Tekan bintang dulu yuk!!! :)
Vote-juseyo~~
.
.
Jungkook POV
Ada yang mengatakan jika seorang pria di larang keras menangis di depan orang lain. Dulu, aku setuju dengan itu dan berhasil menjalankannya dengan baik. Menjadi sosok dingin untuk menyembunyikan segala perasaan.
Usiaku baru delapan tahun saat ayahku meninggal. Tujuh bulan berlalu dan ibuku telah merencanakan pernikahannya bersama pria lain. Aku umarah! Disaat perasaanku masih kelabu, ia justru berencana bahagia dengan orang lain. Selama hampir dua tahu aku tak bicara pada wanita yang melahirkanku tersebut. Sebagai bentuk protes bahwa aku masih tak menerima pria lain sebagai pengganti ayahku.
Hari-hari tanpa sosok ibu itulah, kepribadian dinginku terbentuk. Satu-satunya orang yang dekat denganku saat itu hanya paman Lee. Pria tua yang merupakan supir pribadi ayahku dulu. Seorang pria yang hidup sebatang kara tanpa keluarga. Dia yang meyakinkanku bahwa apa yang ibuku lakukan adalah untuk melindungiku. Dia orang yang sangat aku percayai di dunia setelah ayahku meninggal. Tapi membutuhkan waktu dua tahun baginya untuk membuatku percaya bahwa ibuku berkorban untuk melindungiku.
Dan pada akhirnya aku mengerti. Mengapa ia menikah dengan pria lain di bulan ke tujuh ayahku meninggal. Semua itu ia lakukan untuk melindungi perusahaan. Untuk melindungi aset masa depan untukku. Ia membutuhkan pria itu untuk mengurus sementara perusahaan milik ayahku.
Tapi sejak awal aku tak menyukai pria itu. Sebaik apapun sikapnya padaku, tetap tak bisa membuatku melunak dihadapannya. Entah kenapa, aku melihat pria itu seperti menyembunyikan banyak hal. Dari tatapan matanya, sudah jelas terlihat ada misteri tersembunyi dalam dirinya.
Aku tidak pernah suka jika dia ikut campur dalam kehidupanku. Mengatur hidupku seolah aku adalah tanggung jawabnya. Dia mungkin menikahi ibuku, tapi dia tidak akan pernah bisa menjadi ayahku. Dan mengetahui bagaimana dia ikut masuk dalam hubungan percintaanku, membuatku semakin geram terhadapnya.
" Sementara pakai ini saja "
Aku mendongak, menatap seorang pria bermata tajam yang tengah menyodorkan sepasang pakaian kering. Aku menerimanya, memasang senyum tipis dan mengucapakan terima kasih.
" Gantilah di kamar mandi dekat dapur. Yeri sudah menyiapkan air hangat di sana "
Aku mengangguk dan berjalan ke arah dapur. Ini kali kedua aku memasuki area dapur rumah ini. Rumah yang jauh lebih kecil jika dibandingkaan dengan kediaman keluargaku. Suasana yang tercipta juga jauh berbeda, meski sederhana di rumah ini lebih nyaman dari bangunan mewah yang ku sebut rumah itu.
Aku membuka pintu kamar mandi dan masuk dengan sedikit menunduk. Pintunya tak cukup tinggi untukku bisa melangkah sesuka hati. Ruangan kecil yang hanya berisi closet dan shower tanpa bak mandi. Sebuah cermin kecil yang tertempel di dinding dengan washtafel di bawahnya. Air hangat yang Yeri siapkan tertampung oleh ember berukuran sedang yang di letakkan di bawah shower. Sungguh jauh berbeda dengan kamar mandi rumah ataupun apartmentku.
Jadi, apa hanya karena perbedaan seperti ini bisa menjadi masalah besar bagi pria itu?!. Rumah sederhana yang tak bernilai jika dibandingkan dengan mansion mewah yang ia tempati. Sepeda butut yang akan hancur saat mobilnya menghantam keras benda itu. Atau lembaran won yang biasa ia lempar tak sebanding dengan tumpukan dollar yang menghuni brankas miliknya.
Memang tak bisa dipungkiri jika status sosial di masyarakat sangat berpengaruh besar. Terlebih di abad 21 ini yang segalanya harus menggunakan uang. Seperti dalam satu-satunya novel romantis yang pernah ku baca. Bahwa cinta yang mereka anggap suci pun bisa di beli dengan uang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomorrow Will Surely Come (1) || √
FanfictionWhen you said that you love me You only leave scars deep in my heart " Aku hanya ingin bertanya satu hal... Apa yang kau dapatkan dari permainan ini? " Dia tertarik pada lelaki itu dipertemun pertama mereka. Seiring berjalannya waktu, perasaan itu t...