THIRTY FIVE (end)

994 21 0
                                    

Chapter 35

-You Never Come Back Again-

PONSEL yang berada tepat disampingku terus bergetar dari beberapa hari yang lalu. Yea aku sengaja tidak menjawab panggilannya. Bel apartment aku pun selalu berbunyi setiap satu jam sekali. Aku juga sengaja tidak membukanya.

Jawabannya ada dua; 1) aku sedang tidak ingin bertemu Ansel, dan 2) aku masih harus menjernihkan pikiran dan hatiku sekarang.

Ya ampun. Kata-kataku sangat melankolis sekali. Sejujurnya aku masih bingung. Aku bingung kemana hati ini berlabuh. Kendati aku sudah berkata suka pada Ansel, itu tidak menutup kemungkinan alasan mengapa aku masih merenungi kata-kata yang aku lontarkan pada Aiden tempo lalu.

Dan kemudian suara bel berbunyi.

Aku mendengus. Seharusnya aku sadar. Cowok yang selama ini aku cari yaitu Ansel. Bukannya cowok brengsek yang setelah mengucapkan kata-kata puitis lalu menghilang seolah-olah sudah pindah entah kemana. Mungkin ke planet lain?

"ATHAYA AKU TAHU KAU ADA DI DALAM SANA. TOLONG TEMUI AKU SEBENTAR. AKU INGIN TAHU APA KESALAHANKU."

Suara Ansel terdengar menggema di sepanjang koridor apartment. Aku mengusap wajahku kasar. Serius, aku tidak percaya jika hidupku akan serumit ini. Maksudku, hey aku seorang cewek brutal yang gila harus mendapatkan hal buruk seperti ini?

"ANSEL AKU HANYA BUTUH WAKTU OKE?" Aku balik berteriak. Sumpah aku sudah berpikir akan berdiri ditengah jalan berharap sebuah bis akan menabrakku.

Oke itu tidak mungkin. Aku masih ingin hidup.

"Aku ingin tahu mengapa kau menjadi seperti ini. Aku ingin menjadi sandaramu ketika kau terpuruk. Aku ingin menjadi seseorang yang selalu berada di sampingmu, Athaya."

Hatiku tersentuh mendengar penuturan Ansel. Aku tahu, dia memang pantas untuk dicintai. Dan sekarang aku bingung harus berbuat apa. Entah itu menemui Ansel, atau tetap didalam apartment sampai aku siap bertemu dengannya.

Dan hanya satu jawaban yang aku dapat. Mau bagaimanapun, aku harus menemui lelaki tersebut. Yea, aku akan menemuinya.

Dengan langkah ringan aku berjalan menuju pintu. Setelah menarik nafas panjang dan menghembuskannya, aku membuka pintu apartment.

Dan hal yang tidak terduga pun terjadi. Ansel menarikku kedalam pelukannya. Sangat-sangat erat.

"Kau harus berjanji jangan pernah membuatku khawatir, oke?" Katanya seraya mengelus pelan rambutku.

Oh Ansel, aku tidak tahu harus bagaimana. Seharusnya aku tersenyum lebar sambil membalas pelukan Ansel sekarang ini. Tapi, entah mengapa tubuhku menolak untuk melakukannya.

Aku mengabaikannya dengan air mata yang jatuh tanpa sebab.

***

Aku memberi tanda silang pada kalenderku. Ini sudah hampir dua minggu lebih. Dan aku tidak tahu apa alasanku untuk melakukan hal ini. Konyol. Seperti aku yang sedang menunggu seseorang datang.

Ansel masih setia untuk datang terus ke apartmentku atau sekedar mengantarku pergi kuliah. Yea, ada kalanya aku ingin tahu sampai kapan Ansel berhenti. Aku penasaran apakah dia akan merasa bosan dengan aktivitas ini atau malah menyukainya. Dan sepertinya jawabannya ada pada opsi kedua.

"Hei, kau sudah siap?"

Seperti saat ini. Kemarin dia berkata padaku kalau hari ini aku harus mengosongkan jadwalku demi menemaninya jalan-jalan sore sekitar kota New York. Dan tentu saja aku tidak akan bisa menolak apapun ajakannya.

Black MacaronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang