Tag 18. Keputusanku

4.4K 241 3
                                    

Tok ... tok ... tok ...

Suara ketukan pintu kamarku tiba-tiba saja mengagetkanku dan membawaku kembali dari lamunanku. Segera aku bangkit dari tempat tidurku dan membuka pintu kamarku.

Di depan pintu sekarang sudah nampak Mario yang sudah berpakaian rapi. Bau harum khas parfum Mario tercium sangat kental di hidungku.

“Udah siap berangkat belum, Jo?”

“Oh, Yo. Udah kok, bentar ya, gue ambil HP sama dompet dulu.”

“Oke.”

Akupun mengambil HP dan dompetku yang tergeletak di atas meja kamarku. Sebelum berangkat, tak lupa aku menyemprotkan parfum danmerapikan sedikit rambutku di depan kaca.

Huh, akhirnya hari ini tiba juga. Tapi kali ini aku sudah sangat yakin dengan keputusanku. Dengan semua hal yang aku alami bersama Mario dan juga Daniel, akhirnya aku sampai juga pada keputusanku hari ini.

“Udah ganteng kok, yuk.”

“Apaan sih lo, yuk-yuk.”

Aku pun keluar dari kamar dan mengunci kamarku. Kami menuruni tangga kosan kami dengan perasaan agak canggung awalnya. Mungkin karena kami akan membicarakan masalah yang sedikit serius hari ini.

“Eh ... gimana tadi ketemuannya sama Daniel?” kata Mario membuka topik pembicaraan.

“Oh ... ya lancar, kita ketemuan cuma satu jam kok."

“Oh, emang ngomongin apaan?”

“Si Daniel mau pamit ke gue.”

“Hah? Pamit gimana maksudnya? Emang dia mau pergi kemana?”

“Dia dapet beasiswa ke Australia. Jadi kayaknya kita gak bisa bareng-bareng lagi. Makanya dia pamit.”

“Hah? terus, lo gak papa kan, Jo?”

“Ya nggak apa lah. Kan temennya dapet beasiswa mestinya gue seneng kan.”

“Iya sih. Tapi, emang lo nggak ngerasa kehilangan? Kan Daniel sahabat lo yang paling baik.”

“Oh ... soal itu, pasti lah. Tadi juga gue udah cukup puas kok perpisahan sama Daniel. Untuk terakhir kalinya, akhirnya kita bisa merasa sangat deket.”

“Hmm, ya udah deh kalo lo ngerasa fine. Yuk naik!”

“Kita kemana, Yo, kali ini?”

“Ke Puncrut. Gak keberatan kan?”

“Ya nggak apa lah, kenapa keberatan. Gue ngikut aja lah.”

“Oke deh, yuk berangkat.”

⚫⚫⚫

“Rame banget, Yo.”

“Ya iyalah, kan ini malem minggu. Tuh, kita di sana aja ya.”

Sekarang kami ada di sebuah taman, aku tidak tahu persis apa namanya dan di mana letaknya. Sebab ini memang kali pertama aku datang ke tempat ini.

Banyak sekali muda-mudi yang datang ke taman ini. Mereka tentunya sedang asik bercengkrama denganpasangan mereka masing-masing.

“Udah, di sini aja ya, nggak apa kan duduk di rumput?”

“Nggak apa lah.”

“Dingin nggak, Jo?”

“Nggak kok, kan gue udah pake jaket. Mmm ... jadi, gue boleh ngasih keputusan gue sekarang nggak, Yo?”

“Bentar-bentar.”

Mario mengeluarkan sesuatu daritasnya. Dia mengeluarkan dua buah cup. Satu cup bertuliskan “My Love” dan satu lagi bertuliskan “My precious friend”

Hati Untuk SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang