Aku merebahkan diriku pada ranjang. Aku memejamkan mataku sejenak, lalu kembali membuka mataku. Aku melirik kearah handphoneku. Tanganku tergerak untuk mengambil, lalu membuka kunci layar.
Beberapa pesan baru saja memasuki sistem handphone ku. Aku menghela nafas. Aku tak tahu harus bernafas lega, ataupun bernafas berat sekarang.
Dari pesan itu mengatakan jika ibu akan tiba kesini untuk berkunjung, sekalian untuk mengunjungi beberapa rekan kerjanya disekitar sini.
Alasan aku bernafas lega, jika ibu datang, atau bahkan menginap disini untuk beberapa hari dirumahku, Junkai pasti tidak akan selalu 'menggoda' ku dan menjahili ku. Dia pasti memperlihatkan sisi baiknya, dan tidak memperlihatkan sisi pervert nya.
Dan,
Jika aku harus merasa buruk, itu karena, jika ibu tiba, pasti akan ada pertanyaan buruk. Aku malas menjawab pertanyaan pertanyaan buruk dari ibu. Yah, kurasa aku tak perlu memberitahu pertanyaan buruk seperti apakah itu.
"Kau tak makan malam?" suara seseorang tiba tiba membuyarkan lamunanku. Aku bangkit untuk duduk, dan melihat seseorang yang kini berdiri didepan pintu.
Seorang pria berpostur tinggi tegap, dibawah cahaya.
Aku mengenalnya.
"Tentu saja." ucapku. "Tapi tidak sekarang..." sambungku pelan. Entah kenapa, aku merasa nafsu makanku hilang untuk sekarang.
Junkai hanya menatapku bingung, alis nya yang tajam bertaut. Untuk sekali ini aku raut wajah melihat Junkai yang tidak segalak yang kemarin-kemarin. Raut wajahnya sekarang sangat berbeda seratus delapan puluh derajat dengan yang biasa biasanya, ekspresi polos.
Namun, tak berapa lama kemudian, ekspresi wajah Junkai berubah drastis. Tak ada raut wajah 'angellic' lagi yang terukir. Melainkan, kini malah sebuah 'seringaian'. Jiwa setannya pasti sudah mulai berkuasa.
Oh, gosh.
Aku sedikit menjadi salah tingkah ketika melihat smirk nya. Aku langsung cepat cepat berdiri.
Junkai berdehem pelan, ia berjalan menghampiriku.
"Hm, jadi, kau sengaja melewatkan makan malammu karena itu..." Junkai menyeringai jahil, ia memberi jeda perkataannya.
"Kau ternyata benar benar tidak sabaran, ya? Nona Wang." ucap Junkai sambil tersenyum 'manis'.
Aku tersentak kaget mendengar ucapannya. Mataku melotot.
"Apa maksudmu?" tanya ku tajam. "Jangan asal bicara."
Junkia tertawa pelan mendengar pertanyaanku yang mungkin terdengar seperti gadis polos ditelinganya. Ia semakin mendekatkan dirinya kearahku. Hingga kini, jarakku dengannya bisa dibilang 'tak jauh' lagi.
Saking dekatnya, aku bisa mendengar deruan nafasnya.
"Kau benar benar tak mengerti atau berpura-pura tidak mengerti?" tanya Junkai sambil tersenyum miring. "Seharusnya kau mengerti karena kau yang menginginkan itu semua, Nona Wang." ucap Junkai, masih dengan raut wajah yang sama.
Aku masih mengernyit, memandangnya heran. Sekaligus, aku mencari cari kesempatan untuk mundur selagi masih ada ruang untuk mundur. Yah, begitu.
Hingga akhirnya, langkah kakiku terhenti karena ranjang yang kini berada tepat dibelakangku.
Tangan Junkai mendarat di dahiku, ia menjentik dahiku pelan. Aku meringis, dan melemparkannya tatapan tajam. Sedangkan Junkai, hanya tertawa pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Doctor [TFBOYSWJK]
Фанфик"Kau itu sangat dingin, tapi menyebalkan disaat waktu yang bersamaan. Kau aneh. Benar-benar aneh. Menjadi dokter dengan sikap yang acuh seperti itu. ....Namun, ternyata, aku salah." . Huang Minzi, harus memulai karier awalnya sebagai dokter dengan...