---
-Apa definisi bidadari dunia? Ahh... entahlah. Yang kutahu, bidadari dunia adalah kamu-
***
Awan putih berbalut birunya langit bertemankan kilauan mentari menyambut indahnya pagi. Tetesan embun dedaunan berkilau bak mutiara asli dari lautan. Bisingnya kendaraan disini, tak sebising tatkala diri di tengah-tengah Ibukota Negara. Lautan manusia beserta kendaraan pribadinya tumpah ruah dijalanan. Tak ada lagi celah sedikitpun menghirup kebebasan. kepulan asap sudah biasa, panas membakar bagai saudara. Hijaunya daun begitu sulit tampak mata. Tak seperti disini, sejuk kala mata memandang, segar kala udara terhirup, hangat kala mentari mulai menyapa.
Ryan menghirup udara pagi ini dalam-dalam. Semangat tampak membakar jiwa pagi harinya. Berhubung ini hari minggu, jogging adalah pilihan pertamanya. Awalnya, planning paginya adalah menjemput bunda di rumah nenek. Tapi kata bundanya, masih ingin berlama-lama di rumah itu.
Seusai jogging, segera Ryan bersiap, mematut dirinya dicermin. Stelan jas hitam, dengan warna dasi dan sepatu senada menunjukkan kesan wibawa dan aura kedewasaan yang begitu mendalam. Tunggu, bukankah ini weekend? Kenapa Ryan memakai pakaian resmi? Hanya Ryan yang dapat menjawabnya.
Senyum terukir dibibirnya. Entah mengapa, akhir-akhir ini senyum manis yang selalu ia tunjukkan. Ryan segera turun dari kamar. Menuju tempat dimana mobil kesayangannya terparkir. Tak butuh waktu lama, mobil miliknya melesat menembus jalanan.
Perlahan, mobilnya mulai memasuki salah satu pekarangan gedung pencakar langit. Orang-orang tersenyum ramah tatkala Ryan berjalan memasuki gedung tersebut. Tak jarang dari mereka menyapa, dengan sebutan 'Mr. Febryan'. Semua sapaan terbalas dengan senyuman, sembari langkah kaki tetap terus berjalan.
Ryan memasuki lift menuju lantai 27, tepat diruang direktur dan sekretarisnya.
"Astaga, PresDir." Seseorang segera bangkit dari kursi kebanggannya. Dengan wibawa tak kalah luar biasa beliaunya menunjukkan rasa hormat pada Ryan.
"Paman, tidak perlu berlebihan. Ryan, paman. Jangan panggil PresDir." Dengan tawa renyah Ryan menjawab. Membuat seseorang yang disebutnya paman pun ikut tertawa. Ia adalah Hermawan Sanjaya, adik kandung ayah Ryan, Aldi Nugraha. Sejak awal merintis usaha, pamannya ini turut andil besar dalam membantu ayahnya, hingga ayahnya mempercayakan salah satu cabang perusahaan padanya.
"Kapan kamu tiba disini, Yan? Kenapa nggak bilang Paman?" tanya sang Paman pada Ryan.
"Tiga hari yang lalu Paman. Maaf, Ryan belum sempat memberi tahu Paman." Obrolan panjang terus berlanjut antara keduanya. Tak lupa Ryan menyampaikan maksud dan tujuannya menemui sang paman. Ia menanggapi permintaan keponakannya itu dengan senyuman. Sedari kecil Ryan memang tak bisa ditebak, pikirnya.
"Terima kasih bantuannya, Paman. Ryan pamit. "
"Kenapa buru-buru? Sebentar saja, Yan. Ada yang ingin Paman sampaikan," ucap paman lirih.
“Ini pesan Diandra. Dia ingin me-”
Ryan langsung memotong, "maaf Paman, Bunda sudah menunggu Ryan dirumah Nenek. Mungkin lain waktu kita bicara ke-”
“Meminta maaf Ryan. Dian titipkan salam maaf padamu.” Paman mengusap wajah lelahnya. Sedangkan Ryan masih terdiam dengan wajah datar.
“Diandra masih kecil waktu itu, tidak kah kau memaklumi?” pamannya terus memohon. Harap Ryan tak lagi bersikap dingin
"Ry-" Belum sempat kata kembali terucap. Ryan langkahkan kakinya menjauh dari hadapan. Membuat sang paman mendesah pasrah. Diandra putrinya, memendam rasa pada Ryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Kerinduan √
Spiritual[Spiritual] -Memoriam masa silam bukan untuk menghambat laju masa depan., hadapi, dan semuanya akan kembali berlalu- --- Alfianaa ramadhani, santriwati manis dengan penuh keanggunan, idaman setiap ikhwan, dengan tasbih mungil yang tak lepas dari gen...