Tag 4. Anak Baru

6.4K 283 19
                                    

Senang sekali rasanya ketika hari Minggu datang. Setelah seminggu rutinitas, akhirnya aku bisa melakukan aktivitas favoritku, yaitu tiduran sambil dengerin musik di pagi hari.

Memang, hari Sabtu pun sebenarnya adalah hari libur di kampusku. Tapi yang namanya anak tahun pertama di kampusku harus dibebani dengan segudang tugas yang benar-benar cukup untuk menyita waktuku seharian di hari Sabtu.

Nggak mau kehilangan waktu, setelah mandi aku langsung menghidupkan komputerku. List lagu untuk aku putar sudah aku persiapkan untuk kurang lebih 3 jam ke depan. Genre lagu yang aku suka berkisar antara pop dan jazz, dan yang pasti harus melankolis. Hehehe.

Beginilah aku, cowok melankolis yang cool abis. Tapi kurang lengkap rasanya kalau suasana Minggu pagiku ini kalau tidak dilengkapi dengan secangkir kopi hangat. Makanya hasrat di otakku, langsung mengkoordinasikan tubuhku dan kedua tanganku untuk membuka sachet kopi Good Day rasa vanila latte yang ada di rak mejaku.

Aku tuang kopi ke dalam gelas, ditambah 3 sendok teh gula pasir dan persiapan selesai. Selanjutnya, tinggal menyeduh kopi dengan air panas yang ada di dapur.

Dapur kosanku ini terletak di lantai bawah, sedangkan kamarku ada di lantai dua jadi aku harus mengumpulkan sedikit tenaga untuk bergerak menuju ke lantai bawah kosanku.

Dan sesampainya di bawah ternyata pas sekali. Air panas dalam termos masih mendidih, pasti si Bibi baru aja menuangkan airnya.

“Bikin kopi ya, Mas?” terdengar suara dari arah belakangku. Mungkin penghuni lain, tapi kenapa suaranya asing ya.

Sejenak pertanyaan ini yang mengisi kepalaku, hingga akhirnya aku membalikkan badanku.

“Oh ... iya nih, Mas. Mas siapa ya? Kok kayaknya saya belum pernah lihat?”

“Iya, Mas. Saya anak kosan baru, nama saya Mario.”

“Oh, anak baru. Kapan datengnya ya?” aku agak sedikit bingung karena aku merasa tidak pernah tahu kedatangannya.

Tapi pikiran nakal di otakku mulai bekerja. Ya, walaupun tidak setampan dan seimut Daniel, tapi Mario ini cukup manis. Kulitnya coklat dan rambutnya spike. Selain itu yang paling istimewa adalah badannya berisi dan ototnya terbentuk dengan baik, sehingga lekuk dadanya terlihat indah di balutan kaos yang dia pakai.

“Kemarin malem, Mas. Mungkin, Masnya udah tidur kali. Kemarin sekitar jam 11an lah.”

“Eh iya, nama saya Jonathan, panggil aja Jo.”

“Mas Jo angkatan berapa?”

“Saya angkatan 2007.”

“Oh ... sama dong. Kalo gitu, gue panggil Jo aja ya?”

“Iyalah, panggil nama aja gak apa. Lo orang mana?”

“Orang Bandung.“

“Loh, trus ngapain ngekos? Kan di Bandung juga?”

“Iya sih di Bandung, tapi rumah gue di Cimahi.”

Walaupun aku belum pernah ke Cimahi, tapi dari pembicaraan temen-temenku di kampus yang notabene adalah orang Bandung, dapat aku simpulkan Cimahi itu jauh dari pusat kota Bandung.

“Oh, gitu. Terus kamar lo di sebelah mana?”

“Ini.” tangannya menunjuk ke arah kamar yang letakknya paling dekat dengan dapur ini. “Kalo lo dari mana?”

“Gue dari Jogja.”

“Kok gak medhog sih?”

“Iya, temen gue juga banyak yang nanya gitu, padahal kan gak semua orang Jawa medhog kali.”

Hati Untuk SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang