15. Surat Dari Puah

84 5 0
                                    

Yang terkasih, Sifra.

Aku menulis surat ini dari antara pilar-pilar istana Firaun di Memphis. Kau pasti bertanya bagaimana aku bisa ada disini. Yah, aku sendiri terheran-heran bagaimana jalan takdir-atau TUHAN-bisa membawaku sampai aku berada di sini. Untuk itulah aku menulis surat ini.

Sesampaiku di Akhnatis, Osorkor menyarankanku untuk mencari pekerjaan yang tidak akan terlalu melelahkanku-kau tidak perlu khawatir, Sifra, Osorkor adalah pria yang baik, ia menjagaku dengan sangat baik-sehingga keluarganya di Akhnatis menyarankanku untuk mendaftar sebagai dayang-dayang kerajaan di Memphis. Aku diterima dan ditugaskan untuk menjadi dayang-dayang bagi Putri Hatshepshut. Tapi itu hanyalah permulaan cerita yang sesungguhnya.

Beberapa bulan lalu, keadaan di istana sangat kacau balau. Firaun mengguntur dari tahtanya. Semua pejabat tinggi Mesir kelabakan menghadapi geramnya. Aku mencuri dengar apa yang mereka bicarakan karena aku harus selalu berdiri di samping Putri Hatshepshut. Ah! Dan aku cukup terkejut prajurit level rendah itu, Khendjer, dia kini seorang Penasihat Kerajaan!

Inti dari yang mereka bicarakan waktu itu adalah betapa Firaun geram terhadap rencana pemberontakan untuk menggulingkan dinasti Ahmose-segala omong kosong politik itu. Aku terus menundukkan kepalaku, berusaha tidak melihat ke arah mereka atau Khendjer bisa mengenaliku.

Saat itu Khendjer berbicara kepada Firaun-aku tidak bisa mendengar apa yang ia katakan, tapi setelah itu dengan amarah yang kuat Firaun menitahkan pemberian persembahan kepada Dewa Sungai Nil, yaitu bayi laki-laki para budak supaya para dewa berkenan mengokohkan kedaulatannya, dan budak-budak Ibrani itu tetap di dalam kekuasaannya.

Aku tidak terlalu mengerti istilah politik yang mereka gunakan, Sifra, lagipula aku berdiri cukup jauh, tapi aku juga mendengar, Panglima Besar yang menggantikan Tefnakht berdiri mendekat dan melaporkan bahwa musuh kerajaan mendekat dari utara. Kerajaan Mesopotamia. Yang jelas hari itu, Firaun sangat ketakutan akan kehilangan kerajaannya.

Di kediamannya, Putri Hatshepshut mengajak kami dayang-dayang berdiskusi. Ah tidak, bukan tentang politik atau apapun yang ditakuti ayahnya Firaun Thutmose. Ia menanyakan rempah-rempah apa yang terbaik untuk perawatan kulit. Dan kau tahu? Aku menasihatinya untuk membeli kelopak bakung dan mawar gurun-seperti mandi susu yang kita lakukan di Pithom!

Putri juga membahas tentang pernikahan. Ia gugup karena Firaun ayahnya sudah mempertunangkan dia dengan seorang pangeran dari Selatan-seseorang yang tidak dia kenal. Katanya pernikahan ini untuk memperkuat hubungan dagang dan politik kedua kerajaan. Ia tidak ingin menikah, tapi ia ingin memiliki seorang bayi, karena mimpi yang ia dapat beberapa hari terakhir. Satu mimpi yang membuat juru tenung kerajaan berkumpul dan membakar dupa di sisi kanan dan kiri tempat tidurnya.

Ia bermimpi berdiri di pinggir sungai Nil di suatu malam, bulan purnama begitu terang bersinar sehingga malam itu bukannya gelap, tetapi cahaya keabu-abuan berpendar di semua benda yang ia lihat. Kemudian dari Bulan Purnama itu turun seorang bayi yang memeluknya dan memanggilnya ibu.

Setelah ia menceritakan mimpi itu kepada juru tenung, mereka memerintahkan kami untuk selalu mendampinginya mencari petunjuk dan petuah di pesisir Sungai Nil. Kami membawanya ke tempat dimana keluarga kerajaan sering turun untuk mandi, tapi Putri Hatshepshut bersikeras disitu bukan tempatnya. Kami cukup kewalahan harus mengikutinya berjalan ke arah utara, dan menyusuri Sungai Nil terus ke arah Mesir Bawah.

Berkali-kali kami berhenti karena Putri tiba-tiba berdiri dan menatap ke langit. Ia mengatakan 'bukan disini. Di mimpiku harusnya di seberang sungai ada dua pohon kurma di sana dan satu pohon murad di sebelah sini, ayo berjalan lagi.' Atau dia berkata 'di dalam mimpiku pinggiran sungainya penuh dengan gelagah, bukan tanah lempung begini!'

Ketika matahari hampir terbenam hari itu, Putri berdiri, menutup matanya dan mengucapkan doa. Aku menatapnya lekat, ketika ia mulai membuka matanya, ia tersenyum dan berkata, 'disini...' aku bertanya kepadanya apakah kita perlu bermalam disini supaya aku mengirim pesan kepada pasukan untuk mengirim pengawal bagi kami disini. Ia tidak menjawab dan hanya tersenyum melihat ke seberang sungai. Aku dan dayang-dayang yang lain berdiri di sisinya dan melihat-tempat itu persis seperti yang ia gambarkan; ada pohon kurma dan pohon murad, lalu penuh dengan gelagah baik di sisi sungai sebelah sini maupun seberang sungai.

Dan aku melihat-oh aku tidak tahan menulis bagian ini, Sifra! Aku melihat sebuah keranjang papyri yang mengapung di sela gelagah di seberang sungai. Aku tidak menunda sedetikpun untuk turun ke sungai dan mengambil keranjang itu ketika Putri menunjuk ke keranjang itu. Aku baru menyadari sungai itu bisa saja dipenuhi dengan buaya yang siap menerkamku kapan saja-tapi entah bagaimana aku tidak menghiraukannya! Aku masuk ke sela-sela gelagah dan menyeberangi sungai, mengangkat keranjang itu diatas kepalaku dan membawanya ke hadapan Putri Hatshepsut.

Matanya berkaca-kaca ketika ia membuka keranjang itu-seorang bayi laki-laki Ibrani-dan bukan bayi laki-laki biasa, Sifra! Itu bayi bergelang kirmizi! Bayi laki-laki yang aku-kita selamatkan! Aku nyaris menangis sukacita di depan sang putri, tapi aku menahan mata dan hatiku dari menunjukkan seberkas petunjuk bahwa aku mengenal bayi itu.

Ceritanya tidak berakhir disitu, Sifra. Meskipun sore itu Tuan Putri menyumpahi kami para dayang satu per satu untuk tidak memberitahu siapapun bahwa sang putri menemukan bayi laki-laki Ibrani di Sungai Nil, kabar itu merebak dan sampai di telinga Firaun. Hal itu berpengaruh kepada Pangeran dari selatan yang membatalkan pernikahan mereka karena menuduh Putri Hatshepshut mencemarkan ranjangnya dan tidur dengan laki-laki lain sampai ia memiliki anak.

Saat Putri Hatshepshut disidang oleh ayahnya sang Firaun, aku berdiri disampingnya menggendong bayi laki-laki Ibrani itu. Para Juru Tenung dan ahli sihir, sambil membakar dupa dan membaca mantra-mantra, membela sang putri dengan menceritakan mimpi yang Putri Hatshepshut dapatkan beberapa waktu yang lalu. Mereka yakin ini adalah tanda dari para dewa, yang sudah menerima korban yakni bayi laki-laki para budak yang dipersembahkan di sungai Nil. Firaun berdiri dari tahtanya dan meminta agar bayi itu dibawa mendekat. Putri Hatshepshut mengambil bayi itu dari gendonganku dan membawanya sendiri ke hadapan Firaun.

Aku bisa melihat Firaun mengeluarkan belati bergagang gading dan menggenggamnya dengan kedua tangannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Putri Hatshepshut mendekat dan menatap lurus ke mata Firaun. 'Ahmose', kata sang Putri. Aku bisa melihat Firaun keheranan mendengar kata yang keluar dari mulut putrinya. 'kau mendengar apa yang aku katakan', begitu kata sang putri. Aku mengakui ia putri yang sangat berani.

'Dewa Bulan, Ahmose, memberi petunjuk ini kepadaku melalui mimpi' aku hafal bagian ini, Sifra, kata demi kata! 'bahwa ia akan mengembalikan kejayaan Dinasti Ahmose melalui bayi yang aku temui sedang berkelana di sekujur Sungai Nil. Apa yang kau takuti, yaitu kerajaan yang akan diambil dari tanganmu, kekuasaanmu yang akan ditaklukan, dan lepasnya para budak yang jumlah besarnya membangun kerajaan ini, akan ditiadakan oleh bayi ini, Ahmose II!' Firaun menurunkan belatinya, dan menggendong bayi itu, dan menerimanya sebagai keluarga kerajaan.

Dari situ aku tahu bahwa Putri Hatshepshut memberi nama bayi bergelang kirmizi itu Ahmose II, tapi kemudian ketika sidang selesai dan kami kembali ke kediaman Putri, ia berterusterang bahwa 'Ahmose' adalah nama yang payah. Ia lebih memilih memanggil bayi ini 'Mose' tanpa membawa nama dewa Ah di depannya.

Aku sering bertemu Jochebed, tapi aku meminta dia untuk merahasiakan bahwa kami pernah bertemu satu dengan yang lain. Aku sering memberinya makanan dan minuman untuk Amram dan kakak-kakak Mose, Aaron dan Miriam yang sering datang berkunjung melihat adik mereka.

Hari ini, Mose sudah disapih, dan hari ini juga merupakan hari terakhir kunjungan Jochebed ke Memphis. Itu sebabnya aku menulis surat ini dan menitipkannya kepada Jochebed agar dia memberi surat ini kepadamu.

Aku sudah mendengar pernikahanmu dengan Hur. Aku tahu dia pria yang baik dan kau layak mendapatkan pria sebaik dia. Selamat berbahagia dan semoga kalian mendapatkan banyak anak!

Sampaikan salamku juga untuk Hulda. Benang rajutannya tertinggal dalam keranjang papyri itu, dan aku mengetahuinya karena namanya tertulis disitu, Hulda binti Manasseh. Aku melanjutkan rajutannya untuk membuat selimut untuk si Bayi Kirmizi, Moshe, Pangeran Mesir.

TAMAT

The Crimson BraceletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang