Lima Belas

17.7K 819 6
                                    

Haikal POV

Sekian lama aku memendam rasa bersalah. Mungkin sudah saatnya aku minta maaf. Walaupun minta maaf bukanlah diriku tapi aku sadar disini akulah yang salah. Semua berawal dari diriku, sekian lama aku merenung dan aku sadar, aku adalah penyebab kekacauan ini. Walaupun aku ingin Viona menjadi pendampingku namun aku akan menekan itu semua demi kebaikan bersama.

Akankah dia memaafkanku? Bahkan aku tak pernah berfikir minta maaf pada siapapun tapi kenapa aku ingin minta maaf ke Viona? Melihatnya yang sangat berubah membuatku sangat bersalah. Mungkin ini memang jalan terbaik. Meluruskan semuanya demi kepentingan bersama. Aku tak ingin hidup dalam penyesalan.

Malam ini aku akan menemuinya, mungkin sambil menunggu malam aku akan ke caffe aja. Caffe Green sepertinya terlihat nyaman. Beberapa kali aku melewati caffe ini namun tak pernah berfikir untuk mampir.

Baru beberapa langkah memasuki Caffe sebuah suara tak asing dipendengaranku. Menyeruak masuk ke otak sampai hati. Tanpa melihatnyapun aku tau, itu suara adikku. Ya sekarang aku menganggapnya adikku. Bukan lagi gadis incaranku. Semua ini lebih baik. Mungkin.

Disana, Viona duduk memegang gitarnya menyanyikan lagu yang aku kenal. Sudah lama aku tak mendengarnya bernyanyi. Jadi dia sering bernyanyi disini atau hanya kebetulan?

Dulu.. Ya Dulu sekali, dia sering bernyanyi dengan Kalva. Aku memang selalu menampakkan ketidaksukaanku saat dia bernyanyi, tapi dia tak tau kalau aku sangat menikmati suaranya, bahkan aku diam diam mendengarkannya saat dia bermain gitar sendirian ataupun bersama Kalva. Mereka tak pernah menyanyi didepanku karena aku selalu bilang suara mereka jelek dan membenci mereka. Itu bukan karena suara mereka, suaranya sangat indah. Aku hanya cemburu karena Viona lebih dekat dengan Kalva dibandingkan denganku. Apakah ada yang mau bilang bahwa aku egois? Well aku tak peduli. Aku hanya ingin menikmati apa yang aku inginkan.

Aku duduk di meja tak jauh dari panggung menghadap kejendela. Walaupun aku tak melihat panggung dimana Viona berada tapi aku sangat menikmati suaranya yang bersenandung lembut diiringi petikan gitar yang merdu. Dan aku putuskan akan berbicara sekarang dengannya.

Suaranya berhenti dan tepuk tangan menggema diruangan ini. Seseorang meletakkan cangkir Moca yang aku pesan tadi. Dia berbalik dan aku mencegahnya.

"Kamu.."

"Iya, ada yang bisa dibantu?"

"Panggilkan Viona kesini. Kau pasti kenal dia kan?"

"Oh.. Ah baik"

Lama aku menunggu. Kenapa orang itu lama sekali sih?

Beberapa menit kemudian aku merasakan seseorang menghampiri, tepat disebelahku kini berdiri Viona yang nampak terkejut melihatku, namun ekspresinya kini berubah menjadi datar dan dingin. Sebegitu bencikah dia padaku? Ya aku memang pantas dibenci kan?

"Hai.. Aku ingin bicara "

"Untuk apa?"

Aku harus menyelesaikan ini semua sekarang. Ga ada lagi kata besok.

"Duduklah"

Dia mendengus tapi tetap melakukan perintahku. Duduk didepanku dengan wajah sama 'tanpa ekspresi apapun' aku tak tau apa yang gadis ini pikirkan, sangat sulit untuk ditebak. Jika dulu wajahnya selalu nampak senyuman kini tak ada senyum sedikitpun dibibirnya.

"Bagaimana kabarmu?"

"Langsung ke inti aja, ga pake basa basi"

Ngeselin juga nih anak. Aku minta baik baik malah dianya gini. Ya sudahlah, sesuatu yang sudah diawali harus segera diakhiri.

VionaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang