Telephone #17

941 77 3
                                    

Waktu berjalan begitu cepat, seminggu bahkan telah berlalu. Hari ini adalah hari cuti, tanggal di kalender menunjukkan warna merah.

Aku sedang berada didapur, menyiapkan beberapa makanan untuk sarapan. Masih ada tersisa waktuku satu jam lagi untuk menyiapkan makanan.

"Garam dimana ya..." gumamku pelan. Aku berjalan kearah loker dapur, dan kemudian membuka loker itu satu persatu. Aku menggumam pelan saat aku menemukan sebotol garam yang terletak di loker barisan kedua. Aku mengambilnya, dan kemudian kembali berjalan menuju salah satu meja.

"Kau membuat apa? ...Hoam~" tiba tiba Junkai berjalan mendekatiku. Ia masih mengenakan piyama tidurnya, dan masih menguap sesekali.

Ia kelihatannya baru saja bangun dari tidurnya.

Aku yang tadinya hampir ingin menuangkan garam, langsung mengurungkan niatku. Aku menoleh kearah Junkai dan mengulas senyuman tipis.

"Kau baru bangun?" tanya ku. Junkai lagi lagi menguap pelan, rambutnya juga masih berantakan. Ia menganggukkan kepalanya pelan setelah itu.

"Duduklah. Aku akan menyiapkanmu sarapan untukmu." suruhku. Aku kemudian kembali mengalihkan pandanganku dan fokus pada aktivitas ku saat ini, memasak.

Lagi-lagi, ketika aku ingin kembali menuangkan garam, aku merasakan sebuah lengan yang melingkar di pinggangku. Aku terkejut, dan terdiam. Aku seperti membeku saat merasaka hal itu.

Aku menoleh kearah Junkai secara ragu-ragu. Dan, benar saja, Junkai sedang memelukku sekarang.

Ia menyandarkan dagunya pada bahuku.

"K..kau..." panggilku gugup. "Minggir, cepat. Aku ingin memasak..." ucapku. Berusaha untuk tetap menetralkan detak jantungku sekarang.

Sial.

Aku bisa gila jika dia lama lama seperti ini.

Junkai menggelengkan kepalanya, dan malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Hei, kau tak ingin bermesra mesraan dulu dengan suamimu ini?" tanya Junkai, ia sedikit membuat akting merajuk.

Aku terdiam. Aku berdehem pelan, lalu cepat cepat menggelengkan kepalaku. Aku mengalihkan pandanganku dari Junkai, dan kemudian berusaha untuk mencari aktivitas lain.

Aku menuangkan kembali garam dengan perasaan gugup.

"Kau tak lihat aku sedang memasak?" ucapku datar.

Junkai hanya menggembungkan pipinya, dan menoleh kearahku.

"Kalau begitu, tak usah memasak." ucapnya. "Cukup simple, kan?"

Aku menghela nafasku berat, dan kemudian mendengus.

"Kau tidak ingin sarapan memangnya?" tanya ku malas. Aku masih belum menoleh kearahnya, takut membuat jantungku kembali berdetak dengan cepat dan tak terkendali.

Junkai lagi lagi menggelengkan kepalanya.

"Tidak. Melihatmu saja aku sudah kenyang, kok." goda Junkai, ia tersenyum lebar.

Oh, bukan.

Ini mungkin lebih mirip dengan sebuah seringaian jahil.

Aku menghembuskan nafasku berat, dan memutarkan kedua bola mataku malas. Aku menoleh kearah Junkai, aku memberanikan diriku untuk melakukan hal itu.

"Junkai, aku mohon, bisakah kau menjau...–" ucapanku tiba tiba terputus. Aku lagi lagi membeku, aku merasa petir baru saja menyambarku beberapa detik yang lalu.

My Coldest Doctor [TFBOYSWJK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang