Jilid 22

3.3K 55 1
                                    

Demikianlah, bersama Bu Lek Hwesio dan tiga orang hwesio yang menyebut diri Hu-niu Sam-lojin (Tiga kakek dari Bukit Hu-niu) itu, Auwyang Tek segera berangkat lagi ke utara untuk mencari Souw Teng Wi sebagaimana telah dijanjikan oleh Bu Lek Hwesio yang sanggup mencarikan tempat persembunyian pahlawan yang dikejar-kejar dan dianggap pemberontak oleh Kerajaan Beng di Nan-king. Dan pada hari itu mereka tiba di Bukit Tiga Menara tanpa mengetahui bahwa gerak-gerik mereka diawasi oleh sepasang mata bening tajam dari seorang gadis jelita, puteri dari Souw Teng Wi!

Melihat tiga batu karang yang berbentuk menara tinggi sekali itu, timbul kegembiraan hati Auwyang Tek dan ia ingin menguji kepandaian tiga orang susiok dari Bu Lek Hwesio yang mendengung-dengungkan kelihaian tiga orang hwesio itu. Auwyang Tek mengeluarkan sehelai saputangan putih, lalu berkata,

"Aku ingin sekali memancangkan saputangan ini dengan tandaku di puncak menara batu karang ini. Apakah di antiara losuhu ada yang dapat memberi petunjuk kepadaku?"

Hwesio muka merah yang berjuluk Ang Bin Hosiang menjawab sambil berdongak ke atas, "Dapat dilakukan dengan melompat tinggi." Ia memang seorang ahli ginkang yang lihai. Ilmunya meringankan tubuh dan melompat sukar ditandingi dan hal ini sudah didengar oleh Auwyang Tek dari Bu Lek Hwesio, maka ia ingin sekali mengujinya.

"Akan tetapi mana bisa aku melompat setinggi itu! Apa losuhu bisa menolongku memancangkan saputangan ini di atas sana? Tak perlu di puncaknya sekali karena terlalu tinggi, takkan kelihatan orang dari bawah. Cukup di tempat sedikit di bawah puncak." Auwyamg Tek bicara seolah-olah ia tidak sengaja menguji kepandaian orang, padahal tempat yang ia kehendaki, yaitu di bawah pncak, sudah merupakain tempat tinggi yang kiranya tak mungkin dicapai orang dengan melompat saja.

"Pinceng (aku) bisa melompat sedikit, akan tetapi entah bisa mencapai tempat setinggi itu atau tidak, baik dicoba saja.." jawab Ang Bin Hosiang.
Auwyang Tek girang sekali, cepat ia menempelkan telapak tangannya yang terbungkus sarung tangan itu ke tengah saputangan yang segera meninggalkan tanda tapak tangan menghitam. Kain itu telah menjadi hangus di bagian gambar ini. Benar-benar menunjukkan betapa hebat dan berbahaya adanya Hek-tok-ciang!

"Hek-tok-ciang memang hebat dan lihai sekali," kata Ang Bin Hosiang memuji serta mengangguk-anggukkan kepalanya yang gundul kelimis. Kemudian ia menerima saputangan itu dan memasang kuda-kuda, kemudian sambil berseru keras kedua kakinya mengenjot tanah dan tubuhnya melayang ke atas, berjungkir-balik lalu melayang lagi ke atas, demikian sampai tiga kali sehingga ia tiba di depan menara di bagian atas sekali dekat puncak.

Tangannya yang memegang saputangan itu bergerak ke depan secepat kilat dan saputangan itu telah menempel pada batu karang, pinggirnya amblas tertekan oleh tangan hwesio itu yang tubuhnya kini sudah melayang turun kembali seperti seekor burung besar tanpa sayap. Auwyang Tek dan hwesio-hwesio yang lain bertepuk tangan memuji, dan di lereng bukit itu bergema suara tepuk tangan mereka. Lee Ing sendiri bersembunyi sambil mengintai, diam-diam memuji karena perbuatan hwesio itu memang sukar sekali dilakukan dan tak sembarang orang dapat menirunya.

"Di puncak ini ada tiga batu karang seperti menara, baiknya ketiganya diberi tanda. Aku ingin, mengukir telapak tanganku di puncak menara ke dua, entah apakah Oei Bin Losuhu suka menolongku? Aku sendiri melompat takkan sampai, merayap naik aku sanggup sampai ke puncak, akan tetapi sambil merayap tentu saja tak mungkin aku dapat mengerahkan tenaga mengecap pada batu karang."

Hwesio muka kuning tersenyum dan tahulah dia bahwa pemuda putera menteri ini sebetulnya hendak menguji kepandaian dia dan saudara-saudaranya. Ia mengangguk dan hwesio yang tidak biasa banyak bicara ini menjawab singkat,

"Mari kongcu pinceng bawa naik" Setelah berkata demikian, ia berdiri di dekat batu karang ke dua dan memberi isyarat kepada Auwyang Tek untuk berdiri di atas pundaknya. Auwyang Tek agak ragu-ragu karena mana mungkin orang merayap di atas batu karang itu sambil di pundaknya ditumpangi orang lain? Membawa diri sendiri saja sudah amat payah dan harus memiliki Ilmu Pek-houw-yu-cong secara mahir. Ilmu Pek-houw-yu-cong adalah ilmu merayap seperti cecak bermain-main di atas tembok. Akan tetapi karena memang hendak menguji, tanpa berkata apa-apa ia lalu melompat ke atas pundak hwesio bermuka kuning itu.

Pusaka Gua Siluman - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang