TwentyFourth: Birthday Song

1.4K 75 0
                                    

                 
SUDAH 3 hari Audy terkapar lemah tak berdaya di rumah sakit mewah ini dalam keadaan koma, yang justru membuat rasa bersalah semakin menenggelamkan Joanna. Disini lah dia, di samping tubuh Audy yang selalu ia datangi setiap harinya.

Tubuh yang tidak pernah menolak untuk menolongnya. Sambil sesekali menangis, Joanna menatap wajah tenang Audy lurus-lurus. Kedua tangannya mendekap erat tangan lemas milik Audy, yang hingga saat ini tak kunjung juga bergerak untuk sekedar memegang tangannya kembali. Ia rindu tawa dan candanya.

Lain pada Audy yang sedang ter-ombang-ambing di luar kehidupan nyatanya, ia berdiri dalam sebuah ruangan yang sunyi dan damai, ruangan serba putih sendirian. Ruangan itu juga sudah membuatnya melupakan segala hal dalam kehidupan nyatanya. Sekelebat kenangan bersama Ibunya pun muncul.

"Audy jagoan-nya Mommy," Ibunya tersenyum seraya mengelus rambut Audy kecil dengan penuh kelembutan, "Jangan nangis ya, sayang. Audy kan kuat." lanjut Ibunya pada Audy kecil yang sesenggukan menahan sakit karena kakinya luka sehabis jatuh dari sepeda kecilnya.

"But—Mom, kaki Odey atit." balasnya dengan logat campuran inggris dan pelo khas anak berumur 4 tahun.

"It's okay, sayang. Kalo dari kecil kamu udah kuat, pas udah gede nanti kamu akan lebih kuat lagi kayak superhero." ada jeda, "Walaupun Mommy nggak ada di samping kamu kayak sekarang, kamu harus tetap jadi jagoan Mommy. Oke?"

"Oke. I'm promise, Mommy!" Audy memeluk Ibunya dengan erat, "Odey sayaaang banget sama Mommy." lanjut anak kecil tampan itu membuat Ibunya meneteskan air mata, saat itu Audy sama sekali tidak menyadari bahwa Ibunya sedang menangis di pelukannya.

Tapi, Audy tak mengerti mengapa Ibunya itu menangis? Ia tak mengerti mengapa Ibunya meninggalkannya di saat ia ulang tahun yang ke-5, mengapa saat itu Ayah dan Ibunya memberikan kado yang spesial kepadanya dengan cara bertengkar di hadapan anaknya sendiri.

Setelah Ibunya pergi, Audy menjadi anak yang nakal dan selalu membangkang kepada Ayahnya.

Ia tak ingin hari ulang tahunnya di rayakan lagi setelah ulang tahun terakhirnya yaitu ulang tahun pada saat umurnya yang ke-5 tahun. Karena baginya, hari tersebut adalah hari yang tersial dalam hidupnya. Hari dimana Ibunya pergi meninggalkannya tanpa jejak sedikitpun. Ia sama sekali tidak membenci Ibunya, ia hanya membenci Ayahnya. Sampai detik ini juga.

"Audy, jagoannya Mommy." panggil Ibunya pada Audy yang langsung tersadar dari sekelebat kenangan kecilnya itu. Manik matanya membelalak tak percaya bahwa saat ini ia memang bertemu dengan Ibunya di alam bawah sadarnya ini.

"Mommy, is that you? Is it real or is it only my imagination?" tanya Audy menatap Ibunya dengan manik mata yang berkaca-kaca.

"Susah sih ya, mau di bilang ini asli atau bukan. Intinya, Mommy disini bicara sama kamu secara langsung tapi bukan di real life, Nak." ada jeda, "Anak Mommy udah gede ya sekarang."

"Mommy, Audy kangen banget sama Mommy."

Cantika tersenyum seraya menyuruh Audy untuk segera merengkuhnya ke dalam pelukannya itu, "Mommy juga kangen banget sama anak Mommy satu-satunya." balas Cantika mendekap Audy erat-erat. Audy bisa merasakan bahwa ini bukan hanya sekedar mimpinya saja, ini benar-benar nyata. Kehangatan tubuh Ibunya itu juga seperti di salurkan kepadanya. Hanya rasa aman dan nyaman yang ia rasakan kali ini.

"Audy nyariin Mommy dari dulu, tapi Mommy nggak pernah muncul di depan Audy lagi." ada jeda, "Apa jangan-jangan Mommy udah—"

"Mommy masih hidup, Nak." ada jeda, "Kita bisa ketemu kayak gini, karena Mommy rasa kita sekarang  sama-sama mengalami koma."

Destiny [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang