---
-Aku semakin rindu, akan bayang syahdu dalam pelupuk mata indahmu-
***
Untukmu, Alfianaa Ramadhani
Anaa amati sejenak. Namanya tertulis dengan rapi dalam amplop surat. Sekejap Anaa membayang, ‘ini tulisan tangan kak Ryan’. Anaa lanjutkan membuka amplop, sebait kata tertulis di dalamnya.
Anaa, Kakak harap rangkaian sederhana ini berada di tanganmu sekarang. Kakak sengaja titipkan ini pada Bunda, begitu tahu, butik Bunda ambil bagian dari pekan santri di pesantrenmu.
Kakak ingin kenalkan Bunda, meski hanya lewat kata, panggil beliau ‘Bunda Rahma’.
Tak sadar Anaa ukirkan senyum dibibirnya. Penghantar yang begitu manis, sarat akan kecintaan pada malaikat tercintanya. Membacanya, Anaa teringat akan wajah manis wanita paruh baya yang menggenggamkan surat ini padanya. Lanjutnya, ia ambil selembar kertas didalam amplop.
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh
Alfianaa Ramadhani
Tiada kata yang pantas terucap dari bibir ini. Terpuja akan paras dan hati, menggoncang, menyentuh tepat titik terdalam, yang kunamai dengan ‘rasa’.
Anaa tentu masih ingat dalam untaian surat pertama. Kakak tuliskan sebaris kata istimewa tentang rasa. Sungguh, jiwa telah tertaut dalam manisnya kecintaan akan makhluk ciptaan Tuhan. Semesta menyapa pagiku dengan raut wajahmu dalam ingatan. Inginkan perjumpaan lebih dari sekedar melambai, atau hanya ucap sapaan.
Entah dengan cara apa perlu ku yakinkan, bukan pemanis kata yang Kakak ucapkan. Apalagi gombalan ala anak muda zaman sekarang. Anaa, Kakak sungguh mengingat kata ini meski detik terus melewati,
Hari lalu, ku simpan bayang pesonamu dalam ingatan,
Hari ini, hati mulai sisipkan rindu dalam setiap lamunan,
Untuk esok, kuharap engkau terengkuh dalam pelukan.
Kau tau Anaa?
Dalam kata mampu ku ucap ‘cukup engkau tahu, tak perlu balaskan rindu’. Namun sejujurnya, dalam jiwa Kakak tersiksa. Tersiksa akan kata yang tertulis oleh jemari pada rangkaian sebelumnya. Tak ku pungkiri bahwa diri mulai harapkan hati. Hatimu. Hatimu tuk membalas rasa ini.
Sekali lagi, Anaa… Aku sungguh rindu.
Dalam baris doa, kusebut nama cantikmu. Dalam langkah, ku harap Tuhan pertemukan aku dengan dirimu. Dalam bayangku pun, selalu ku harap paras ayumu tersenyum menyapaku.
Adakah aku salah, Anaa?
Harus ku akui, aku bukan santri. Bukan pula ahli mengaji. Bolehkah ku harap cinta dari bidadari surga laiknya dirimu?
Maaf Anaa, Kakak harapkan perjumpaan, dan balasan rasa dengan setitik kenyaman…
Maaf…
Terima kasih telah terbaca,
Arganta Yudha Febryan.
Wassalamu’alaikum warahmatullah…
Anaa lipat kembali surat tersebut dengan rapi, duduk termenung di taman santri seorang diri. Matanya mendongak, tatapkan langit senja yang tampak cantik ukirkan siluet kemerahan dengan ujung mulai menghitam. Sebentar lagi gelap, dan Anaa masih tenang dalam duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Kerinduan √
Spiritual[Spiritual] -Memoriam masa silam bukan untuk menghambat laju masa depan., hadapi, dan semuanya akan kembali berlalu- --- Alfianaa ramadhani, santriwati manis dengan penuh keanggunan, idaman setiap ikhwan, dengan tasbih mungil yang tak lepas dari gen...