1. Gadis Kecil dan Temannya

334 12 0
                                    

"Kau harus membantu ibu, kau tahu? Kumpulkan papirus ini. Hari-hari ini banyak sekali orang yang membutuhkannya. Kita bisa membuat keranjang dan berbagai keperluan dari ini. Para pejabat dan Sekretaris istana akan membeli ini dari kita untuk mencatat hal-hal kenegaraan—jangan hanya termenung, anakku! Banyak pekerjaan menanti kita, dan uang yang siap untuk masuk ke dalam perbendaharaan kita!—Demi Osiris dan Thoth!" sang Ibu menasihati si Gadis kecil yang sedari tadi memperhatikan burung-burung pipit yang terbang di tepian sungai Nil.

"Ibu mengapa kita tidak memiliki sayap seperti para burung itu?" Tanya si gadis.

"Entahlah, itu yang ditentukan para dewa untuk kita. Kalau kau mau, kau bisa menanyakannya langsung kepada Dewa Horus—atau Dewa Month. Lagipula, kalau kau terus menanyakan hal yang tidak masuk akal, kau tidak akan ibu berikan makan malam malam ini—" perkataan sang ibu terpotong oleh seorang anaknya yang lain.

"Ibu! Kakak terserang asma! Ia tidak bisa bernapas! Cepat kemari dan lihat keadaannya!" sang ibu tidak lagi menghiraukan papirus yang dikumpulkannya sejak pagi. Si gadis kecil pun berlari mengikuti ibunya.

Putri sulungnya, merupakan anak yang (saat ini) terpenting dalam keluarga mereka, karena mereka sedang menanti kedatangan seorang bayi laki-laki darinya, dan ini merupakan cucu pertama bagi sang ibu.

Ketika ia masuk ke rumah, putrinya yang hamil tua itu berbaring tidak berdaya di pembaringannya.

"Anakku," katanya kepada putri bungsunya, "cepat ambil bawang putih dan kelopak bakung, juga bunga teratai! Aku harus menyembuhkan kakakmu!"

Si gadis kecil mengambil semua yang diperintahkan oleh ibunya, dan membawa kesemuanya itu ke hadapannya. Sang ibu meracik ramuan dengan gesit meramu semua bahan. Ia mengompres dada putri sulungnya dengan semua bahan yang sudah ditumbuk sampai halus dengan air, dibungkus dengan kain lenan.

"Aku sudah katakan padamu, Merris! Kau tidak boleh mendekat pemukiman para budak di Goshen! Mereka hanya membawa sial kepada kita!"

"Aku hanya berkunjung ke rumah temanku, dan ia bukan kaum budak, walaupun memang rumahnya di dekat daerah itu..."

"Kau terlalu keras kepala, Merris..." kata ibunya sambil terus memijat telapak kaki anaknya. Di saat yang bersamaan para pelayan kesehatan datang ke rumah mereka. Beberapa mengobati Merris sedang yang lain membaca mantra kepada Imhotep. Mereka mengambil alih perawatan, sementara sang ibu hanya bisa menangis dan menutup mulutnya. Si gadis kecil melihat semua itu melalui mata mungilnya dan terekam dengan kuat di dalam ingatannya.

Keesokan harinya, Para Imam dari Heliopolis berkunjung ke rumahnya untuk mengadakan upacara penguburan, di mana Dewa Kematian datang dan membawa Merris ke Akhirat. Sementara anaknya, cucu pertama dalam keluarga itu selamat, walau dalam keadaan yang sangat lemah. Nasib anak itu memang sangat malang. Di hari kematian ibunya, ayahnya yang masih muda, pergi meninggalkan bayi kecil itu dan pergi ke Hermopolis dan belakangan mereka mendengar bahwa laki-laki itu menikah lagi dengan wanita lain, dan mereka tidak pernah lagi mendengar kabar apapun darinya.

Dengan kemalangan seperti ini, bayi ini memang terlalu kecil dan rapuh untuk menghadapi dunia besar di hadapannya. Dan belum seminggu usianya, ia terserang malaria, dan kemudian meninggal.

Si gadis kecil melihat ibunya duduk termenung dengan tatapan kosong. Air mata sudah kering dari matanya yang tua, tapi bekasnya tetap ada karena ia enggan untuk menghapusnya. Seseorang mengetuk pintu dan dari sana masuk seorang pria paruh baya. Badannya membungkuk dan di kakinya banyak luka-luka, sebagian bernanah. Ia adalah seorang mandor yang mempekerjakan para budak yang saat ini sedang membangun kota Pithom. Di sini si gadis kecil tahu apa yang harus ia lakukan. Ia berlari kepada pelayan-pelayannya di dapur untuk memanggilkan para tabib.

The Crimson BraceletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang