Di mana ini?
Itu adalah pertanyaan pertama yang muncul di benakku. Aku terbangun di sebuah kamar yang rasanya tidak aku kenal sebelumnya. Kamar ini berukuran 3x4 meter dan sedikit berantakan khas kamar lelaki.
Terakhir aku ingat, aku sedang berada di night club bersama Mario dan kemudian aku mabuk. Setelah itu, mmm ....
Oh aku ingat, seseorang membawaku dengan motor ketika aku mabuk. Apa mungkin ini adalah kamar malaikat penolongku itu.
Sedikit berat aku mencoba duduk dan bersandar di tempat tidur. Kepalaku masih sedikit pusing. Mungkin efek alkohol yang aku minum semalam masih ada.
Aku mecoba melihat seisi kamar ini untuk mencari tahu di mana aku sekarang ini. Sayang sekali tidak ada foto tergantung di kamar ini. Paling tidak, lewat foto itu seharusnya aku bisa mengetahui pemilik kamar ini.
Eh ... tapi tunggu dulu. Tas dan helm yang tergeletak di lantai itu sepertinya aku kenal. Hah itu kan! Apa mungkin dia yang menolongku.
“Eh ... udah bangun Jo!” kata seseorang yang tiba-tiba saja membuka pintu kamar ini. Ya ampun jadi benar, itu kan.
“Daniel?!”
“Muka lo kok kaget gitu sih?”
“Eh ... G ... gak, gue kaget aja kenapa gue ada di kamar ini. Terus ternyata kamar ini kamar lo, Dan.”
“Kemarin gue liat lo di pinggir jalan Cihampelas. Lo mabuk ya?”
“Oh, iya kayaknya agak mabuk gue.”
“Agak mabuk dari mana, orang lo teler banget. Lo abis dari night club ya?”
“Iya sih.”
“Lo ngapain ke night club?”
“Kemarin sih rencananya gue cuma mau nemenin temen gue, ya sekali-kali gitu. Tapi gak ada niat sampe mabuk gini.”
“Temen siapa?”
“Oh ... ada, temen kosan gue.”
“Trus kenapa lo ditinggalin di pinggir jalan?”
“Oh itu ... bukan ditinggalin, kemarin kita kepisah aja. Terus pas mau balik ke dalam, gue gak kuat. Kepala gue jadi pusing banget tiba-tiba.”
“Oh ... gitu. Gak usah coba-coba ke night club dah, gak ada bagusnya kok.”
“Iya sih.”
Kami terdiam sejenak.
“Dan?”
“Kenapa?”
“Lo udah nggak marah sama gue?”
“Huh! Akhirnya lo tanya juga ya. Menurut lo gimana?”
Pertanyaan Daniel ini benar-benar seperti tembakan langsung di jantungku. Sebuah pertanyaan yang aku tahu jawabannya namun aku tidak ingin jawaban itu keluar dari mulut Daniel.
“Maafin gue ya, Dan. Lo berhak kok marah sama gue, masih marah sekarang pun juga elo gak salah kok. Emang yang salah gue. Gue terlalu aneh buat jadi temen lo. Temen yang gak normal kayak gue ...”
“Udah, gue cuma nanya dikit kenapa dijawab panjang banget sih. Ya, awalnya sih gue marah dan bingung aja kenapa lo kaya gitu. Butuh waktu buat gue nerima lo sejak seminggu kemarin. Bukan keadaan lo yang bikin gue susah nerima, tapi karena siapa elo. Lo itu sahabat terbaik yang pernah gue punya. Walaupun kita baru bertemen lima bulan, tapi itu yang gue rasain. Mungkin kalo orang lain yang kayak gitu, reaksi gue simple aja, toh dia bukan siapa-siapa gue. Tapi ini beda, karena ini elo.” Daniel terdiam. Akupun tak berani untuk berkata-kata.
![](https://img.wattpad.com/cover/100216812-288-k555417.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Untuk Sahabatku
Genel Kurgu❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : Stephan Frans ❌Homophobic Diharap Menjauh