Sepuluh

18.7K 930 41
                                    

Vino POV

Mobil berhenti didepan rumah mewah milikku. Hari sudah petang. Suasana rumah nampak sepi. Aku langsung masuk kedalam menemukan rumah sepi. Disana ada seorang pembantu yang membawa nampan berisi segelas air dan obat obatan. Aku langsung mengambil alih nampan yang akan di antar ke kamar mama.

Aku membuka pintu setelah meletakkan jas kerja sembarang di ruang tengah. mendekati mama yang duduk di kursi roda menatap pemandangan luar jendela.

"Ma"

Mama menatapku intens, aku mendekatinya, meletakkan nampan dimeja dekatnya.

"Saatnya minum obat ma"

Sudah hampir tiga tahun ini mama lumpuh akibat kecelakaan mobil. Papa meninggal seketika saat kecelakaan itu dan mama lumpuh, aku hanya luka ringan. Saat itu malam hari di jalan yang berliku. Kami dalam perjalanan menuju rumah nenek dan tanpa diduga ada truk didepan yang oleng yang menabrak mobil kami.

Setiap harinya mama memang mengkonsumsi obat obatan, ada masalah di jantungnya yang menyebabkan dia harus mengkonsumsi obat sejak dua tahun terakhir.

"Bosen Vin"

Aku menghela nafas lalu mendekati mama. Mengelus rambut mamanya, "kalau mama ga mau minum obat ntar kambuh lagi ma"

"Bukannya itu bagus? Mama jadi tak merepotkanmu"

"Mama, aku tak akan membiarkan mama kambuh selama aku hidup ma, sekarang minum obat ya?"

Aku mengambil beberapa obat dan memberikan padanya lalu membantunya minum. Tak lama kemudian dia mulai mengantuk, aku membawanya ke ranjang agar mulai istirahat.

Sudah dua tahun terakhir mama mengkonsumsi obat obatan. Kasian juga dia tiap hari minum obat, pasti rasanya tidak nyaman. Aku mengelus pucuk rambut mama lalu mencium keningnya. Aku akan selalu ada untukmu ma.

Aku kembali teringat pada Viona. Aku harus segera menghubunginya. Selama ini dia tak pernah tau profesiku yang sebenarnya. Mungkin yang dia tau aku hanya koki di caffe Green. Caffe itu memang milikku, aku bangun sejak aku SMA, aku sangat ingin memiliki caffe sehingga papa membuatkan caffe sebagai hadiah ulang tahunku saat itu.

Aku meninggalkan kamar mama menuju kamarku sendiri, mengambil smart phone lalu menekan call pada nama Viona. Nyambung tapi tetap tidak di angkat. Aku mulai takut, aku takut Viona marah padaku. Aku tak ingin jerih payahku sejak mendekatinya akan hilang tanpa bekas setelah Viona tau ini semua. Aku tak pernah bermaksud berbohong karena memang dia tidak pernah bertanya padaku jadi aku akan mencoba tenang dan mungkin aku akan mengunjungi Viona di apartemen miliknya.

Sekarang sudah pukul 8 malam, pikiranku berputar putar pada kejadian tadi siang. Dia sangat cerdas, mampu menjawab berbagai pertanyaan yang menyudutkannya. Berbeda dengan Viona yang selama ini aku lihat. Viona yang kesepian. Aku mengambil jaket dan bergegas ke mobil yang terparkir cantik didepan rumah. Aku akan melihat kondisi Caffe, walaupun ada Diva yang mengelola mewakiliku tapi aku sering datang kesana sekedar melihat tamu atau membuat cake. Ah ya, aku memang pintar membuat berbagai macam cake, aku juga pintar masak sejak aku SMP.

Caffe lumayan ramai, aku melihat Diva sedang bebicara dengan tamu di meja ujung. Pandanganku terpusat pada meja dekat jendela, Kalva. Dia melambaikan tangan ke arahku, aku menghampirinya, duduk di depannya. Tumben Kalva datang kesini, dia jarang datang sejak mulai mengurus perusahaan Ayahnya. Katanya sih Ayah tiri, tapi mereka terlihat sangat akrab sehingga banyak yang tidak menyangka kalau Richard adalah ayah tirinya.

"Hai, sudah lama?"

"Lumayan"

"Sendiri?"

"Ya"

VionaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang