Dalam kegelapan malam yang sunyi itu, Yuzu tertidur berbaring di atas sofa yang butut. Ian tidur di kursi dan kakinya menyelonjor lurus di ke atas bantalan tangan sofa butut yang ditiduri Yuzu. Sedang pemuda yang satu lagi, Ethanda, mengampar tikar di sebelah sofa itu. Mereka tertidur cukup nyenyak walau angin dingin malam terkadang menusuk.
Tiba-tiba, bunyi pintu terdengar. Seorang lelaki tinggi masuk diikuti seorang gadis yang langsung menyelonong menekan saklar. On! Dan lampu pun menyala benderang, menembus kelopak mata yang tertutup itu. Mereka yang tertidur pun terganggu.
"Duh, App..."
Protesan Ethanda tergantung saat melihat seseorang ada di belakang orang yang ia maksud. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan menggosok matanya khawatir salah liat. Samar-samar, hingga akhirnya bayangan samar itu pun mulai nyata.
"Heh? R-rena?! Ada apa ini?!"
"Aku ingin bicara dengan orang itu!"
Sentak Rena sembari menunjuk lurus ke belakang Ethanda, yang ia maksud ialah Yuzu. Dengan raut muka kesalnya, gadis itu berjalan sedikit menghentak, melewati Ethanda yang ada di depannya. Saat benar-benar berhadapan dengan sofa itu, Rena menghentikan langkahnya. Matanya tajam menyorot Yuzu yang tengah terduduk dengan mata sayu dihadapannya.
Srak! Terdiam semua orang dengan mata yang kembali segar lagi, melihat Rena tiba-tiba membuang beberapa lembar kertas ke hadapan wajah Yuzu. Diambilnya kertas yang menutupi wajahnya tersebut, Yuzu mulai membacanya.
"Apa?! Ini? Formulir pendaftaran?!"
Sontak saja seisi rumah itu ikut kaget juga.
"Ya" Jawab Rena lalu melipatkan tangannya di depan dada. "Aku ingin kamu ikut juga!"
Yuzu terdiam. Berkali-kali formulir itu ditatapnya, lalu menatap pada Rena yang masih berdiri garang di hadapannya. Tak lama, Yuzu pun bangkit dari sofa itu dengan alisnya yang berkerut.
"Rena. Aku tahu maksudmu baik, tapi maaf aku tak bisa. Jadi..."
"Hah?! Kenapa kamu-"
"Aku tak bisa..."
"Kenapa?!"
"Bukan apa-apa. Aku..."
"Kamu putus asa?! Apa-apaan itu?! Kamu kan..."
"AKU TAK BISA!" Sentak Yuzu dengan tiba-tiba memotong perkataan Rena juga.
"KENAPA?!" Susul Rena terpancing emosinya.
"AKU BUTUH UANG UNTUK HIDUP!"
"AKAN AKU BANTU, YUZU!"
"AKU TAK BISA MENGHABISKAN UANGKU UNTUK PERTANDINGAN SEMACAM INI! DAN AKU TAK MUNGKIN TERUS-TERUSAN MEMINTA UANG PADAMU!"
"KEHIDUPANMU AKAN LEBIH BAIK KALAU KAMU..."
"TAPI AKU TAK KAN PERNAH PUNYA KESEMPATAN MENANG!!!"
Teriakan Yuzu itu membuat hening seketika. Rena pun tak dapat berucap lagi, raut wajahnya kini malah terlihat kecewa, tidak percaya. Dan selama beberapa menit itu, tak ada seorang pun yang bergerak dari tempatnya, walau hanya menggerakkan bibirnya saja.
Karena kakinya yang mulai bergetar tidak kuat berdiri menopang tubuhnya terlalu lama, maka Yuzu pun membanting tubuhnya kembali ke sofa. Gadis itu menundukkan kepalanya, giginya bergeretak, dan tangannya mengepal menahan perasaan. Air matanya hangat turun perlahan dari kedua bola matanya.
"Kamu tahu aku ini payah, aku tak pernah berhasil, aku selalu gagal. Kenapa selalu ada yang berharap padaku?"
Suara Yuzu terdengar parau dan menyakitkan. Sepertinya perasaan ini sudah ditahannya sejak siang tadi, dan tak dapat ditahan-tahan lagi. Air matanya tumpah ruah dan segala perkataan keluar dari bibirnya. Yuzu berkata berbisik, hampir tak kedengaran. Isi dari bibirnya yang komat-kamit itu tiada lain adalah kata-kata caci maki kepada dirinya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Yell in a Silent
Fiksi RemajaNamaku Kirei, yang artinya "Indah". Tapi hidupku ini tidaklah indah sebagaimana namaku. Aku bernafas, aku hidup, layaknya manusia pada umumnya. Tampilanku biasa, tiada suatu pun yang spesial, yang mana bisa membuatmu betah melihatku lama-lama, dara...