Guru yang merakyat

183 6 4
                                    

Pengalamanku menjadi seorang guru telah memberikan aku secara pribadi banyak rahmat yang tak terduga. Aku tak pernah mengharapkan diskonan dari salah satu toko orang tua murid. Atau aku pun juga tak pernah mengharapkan "uang terimakasih" sesaat sebelum rapat kenaikan kelas. Yang aku harapkan adalah anak anak bisa tumbuh menjadi manusia dewasa yang nantinya akan melanjutkan jalannya bangsa ini.

Tapi kadang kadang yang aku harapkan memang jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi. Dan ini memang sudah sewajarnya. Sebagai salah satu contoh adalah anak didik yang dulu aku dampingi untuk tidak mencontek pada akhirnya mereka menyerah kalah dengan pandangan keluarganya yang mengharuskan nilai baik terus menerus tanpa memperhatikan proses belajarnya. Atau ketika salah satu muridku yang melanggar norma etika. Dan dengan sombongnya mereka masih memiliki ketegaran hati bahwa dia adalah pihak yang benar.

Siapa lagi yang harus merawat tanaman tanaman seperti mereka? Yang mungkin ingin berkembang dan ingin belajar? Sedang guru terlalu mudah memberikan cap pada anak tanpa menempuh tahap tahap yang seharusnya ditempuh? Lantas untuk apa aku bertahan menjadi guru yang demikian? Apa memang benar jika orang baik, benar dan tulus memang langka untuk ditemukan?

Apapun itu, aku juga adalah bagian dari sebuah lembaga pendidikan yang tentunya memiliki cita cita luhur. Yang tentunya juga punya visi misi yang mulia. Tapi apa dayaku ketika sistem yang dibangun adalah sistem sistem korup dan tidak pernah menguntungkan kedua belah pihak?

Terbentur, terbentur dan terbentuklah orang orang yang korup pula

Catatan GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang