Gadis

146 1 0
                                    


Aku sudah banyak mendengar kisah apapun, kali ini aku akan membagikan kisah tentang rumah kosong, sudah lama pergi ditinggal pemiliknya, bertahun-tahun tak terurus, tak juga terawat, tak ada yang menjamah, dibiarkan saja kosong bertahun-tahun, pemiliknya pergi, yang kudengar dari beberapa tetangga katanya pemiliknya pergi berburu pinguin di kutub utara, jadi itu alasannya rumah ini dibiarkan kosong? Sayang sekali, Aku saja mau menempatinya, rumah itu cantik dengan design arsitektur dari zaman belanda.

Memasuki halaman rumah kosong itu, aku disambut dengan gerbang setinggi tiga meter dengan pagar yang terbuat dari barisan batubata merah, halamannya banyak daun kering, pohon jambu tak berdaun kulihat kering , nampak beberapa ulat bulu bergerak memakan ranting pohon jambu itu, aku bergidik ngeri, dengan pelan kutinggalkan halaman. Aku masuk melalui pintu depan, kubuka perlahan pintu depan rumah itu, besar pintunya, namun kotor berdebu,ketika aku memasuki ruang utama yang nampak adalah kursi-kursi yang tertutup kain putih, ini rumah yang bertahun tak di urus, benar-benar berdebu, aku mengamati sekitar sambil menutup mulut dengan sapu tangan, wangi debu benar-benar menyesakkan, namun aku tetap mau tau bentuk di dalam rumah ini, aku penasaran, kususuri anak tangga satu persatu, kuhitung anak tangga itu ada 33.000 jumlahnya.

Pintu berwarna putih dengan gagang pintu berwarna emas, gagang pintu ku genggam dan kuputar, pintu itu ku dorong sedikit. Ada sosok gadis berkulit pucat dengan rambut panjang memunggungiku, menangis dia sendirian, aku benar-benar bergidik kali ini, ngeri rasanya membayangkan hal itu, tapi aku mencoba mengumpulkan nyali, langkah kaki ku pelan mendekati gadis itu.

"Siapa kamu?" Aku bertanya satu hal yang salah?

"Miranda namaku kak"

"Kenapa kamu disini Miranda?"

"Menunggu ayah dan ibu ku pulang dari pergi"

"Astaga, kamu menunggu yang takkan datang, ikutlah keluar denganku"

"Tidak !!!!" Teriakkan gadis itu memekakkan telingaku, aku sempoyongan, pandangan samar, kulihat gadis itu tersenyum melihatku, samar-samar sebuah suara memasuki gendang telingaku, gadis itu berkata.

"Aku lebih senang disini kak" Kalimat tadi di ulang-ulang di gendang telingaku, samar, pelan namun begitu jelas, aku tertidur di lantai dua rumah tua itu, rumah yang ternyata memiliki penghuni. Miranda.

"Aku lebih senang disini kak" suara lembut itu kembali memutari otakku 3 putaran, selembut layaknya gadis yang baru beranjak dewasa, aku bisa tau pemilik suara itu bahagia, tak perlu ku ajak kemana-mana dia bahagia tinggal di rumahnya, padahal aku hanya ingin mengajak nya berkeliling melihat kalau dunia diluar rumah juga tak kalah indah dengan didalam rumah, diluar rumah ada banyak tempat yang diciptakan indah dan bisa kita nikmati pemandangan indah itu dengan meminum segelas jus wortel.

****

Agak kontras tampilan rumah kosong dengan rumah disebelahnya, disebelahnya ada rumah mungil yang terawat, walaupun tak sebegitu luas namun nampaklah dari luar rumahnya begitu bersih melambangkan kesahajaan pemiliknya, halaman yang tiap jam 6 pagi selalu disapu oleh anak gadis, anak gadis dari kota padang, Nira nama gadis itu, tanpa kerudung, kalau jam 6 pagi Nira menyapu halaman, jadi saat itu kau bisa melihat rambut hitamnya terurai, aku terkadang mengendap hanya untuk melihat gadis bernama Nira itu menyapu halaman, oh Nira.

Nira senyummu aku diaduk didalamnya

Nira matamu bercahaya lembut

Nira aku suka gaya rambutmu, mirip gadis dalam dongeng dengan sepatu kaca

Nira hidung itu dibentuk dari apa?

Alismu, boleh berayun disana aku?

Telingamu mendengar lagu yang kusiulkan?

Nira jam 6 pagi aku tunggu

Nira jam 6 pagi aku dibalik pagar rumahmu

Seperti biasa sebangun nya aku dari tidur lelapku, dari mimpi soal gadis yang berteriak di telingaku. Aku membasuh wajahku, menghilangkan garisan mimpi buruk tentang gadis yang ada di Rumah kosong tanpa penghuni, handuk putih kuraih, mengeringkan wajah setelah mencuci muka, Raut bersih yang kau inginkan.

Jam 6 pagi, aku akan menemui Nira ku, ah lihat dia sedang menyapu halaman. Garis wajah Nira gadis dari kota padang begitu bahagia, apa yang dia masak didapurnya? Sepotong rendang mungkin dengan bumbu santan kesukaanku.

"Kenapa aku tak hadir didepannya? Coba berkenalan saja dengannya"

'Dia tak kan mau dengan lelaki macam kau!'

"Yang benar saja? Apa aku punya salah?"

'lelaki munafik macam kau ! hhh untuknya? Dia bukan orang bodoh'

"Aku munafik?"

'Kau ! satu desa ini saja sudah tau siapa kau ! takkan pantas gadis baik macam dia untukkmu'

Terus saja bagian kanan diriku, memaki-maki diriku sendiri, bahkan hatiku berkata aku tak pantas untuk Nira, dosa apa yang ku perbuat dimasa lalu? Sampai sebegitunya kau hati? Aku tulus mengaguminya tak untuk ku nafsukan, tidak, bahkan aku tak punya nyali untuk berkenalan, dan untuk berjabat tangan saja aku tak pantas? Yang benar saja hati.

*****

Setiap hari jum'at di desaku ada pasar di suatu lokasi nama nya pekan, iya pekan orang disesaku bertransaksi jual-beli di pekan itu, banyak pedagang barang apa saja hari itu, dibawah bukit merah, kebetulan hari ini hari jum'at , aku ingin ke pekan ada beberapa alat lukis dan beberapa kertas kanvas yang harus kubeli, aku mau melukis wajah Nira, kan kulukis esok hari pukul 6 pagi ketika dia sedang menyapu halaman, diam-diam akan kulukis, aku mau melawan hati.

Pekan dengan hiruk pikuk manusianya, sebagian yang datang tidak membawa serta wajahnya, wajah mereka ditinggalkan di ladang masing-masing, daerahku penghasil lada terbesar di dunia, ditengah manusia yang sibuk bertransaksi aku melihat gadis dengan baju ke eropa-eropaan nya, macam meneer dari belanda dia, matanya hanya bersisa hitam tanpa ada warna putih sedikitpun, menatapku diam, aku menatapnya, gadis dalam mimpiku, dia nyata? Miranda bukan nama nya.

Aku mendekati gadis itu, aneh sekali banyak orang desa ku disekitarnya namun semuanya nampak acuh, Miranda sama sekali tak ditegur atau disapa, harus nya warga desa ku sadar ada gadis dengan wajah eropa dan dandanan baju eropa , mereka seharusnya terperangah, namun tidak, mereka tetap acuh.

Langkah ku pelan mendekati Miranda, aku sama sekali tak ngeri seperti kemarin kami berkenalan di lantai dua rumah kosong, tak ada rasa takutku, mungkin takutnya telah disembunyikan oleh miranda dibalik matanya yang hitam legam itu.

"Kau nyata ?"

"Tidak, aku hanya nyata difikiranmu"

"Jangan bercanda"

"Iya kak, aku nyata di dalam otakmu, tidak diluar itu"

"Lantas kenapa fikiranku membentukmu"

"Untuk memberi pesan....."

Miranda belum menyelesaikan kalimatnya ada suatu hal yang ingin disampaikannya, namun hari berubah gelap, mendung menurunkan hujan, padahal tadi cerah, bersamaan dengan hujan miranda menghilang, seperti lukisan yang tersiram air.

Mata hitamnya sungguh menakuti, namun itu mengajarkan berani.

Nira? Aku akan tetap menemuinya, pagi besok seperti biasa jam 6 pagi, dan aku akan memperkenalkan diri sebagai pencetak awan yang mendatangkan cerah sesekali mendung, agar dia tau aku selalu diatas sini memperhatikan dia serta memayunginya. Oh Nira aku jatuh cinta.

ɝ��z� 

Gadis - Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang