuh ringkih Itachi ke dalam pelukannya, "mou iie daijoubu, Itachi-nii." Sakura tidak tahu dari mana keberaniannya untuk memeluk Itachi datang. Dia hanya merasa inilah respon terbaik untuk Itachi saat ini.

I'm FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang