Tag 7. Mario

5.8K 282 2
                                    

Ah ... akhirnya selesai juga ujian kalkulus ku hari ini. Sesuai dugaanku, dari lima soal hampir semuanya pernah dibahas di buku kumpulan soal yang aku pelajari. Alhasil aku tidak perlu terlalu keras berpikir untuk mengerjakan soal kalkulus kali ini.

Mmm ... tapi bagaimana dengan Daniel ya. Seharusnya dia juga tidak terlalu sulit mengerjakan ujian kali ini karena semuanya sudah kita bahas sewaktu belajar bersama semalam. Sebaiknya aku tanyakan untuk memastikannya, tapi itu berarti aku harus menunggu sebentar.

Ya, aku bisa dibilang selesai paling awal dibandingkan teman-teman sekelasku. Hal ini bukan semata karena otakku yang encer sehingga aku bisa menyelesaikan soal dengan cepat, tetapi juga karena aku tidak suka memeriksa ulang jawaban ujianku dan berlama-lama di ruang ujian.

Aku yakin banyak mahasiswa lain yang sudah selesai mengerjakan soal, tetapi sebagian besar dari mereka lebih suka menunggu di dalam ruang ujian hingga waktu habis. Daniel adalah salah satu mahasiswa yang demikian, jadi sekarang aku harus sedikit bersabar menunggunya.

Setelah menunggu sekitar 15 menit akhirnya mahasiswa yang ada di dalam ruang ujian mulai berhamburan keluar, sepertinya waktu ujian sudah habis.

“Woi, Jo. Gila lo, sukses ya ujiannya? Cepet gitu selesainya.”

“Semoga, Ko. Elo gimana?”

“Lumayan lah, gak susah amat kayak pas kuis kemarin.”

“Liat si Daniel gak?”

“Tadi ada di belakang gue kok, cuma dia bilang mau pulang buru-buru.”

“Emang kenapa?”

“Kagak tau, orang dia cuma bilang gitu. Lo mau ikut rapat panitia akbar gak hari ini?”

"Males ah, paling juga gue cuma jadi kambing congek.”

“Ya udah deh, kalo gitu gue duluan, jadi kambing congek gak apa yang penting ada snack gratis, hahaha ...”

“Ya udah, gue ke WC dulu ya, bye.”

Bye.”

Aneh sekali, tidak biasanya Daniel pulang buru-buru seperti ini. Apakah ini ada kaitannya dengan kebodohanku semalam, ya?

Perasaanku yang sempat tenang sekarang mulai gelisah lagi. Karena berjalan sambil setengah melamun, di pintu masuk kamar kecil hampir saja aku menabrak seseorang.

Hah, Daniel. Ternyata dia buru-buru pulang untuk ke kamar mandi bukan menghindariku.

“Daniel?”

“Eh, Jo.”

“Gimana ta..”

“Gue pulang duluan ya, Jo. Buru-buru soalnya.”

Belum sempat aku menanyakan bagaimana ujian kalkulusnya dia sudah berlalu pergi. Aku salah, ini hanya kebetulan saja aku bertemu Daniel di kamar kecil. Dia memang menghindariku. Sikapnya barusan benar-benar memastikan bahwa dia mengetahui kebodohanku semalam dan sekarang dia menjauhiku.

Mungkin dia jijik dengan temannya yang menyukai sesama jenis ini. Ya, itu wajar kok. Aku tidak bisa menyalahkannya dalam masalah ini. Semua memang salahku, salahku dalam ketidak sempurnaanku ini.


⚫⚫⚫

Akhirnya aku sampai juga di kosan. Satu jam terjebak macet yang biasanya aku lalui dengan biasa saja, hari ini terasa begitu berat. Ya, semua ini karena beban berat yang ada di hatiku saat ini.

Kubuka pintu depan kosanku dengan semangat yang hampir habis. Rasanya aku ingin segera sampai di kamar dan merebahkan badanku.

Semua beban pikiran dan hatiku saat ini benar-benar menguras tenagaku. Sampai di depan dapur tiba-tiba ada sesorang memanggilku.

Hati Untuk SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang