Ketika mereka menelusuri jalan di antara rumah para budak, Sifra merasa bahwa jalan ini tidak terlalu asing baginya. Dan betul saja. Ternyata laki-laki itu adalah anak dari Tuan Kohath, yang istrinya akan segera melahirkan.
Tangan Jochebed meremas tangan Sifra kuat. Ia merintih dan berteriak. Di depan rahimnya, Puah berjaga. Ketika kepala bayi itu keluar, Puah memandangi Sifra, yang memang dari tadi tidak berhenti memperhatikannya. Sifra bisa melihat dibalik baju Puah ada sebilah pisau tajam yang dia ambil dari perlengkapan bedah. Sifra menundukkan kepalanya dan menangis perlahan.
Bayi itu menangis ketika ia sepenuhnya keluar dari rahim ibunya.
"Bayi ini—laki-laki..." gumam Puah dengan wajah kosong. Ia mencari tempayan berisi air, tapi Amram berkata tempayan ada di ruang belakang. Amram berlari menuju Jochebed dan memeluknya. Mereka tertawa kegirangan, sementara Sifra menangis ketika melihat Puah yang berjalan ke belakang. Sifra ingin menyusulnya, tapi Jochebed menahan tangannya disana.
"Terima kasih, Nyonya—tunggu, kenapa kau menangis?" Tanya Amram.
"Entahlah, aku begitu bahagia melihat kelahiran dari cucu Tuan Kohath..." Sifra menangis lebih keras.
"Kau tidak bisa menipuku, Nyonya. Aku adalah perempuan, sama sepertimu. Tangisanmu bukanlah tangis bahagia, tapi tangis getir dan pahit. Aku ingin bertanya sekali lagi. Ada apa denganmu, Nyonya? Mengapa—bila kuperhatikan—kau mulai menangis ketika kau melihat bayiku keluar dari rahimku menghadap ke atas? Itu bayiku, dan aku perlu tahu alasanmu mencucurkan air mata..." tanya Jochebed.
"Begini, sebenarnya kami mendapat sebuah..." Sifra terdiam ketika melihat Puah kembali, dengan tangannya penuh darah—tanpa bayi itu. Ia tak percaya, Puah sudah membunuh anak itu? Apakah ia benar-benar tega melakukannya? Kalau memang ia sudah membunuh bayi tak berdosa itu, untuk apa ia menunjukkan diri di hadapan kedua orang malang ini, dan apa yang harus aku katakan kepada mereka? Apakah aku harus lari sekarang?
Tapi dari belakangnya seorang anak gadis kecil berlari menggendong anak bayi itu, sudah bersih dan sudah diselimuti dengan kain hangat. Ia dengan semangat memberi bayi kecil itu kepada ibunya.
"Teruskan, Nyonya," Tanya Jochebed, yang sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi di antara Puah dan Sifra. Sifra—setelah mengambil beberapa detik napas yang dalam dan terdiam cukup lama—pun menceritakan semua kepada Jochebed dan Amram, semua yang diperintahkan Firaun kepadanya. Jochebed dan Amram terkejut. Mereka tidak percaya. Amram menyuruh Aaron dan Miriam untuk bersembunyi di rumah kakek mereka dan membawa bayi kecil itu.
"Tidak! Tidak! Justru inilah yang ingin kami katakan kepadamu. Kami tahu tentang TUHAN Yang Mahatinggi. Kami menghormatinya lebih dari pada Firaun. Kalian bisa percaya pada kami. Bukan begitu, Puah?" Sifra berusaha meyakinkan kedua budak itu.
"Benarkah? Darimana kalian tahu mengenai TUHAN kami?" Tanya Jochebed.
"Tuan Kohath, kakakmu. Ia memberitahu kami ketika kami masih kecil. Dan setiap kali kami bertemu dengannya, ia selalu membawa TUHAN ke dalam pembicaraan kami—kurasa itu yang membuatnya berbeda dengan budak-budak lain yang selalu membicarakan tentang bawang, daging burung puyuh, rempah-rempah, dan makanan lezat dari Pithom..." jawab Puah.
"Tapi satu hal aku minta dari kalian, jangan beritahu hal ini kepada para budak yang lain. Aku tidak ingin mereka kehilangan kepercayaan terhadap kami. Kalian harus tahu, bahwa kami memberanikan diri kami melawan Firaun; dan kami butuh bantuan kalian untuk menutup mulut terhadap semua hal yang telah kuberitahukan kepada kalian." Kata Sifra setengah berbisik.
"Terima kasih..." kata Jochebed perlahan. Miriam memberikan adiknya yang baru lahir itu kepada ibunya.
"Satu lagi..." kata Puah. "aku memberikan ini sebagai tanda bahwa aku mengharapkan sesuatu yang besar dari anak ini. Di belakang tadi, aku mengenakan ini ke pergelangan tangannya..." Puah memegang tangan kanan si bayi kecil dan di sana ada benang berwarna merah padam yang telah disulam sederhana menjadi gelang. "Seseorang memberikan kepada kami, di persalinan pertama yang kami bantu di Goshen. Aku harap ia bisa tumbuh besar menjadi seseorang yang—entahlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crimson Bracelet
Historical FictionKisah yang belum pernah diangkat sebelumnya mengenai 2 wanita yang menyelamatkan hidup seorang bayi yang akan menjadi pemimpin besar. Telusuri kisah persahabatan dua gadis Mesir melewati perbudakan yang kejam, kisah cinta yang rumit, sampai konspi...