ELEVEN

590 36 0
                                    

Chapter 11

-Heartbreak Girl-

SETELAH sarapan tadi pagi, aku memutuskan untuk masuk kamar dan membuat aktivitas baru seperti membereskan kamar. Beberapa kali aku menemukan barang pemberian dari Ansel ketika kami masih bersama. Bahkan foto ketika Ansel memelukku pun masih terpanjang rapi di album khusus kami berdua.

Aku tidak tahu mau aku apakan semua barang ini. Tidak mungkin jika aku menaruhnya di gudang bersama mainan masa kecilku. Dan lebih tidak mungkin lagi jika aku membakarnya. Itu terlalu membuatku merasa bersalah.

Dan sebaiknya aku simpan saja di dalam kotak besar dan aku masukkan ke bawah tempat tidurku. Mungkin akan menjadi tempat tinggal baru bagi kecoak-kecoak peliharaanku.

Setelah semua di rasa cukup rapi, aku menengok ke arah jam dan menunjukkan pukul lima sore. Aku mendengus kesal dan aku terpikir bagaimana mereka para perempuan yang sedang mempersiapkan prom dua jam lagi.

"Hari ini, kau banyak melamun."

Seseorang berbicara. Dan aku rasa di kamar ini hanya ada aku dan seseorang yang berada di kasurku—Aiden!

"Sejak kapan kau diam disitu dan memainkan ponselku?"

Aiden tampak berpikir. "Sejak kau memasukkan kotak besar ke bawah tempat tidurmu. Dan bodohnya dirimu, kau tak melihatku disini."

"Ya ya ya, terserah. Kau mau apa kesini?"

Aiden memperhatikanku secara detail. Dan hal ini sudah biasa mengingat aku yang sangat cantik--maafkan aku yang sangat percaya diri.

"Sejak kapan rambutmu berubah warna menjadi hitam kembali?"

Aku memutar bola mata. "Aiden, warna biru di rambutku akan menghilang jika aku keramas. Kupikir kau bukan cowok kuper."

Aiden hanya mengangguk. Dan keheningan mulai menerpa kami. Dan ini benar-benar membuatku bingung harus berbuat apa.

"Hey! Aku punya ide. Bagaimana dengan memainkan sebuah permainan? Aku sangat bosan," dan akhirnya Aiden membuka suara.

"Disini aku punya ular tangga, monopoli, boneka—"

"Truth or Dare!"

Aku memasang wajah datar. "Baiklah, akan aku turuti permintaanmu. Walaupun sebenarnya aku malas dengan permainan bodoh seperti itu."
Aiden tersenyum. Dan itu membuatku meleleh seketika. "Oke, kita mulai permainannya. Siapa yang pertama?"

"Kau! Truth or dare, Aiden?"

"Mengingat aku sedang malas berbuat sesuatu, aku memilih Truth."

"Dasar lelaki yang tidak gentle," gumamku.

"Aku bisa mendengarnya, Sharon! Cepatlah."

Aku mulai berpikir apa yang harus aku katakan. Mengingat inilah salah satu cara agar aku mengetahui satu sisi lain dari hidupnya.

"Apakah kau masih care dengan mantan kekasihmu?"

Perkataan itu mulus keluar dari mulutku. Dan ya, itulah yang selama ini aku pertanyakan dalam hati tanpa ada keberanian untuk aku katakan pada Aiden.

Black MacaronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang