EIGHTEEN

487 33 1
                                    

Chapter 18

-THE CONCERT-

AKU tersenyum memandangi Aiden yang sedang melakukan hal yang sama padaku. Tersenyum. Bahkan ketika melihat Aiden tersenyum, masalah tentang jati diri Aiden tadi pun sudah aku lupakan.

"Kau sudah siap?" ia bertanya.

"Belum," jawabku sambil menggeleng pelan.

Aiden membuka mantelnya dan menggantungkan nya di gantungan yang berada di belakang pintu. "Kalau begitu, cepatlah bersiap. Sebelum jalanan padat."

Aku mengangguk dan bergegas menuju kamar untuk berganti pakaian. Tak lupa aku mempoles wajahku dengan sedikit bedak dan lipgloss pink kesukaanku.

Setelah semua selesai, aku keluar kamar dan mendapati Aiden yang sudah siap dengan gaya casualnya yang terlihat sangat macho.

"Ayo," ucapnya dan menggandeng tanganku. Disini aku tidak bisa menebak bagaimana wajahku yang terlihat sangat konyol.

**

Di perjalanan, aku bisa melihat salju yang mulai mencair karena Aiden bilang, musim dingin sebentar lagi akan berakhir.

"Kita akan kemana?" aku melirik Aiden yang sedang mengemudi di sebelah kiri-ku.

"Ke tempat yang sangat menyenangkan," jawabnya dengan penuh percaya diri.

Aku memutar kedua bola mata dan pandanganku teralih menjadi menatap jalanan di sebelah kananku. Sesekali aku melihat orang-orang yang berjalan sangat sibuk di trotoar. Bahkan aku melihat perempuan yang memakai pakaian kurang bahan yang sedang berjalan sempoyongan dan beberapa pasang mata yang melihatnya seolah-olah itu adalah hal biasa.

Aku bergidik dan mendecih. Bahkan ketika musim dingin pun jalang-jalang itu tidak terkena hiportemia?

"Ini akan memakan waktu sangat lama. Jadi kau jangan mengeluh bosan." Ujar Aiden tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.

Aku tidak membalas. Aku hanya mendelik sekaligus menatapnya tajam.

"Aku akan tidur," gumamku sambil bersandar dan memejamkan mata.

**

Aku mengerjap beberapa kali ketika mendengar suara bising dari luar. Dan hal pertama yang aku lihat ketika aku membuka mata adalah, Aiden yang sedang memperhatikanku tanpa berkedip. Mataku melotot karena jarak antara aku dan Aiden lumayan dekat. Bahkan ini tidak bisa dikatakan 'lumayan!' Ini sangat-sangat dekat! Kami 'hampir' saja berciuman.

"Aiden, sedang apa kau..." ucapanku menggantung karena aku masih bingung.

Aiden tampak gugup dengan mengusap tengkuknya dan sesekali mengalihkan pandangan. "Well, aku baru saja akan membangunkanmu."

Aku mengangguk dan mengedarkan pandanganku ke luar mobil. "Kita ada dimana?" Aku bertanya.

"Kalau kau penasaran, ayo kita keluar!"

Mulutku seolah-olah tidak bisa berhenti memancarkan senyumnya dan hatiku yang sangat senang ketika Aiden mengajakku ke sebuah karnaval yang sangat seru.

Black MacaronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang