Jilid 9

3.9K 61 1
                                    

Dengan penuh ketekunan Lee Ing setiap hari mempelajari ilmu silat peninggalan Bu-beng Sin-kun dan makin lama menjadi makin bersemangat dan gembira karena mendapat kenyataan bahwa ia telah menemukan serangkaian ilmu-ilmu kesaktian yang luar biasa. 

Selain ilmu silat yang gerakan-gerakannya aneh dan lucu namun memiliki daya hebat, juga di situ terdapat latihan-latihan Iwee-kang, peraturan bernapas, membersihkan darah dan tulang dan di pojok ruangan terdapat lukisan lukisan yang merupakan pelajaran llmu Tiam-hiat-hoat (Menotok Jalan Darah) yang luar biasa pula.

Memang tidak mudah mempelajari itu semua tanpa petunjuk seorang guru. Akan tetapi rangka Bu-beng Sin-kun yang berdiri di dalam ruangan ini dianggap guru oleh Lee Ing. Tiap sekali ia menghadapi kesukaran, tidak dapat menangkap arti sebuah jurus silat, ia berlutut di depan rangka Bu-beng Sin kun dan berdoa,

"Suhu, teecu mohon petunjuk suhu......" 

Dan ia lalu bersamadhi di depan rangka ini sampai pikiran dan hatinya menjadi tenang dan terang. Biasanya setelah cukup lama ia bersamadhi lalu menujukan semua pikiran, dicurahkan kepada jurus yang sulit itu, akan terbukalah mata hatinya dan ia akan dapat memecahkan kesulitan mempelajari jurus itu.

Dua tahun kemudian pelajarannya sudah sampai di tengah-tengah dinding ruangan itu. Pada suatu hari, pagi-pagi sekali ia sudah memasuki kamar yang masih gelap Dinyalakannya lilin dan ditaruhnya di atas batu dekat bangku panjang di mana tergolek rangka manusia yang dahulu adalah si gadis Li Lian yang cantik jelita. Mulailah Lee Ing berlatih, membaca semua catatan yang tertulis di atas dinding lalu mempelajari gambar-gambarnya. la meniru semua gerakan gambar yang terlukis di situ, dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan.

Sehari penuh ia belajar, lupa untuk mengisi perutnya, karena yang ia pelajari itu adalah bagian-bagian yang amat menarik hati, la belajar dari pagi gelap, sampai datang malam gelap pula. Dinyalakannya lagi lilin dan Lee Ing melanjutkan latihannya. Sudah habis sebaris lukisan ia pelajari akan tetapi ia tertumbuk kepada kesulitan besar Bangku rangka itu terletak merapat dinding, menutupi sebagian dari pada tulisan keterangan tentang ilmu yang sedang dilatihnya. Betapapun ia memeras otak, tetap saja ia gagal menangkap arti gambar yang kelihatan di dekat bangku rangka itu. Akhirnya Lee Ing takluk dan ia duduk mengaso di atas batu.

"Besok terpaksa harus kubongkar meja itu. Akan tetapi rangka Li Lian bagaimana? Tidak ada jalan lain, paling baik kukuburkan," pikir Lee Ing. la lalu meninggalkan kamar itu, kembali ke kamarnya untuk beristirahat dan makan.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Lee Ing sudah kelihatan bekerja keras, menggali lubang di lantai kamar maut. Cara gadis ini menggali lantai yang terdiri dari batu karang dan pasir, sungguh luar biasa sekali. Gadis ini tidak mempunyai senjata, hanya menggunakan ujung gagang pit ayahnya. Dengan baja kecil ini ia mencokeli batu-batu karang dengan amat mudah, seakan-akan ia menggunakan cangkul mencongkeli tanah lempung berlumpur saja! Semua ini tidak terasa oleh Lee Ing sendiri yang merasa biasa dan tidak ada keanehan apa-apa.

Akan tetapi kalau orang lain yang menyaksikannya, tentu orang akan menjadi heran dan kagum sekali. Tanpa memiliki tenaga dalam yang hebat, tak mungkin orang akan dapat menggali lubang pada lantai sekeras itu, apa lagi kalau hanya menggunakan kuku-kuku jari dan dibantu oleh sebatang gagang pit baja! Tanpa ia sadari sendiri, dalam dua tahun ini Lee Ing telah memperoleh kemajuan yang langka dan sukar dipercaya.

Setelah menggali lubang cukup dalam. Lee Ing menghampiri meja panjang atau bangku itu, lalu berkata, "Li Lian cici. harap kau tidak menganggap aku lancang dan kurang ajar. Selain kau dan bangku ini menghalangi coretan dinding, juga kurasa lebih baik kalau rangkamu ini ditanam, bukan? Asal dari tanah kembali menjadi tanah. Kau mengasolah tenang-tenang cici Li Lian yang buruk nasib."

Ia menggunakan tangan kanan memegangi bangku, tangan kirinya dengan jari tangan diluruskan semua mengibas ke arah kaki bangku dan.... "krakk!" setiap kali ia mengibaskan tangan kirinya, sebuah kaki bangku batu remuk dan patah, empat kali ia mengibaskan tangan kirinya, empat buah kaki bangku itu hancur, tinggal bangkunya Saja yang masih ia pegang. Kemudian dengan hati-hati Lee Ing memondong bangku batu yang kini merupakan papan batu itu, membawanya ke lubang yang digalinya, lalu dimasukkan perlahan-lahan. Rangka Li Lian dikubur tidak di dalam peti melainkan di atas papan batu!

Pusaka Gua Siluman - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang