lima.

2.9K 216 1
                                        


"Akh!"

"Dasar cengeng, alay banget sih."

"Gue gak alay, ini emang sakit banget prill."

"Mankannya lo itu jangan banyak ulah. Padahal lusa kita bakal ada schedule buat flight ke U.S lo nya malah kek begini."

"Gue gapapa, kita tetep berangkat."

"Gila aja lo!"

"Gak, gue beneran gapapa."

"Banyak omong lo."

Setelah selesai membersihkan luka Ali, Prilly pun menutup nya dengan kasa putih. Ia melakukannya dengan sangat lembut sampai-sampai Ali tidak merasakan perih.

Tadi ia hanya bercanda saat berteriak. Ia hanya ingin menggoda Prilly. Lebih tepat nya ingin melihat ekspresi kesal yang dibuat gadis itu yang selalu saja mampu membuat ujung bibir Ali melengkung ke atas.

Lucu dan sangat manis.

"Nah udah selese, sekarang lo lurusin kaki lo di atas sofa." Prilly membantu Ali menaikkan kakinya di atas sofa.

Sekarang posisi Ali sedang berbaring di atas sofa dengan kakinya yang berada di atas pangkuan Prilly.

Ia sedang memberi salep pada luka kecil di kali Ali. Luka beset dan goresan yang terlihat sangat kontras dengan kulit Ali yang putih.

"Ehm! Makasih Prill dan maaf gue jadi ngerepotin lo."

"Iya lo emang ngerepotin banget."

"Maaf."

"Mana ada coba CEO ngurusin keperluan sekretarisnya. Dimanamana tuh sekretaris yang ngurusin kebutuhan CEO nya."

"Iya gue minta maaf."

Prilly hanya diam tidak membalas. Ia masih fokus dengan luka yang berada di kaki Ali dan sesekali meniupnya pelan. Selesai dengan luka Ali, kali ini Prilly berinisiatif memasak sesuatu untuk Ali.

"Lo laper gak?"

Ali mengangguk.

"Gue masakin sesuatu ya."

"Emang lo bisa masak?" Tanya Ali dengan ekspresi wajah meremehkan.

Prilly yang melihatnya jadi kesal dan dengan kasar menjatuhkan kaki Ali yang sedari tadi berada di atas pangkuannya.

"Akh! Latuconsina kaki gue masih sakit ini."

Ia memegangi kakinya yang menabrak meja ruang tamunya. Tadi sebenarnya Ali hanya bercanda(lagi). Ia sangat suka melihat ekspresi kesal gadis itu.

Ali memandang punggung gadis itu sembari menahan sakit di kakinya. Ia tak tahu kenapa ekspresi kesal yang dikeluarkan Prilly saja sudah mampu membuat bibirnya tersenyum. Padahal selama ini tersenyum adalah hal yang tabu bagi Ali. Tapi setelah ia dekat dengan Prilly ia jadi lebih banyak tersenyum.

"ALI SYARIEF! ASTAGA!"

Tiba-tiba Prilly berteriak dari arah dapur.

Ali panik tapi tidak bisa menghampiri. Karena kakinya masih benar benar merasakan sakit.

"Kenapa sih prill?"

"..."

Tidak ada jawaban. Dan itu membuat Ali semakin khawatir, takut terjadi apa-apa pada gadis itu.

"Prill?"

"Prilly?"

Ali memanggil, tapi tetap tidak ada jawaban. Apa Prilly terjatuh? Apa terjadi sesuatu yang buruk padanya? Ali tidak tahan ia harus pergi ke dapur.

Mencoba berdiri.

Rasanya menjadi hal yang paling sulit dilakakukan oleh Ali. Sangat sulit di lakukan disaan kondisnya seperti ini.

"Mau ngapain lo?"

Belum sempat Ali berhasil menegakkan kakinya. Prilly muncul dengan membawa pisau dapur di tangan kanannya.

"Mau berdiri terus kedapur."

"Mampu lo berdiri tanpa bantuan gue dengan kondisi kaki kaya gitu?"

"Gak."

"Terus?"

"Gue tadi denger lo triak, dan waktu gue panggil lo gak nyaut sama sekali. Gue kira lo kenapa napa."

Prilly tertawa jenaka mendengar jawaban Ali. Apa yang sebenarnya di pikirkan Ali sampai-sampai ia berusaha berdiri sendiri? Apa dia berpikir bahwa Prilly jatuh pingsan dengan kompor menyala?

Tidak.

"Terus lo kenapa?"

Alasan gadis itu berteriak adalah...

"Lo itu gila ato emang gak waras hah? Masa kulkas segede itu gak ada isinya."

Ia marah. Prilly sangat tidak suka melihat orang yang seperti tidak peduli dengan hidupnya. Ia tidak suka melihat sekretaris nya hidup dengan tidak teratur. Kondisi dapur di apartemen Ali memang sangat bersih dan higenis. Tapi kulkas dan lemari makanannya juga ikut bersih tak terisi apapun.

"Selama ini lo makan apa?"

Ali dibuat diam dengan pertanyaan yang diberikan oleh Prilly. Ia tidak berani menjawab. Karena apa? Karena seratus persen Prilly akan marah besar setelah mendengar jawabannya.

Selama beberapa minggu saling mengenal Ali dapat menyimpulkan banyak hal dari Prilly. Selain dari pengamatan sehari-hari Ia juga mendapat banyak informasi tentang gadis itu dari Kaia. Bisa dibilang Ali sudah mengetahui 95 persen informasi rahasia Prilly yang mungkin hanya diketahui orang-orang tertentu. 5 persennya adalah rahasia yang memang hanya diketahui gadis itu saja.

"Jawab!"

Lama mendiamkan pertanyaannya membuat Prilly kesal setengah mati dengan sekretarisnya. Mungkin jika ia adalah seorang psikopat. Pisau di tangannya sudah menancap di wajah tampan milik Ali. Tapi sayang nya Ali bukanlah orang yang bisa di bunuh oleh seseorang seperti Prilly.

"Gue ya makan makanan instan kalo gak gitu delivery."

Mendengar jawaban Ali gadis itu menghembuskan nafas berat. Apasih yang dipikirkan Ali? Dengan profesi yang ia kerjakan kenapa bisa ia tidak memperhatikan kesehatan dari makanannya sendiri.

"Yaudah sekarang lo makan, ayo gue bantu berdiri."

"Hah? Lo masak? Kan dirumah gue gada bahan masakan."

"Banyak.Bacot." jawab Prilly dengan penuh penekanan.

Setelah itu Prilly langsung membantu Ali berdiri. Ia membawa lengan Ali di pundaknya dan reflek melingkarkan tangan kanannya di pinggang Ali.

Ada sedikit sengatan listrik yang dirasakan Ali ketika tangan Prilly melingkar di pinggangnya. Sepertinya Ia sedang sakit, selama ini ia tidak pernah merasakan hal seperti ini.

"Lo pendek banget sih, percuma dong bantuin gue berdiri." Kata Ali dengan sedikit mengusap pelan kepala Prilly.

Prilly sudah kebal dan memiliki kesabaran tinggi. Ia tidak akan marah jadi ia hanya diam dan terus menuntun Ali menuju ruang makan.

"Makasih." Ucap Ali setelah ia berhasil duduk dikursi dengan nyaman.

"Sekarang lo makan."

"Beli dimana lo nih makanan?"

"Gue tau lo lagi sakit jadi gue masakin makanan biar lo bisa tinggal manasin doang."

"Beneran nih? Lo gak ngeracunin gue?"

"Sumpah deh lo! Kalo gue emang niat ngeracunin lo udah gue bunuh aja sekalian dari tadi. Ngapain juga gue ngurusin itu luka lo."

"Yausah sih nyante."

"Lo yang bikin gak nyante dasar gila."

Prilly mempoutkan bibirnya karena kesal. Ali yang melihat itu makin gemas dibuatnya. Andai saja Prilly bukan salah satu orang yang harus mati di tangannya, mungkin mulai detik ini juga Ali akan mencoba untuk mencintai lagi.

Everyone had their second face. Just like me.
-X2


Tbc.

Handsome PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang