empatbelas.

2.5K 178 1
                                    


Ali menghidupkan mesin mobilnya ketika Prilly sudah duduk manis di sampingnya. Mereka akan berangkat menuju sebuah tujuan yang di rahasiakan oleh Ali.

Entahlah, hanya saja Prilly tidak peduli sama sekali tentang itu.

Sekarang ia hanya peduli dengan suasana yang ada di antara mereka berdua. Prilly cukup terkejut saat ia baru memasuki mobil Ali tadi, lelaki itu benar-benar bersikap seperti tidak ada yang terjadi di antara mereka.

Seperti biasanya, disaat Prilly memasuki mobil Ali selalu mengatakan "seatbelt" untuk mengingatkan Prilly tentang sabuk pengamanannya. Karena gadis itu selelalu lupa. Tapi bedanya, dulu Ali mengatakan itu lalu memasangkannya, sekarang ia hanya mengatakan kata itu saja dan menunggu Prilly memasangnya, baru menghidupkan mesin mobilnya.

"Mau kemana si kita?"

Prilly membuka pembicaraan, ia bertanya dengan nada santai seperti biasanya.

"Lo harus ke mall buat beli baju."

Ali mengurangi kecepatan mobilnya lalu berheti di sebuah gedung tinggi. gedung dengan nuansa elegan yang di hiasi dengan tulisan brand besar di atasnya.

Toko pakaian.

Mereka beruda pun segera turun setelah Ali memarkirkan mobilnya. Berjalan masuk melewati banyak orang yang berlalu lalang di depan toko.

"Beli baju yang serba hitam."

Prilly merengutkan dahinya setelah mendengar ucapan Ali. Kenapa harus baju warna hitam? Apa mereka akan mendatangi sebuah acara khusus? Entahlah yang penting sekarang ia harus cepat memilih.

Tidak lama kemudian Ali dan Prilly selesai dengan pilihan mereka. Ali dengan kemeja dan celana lengan panjang dan Prilly dengan dress di atas lutut. Terlihat sangat simple dan serasi. Pakaian serba hitam itu terlihat sangat cocok di pakai mereka berdua.

Setelah membayar Ali segera keluar di ikuti Prilly di belakang nya. Ia terlihat sangat tergesa-gesa. Dan itu membuat Prilly merasa ragu dengan tujuan mereka kali ini.

"Diem aja, lo juga bakalan ngerti kali ini."

Prilly menoleh, ia mendapati Ali tersenyum miring setelah mengeluarkan kata-kata itu dari mulutnya.

Sungguh, sebenarnya apa yang direncanakan lelaki ini?

***

Prilly menundukan kepalanya, ia menahan tangis yang sudah mendesak keluar dari suduh matanya. Tangannya mengepal erat ujung dress nya hingga kusut. Nafas nya berat tidak beraturan.

"Kenapa lo gak ngasih tau gue dari awal?"

Suara serak dari mulut Prilly terdengar menggema di dalam mobil Ali. Suara kecil tapi di ucapkan dengan nada yang terdengar menyakitkan hati siapa saja yang mendengarnya.

Kali ini ia tidak bisa menahan semua pertanyaan yang ada di kepalanya. Karena semua terasa tidak masuk akal.

Dari awal disaat Ali memberhentikan mobilnya di depan rumah keluarga Rassya. Hingga ia berjalan masuk kedalam rumahnya dan menemukan suasana duka yang teramat dalam disana.

Dan puncaknya adalah dimana ia mendengar berita tentang kematian Rassya. Ia menangis sejadi jadinya mendengar itu. tetapi kemudian, sebuah fakta yang sulit di percaya oleh Prilly di keluarkan begitu saja oleh Ali.

Fakta bahwa Teuku Rassya adalah pembunuh dari Raja Latuconsina.

"Dia bunuh diri tadi malem. Dan gue baru tau beritanya tadi pagi."

"Tapi li, kenapa bisa dia ngehianatin gue sampe kaya gini. Kenapa dia sampe tega ngebunuh Raja?"

"Gue nggak tahu, tapi yang pasti dia punya motif. Sekarang mending kita langsung ke bandara dan balik ke indo."

Ucapan Ali menjadi pemutus percakapan mereka malam itu. Prilly terus saja menangis hingga mereka memasuki kabin pesawat. Mata sembabnya sudah terlihat bengkak. Wajah nya merah dan penampilannya terlihat kacau.

"Lo tidur aja, gue tau sekarang lo butuh istirahat."

Ali menyampingkan kepala Prilly di pundaknya. Ia tahu bahwa ia tidak dalam posisi untuk melakukan ini. Tapi seorang pembunuh seperti Ali tidak memliki batasan apapun. Ia akan menjadi lelaki baik dengan penuh kesempurnaan dan lelaki jahat yang menyimpan banyak rahasia di belakangnya secara bersamaan.

Karena pada dasarnya, Ali bukanlah lelaki normal yang memiliki perasaan menyayangi pada sesama manusia. Ali adalah seseorang yang akan memperlakukan mu dengan baik jika ia memang membutuhkan itu untuk kepentingannya. Tapi jika tidak, ia akan berubah menjadin sosok manusia yang penuh dengan kebencian di dalam hatinya.

Itu berlaku untuk semua orang. Bahkan berlaku untuk Kaia. Jika saja Ali bisa membunuh tanpa ada nya Kaia. Mungkin sekarang kakak manisnya itu sudah terkubur di dasar sumur tua yang jauh dari kehidupan.

Sayangnya seorang pembunuh membutuhkan otak untuk membunuh. Dan otak itu adalah Kaia bagi Ali.

Setelah melewati waktu yang panjang mereka pun sampai di Indonesia. Pagi hari, kondisi bandara sudah di penuhi banyak orang. Mungkin karena sekarang musim liburan jadi banyak orang menghabiskan waktu untuk berlibur dengan keluarganya.

"Ali kita ke kantor."

Prilly memerintah Ali untuk membawa mobil mereka menuju kantor. Ali tidak yakin saat gadis di belakang itu terus saja memegangi kepalanya. Dengan kondisi super pucat seperti itu apa yang mau dia lakukan di kantor nya?

"Ngapain?"

"Gue harus ngurus berkas yang udah dua hari gue tinggal."

Dasar cewek gila, mau maksain tubuhnya sendiri hah?

Ali menggelengkan kepalanya. Lalu memutar balik arah mobil nya menuju kantor. Liat saja, setelah ini pasti gadis itu akan pingsan dan Ali lah yang repot mengurusnya.

Sangat merepotkan.

Jalanan terlihat tidak ramai. Tidak juga sepi. Karena jalanan di Jakarta tidak akan pernah sepi. Terlalu banyak kegiatan di kota ini, entah itu di pagi hari maupun malam hari.

Mobil Ali memasuki area parkir Latuconsina Group. Suasana di sekitar gedung masih sepi karena memang jam masuk kantor nya satu jam lagi.

Prilly turun dari mobil lalu berjalan menuju lift bersama Ali. Menekan tombol 25 lalu bersenden di dinding besi itu.

"Lo boleh pulang."

"Maksud lo?"

"Lo boleh izin hari ini. pasti lo capek banget. Gue ga ada kegiatan yang butuh sekretaris kan hari ini. Orang cuma nyelesain berkas."

"Lo yakin?"

"Hm"

Ali tersenyum remeh mendengar jawaban Prilly. Tidak mungkin gadis itu baik-baik saja tanpa Ali sekarang. Berdiri sendiri saja harus memaksakan kaki nya yang gemetar. Mau apa dia dengan kondisi seperti itu?

"Terserah"

Ting!

Pintu lift terbuka, memperlihatkan sebuah lorong panjang dengan sebuah pintu besar di ujungnya. Lampu-lampu yang tadinya mati kini menyala. Lorong itu terlihat indah sekali jika matahari belum muncul. Pemandangan Jakarta yang terlihat di sisi kaca tembus pandang memanjakan mata siapapun yang melihatnya.

"Prill lo mau sarapan apa?"

Prilly membalikan tubuhnya, sekarang wajah nya sudah semakin pucat. Tatapan matanya sayu, dan bisa dilihat gadis ini berkeringat dingin.

"Gue lagi gak mood makan li. Lo aja yang sarapan."

Dasar cewek, kalo sakit bilang aja sakit. Gue pastiin lo ga bakal bertahan sebelum nyentuh pintu kantor lo.

Satu.

Dua.

Tiga.

Empat.

Lim-

Bruk!

Sialan! Gue bener-bener benci cewek lemah.

Tbc.

Handsome PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang