---
-Ada saatnya hatiku berhianat pada mimpi, meski itu mimpi tentangmu selama ini, maaf-
***
Assalamu’alaikum, Anaa…
Malam ini, melalui goresan pena dan sejuk dini hari, berbingkai kesunyian malam dengan teman taburan bintang ku tuliskan kata pamit, untuk perpisahan.
Aku akan mundur…
Sudah tentu, jelas terpandang mata, kasihmu untuk siapa. Maafkan kata yang terlontar dari bibir ini, buat Anaa tak enak hati. Maafkan hati ini yang terlampau dalam mencintai. Maafkan pula raga ini, dengan egoisnya senantiasa harap untuk memiliki.
Amerika Serikat, tujuan Kakak setelah ini. Tertulisnya surat ini pukul 11.47 malam. Itu artinya, dalam 1x11 jam, Kakak akan tinggalkan Negeri ini, tinggalkan segala kenang, juga rasa akan Anaa selama ini. Doakan Kakak, lapangkan hati atas segala yang terjadi. Doakan pula, kasih ini dapat terganti, seiring berjalannya hari.
Anaa… sebelum kata terakhiri disini, izinkan sekali lagi, hati luapkan rasa yang telah terpatri. Dalam kejujuran Kakak ungkapkan, segala penuh pengharapan, akan cinta kasih Anaa, untuk Kakak seorang. Namun, apalah daya, hati tak dapat di paksa. Segalanya sudah di atur sang Maha Kuasa.
Mulai terbacanya surat ini, Kakak bebaskan Anaa dalam tentukan hati, tak bebankan Anaa untuk menjawab lamaran yang telah terberi. Kakak lepas Anaa, sekarang. Semoga Anaa bahagia.
Wassalamu’alaikum…
Febryan
“Ryan yakin, Nak?” bunda yang sedari awal Ryan menuliskan kata mulai menitikkan air mata. Tak tersangka, putranya begitu dalam tanamkan rasa.
Ryan memeluk ibunda tercinta, “Ryan akan kembali, dengan hati yang lebih kuat dari saat ini, Bunda.”
“Bunda jangan khawatirkan Ryan. Ryan akan baik-baik saja. Perusahaan almarhum Ayah juga akan tetap berjalan seperti biasanya, Ryan bisa, Bunda,” tambah Ryan, mengeratkan pelukan. Bunda menitikkan air mata, turut sakit melihat putranya tampak begitu tersiksa.
“Ryan akan lanjutkan pascasarjana di sana, jadi Ryan akan banyak kesibukan nantinya.” Ryan berikan senyum terbaiknya. “Bunda jaga kesehatan. Jangan sampai sakit selama Ryan tak ada di sisi Bunda.” Sang ibu hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Jangan terlalu lama,” pesan Bunda kepada Ryan.
Ryan menghapus air mata ibunya, “sekarang Bunda istirahat.” Ryan memasang senyum terbaiknya, agar ibunda tercinta tak semakin bersedih karena keputusan tiba-tibanya.
Bunda meninggalkan kamar Ryan dalam segala sepi memenuhi relung hatinya. Ryan hanya menatapnya, tanpa berniat membatalkan rencananya.
Selepas kepergian bunda, Ryan lipat kertas dengan rangkaian kata-katanya untuk Anaa. Ia masukkan ke dalam amplop berwarna biru, dengan perekat berbentuk bunga lili cantik, menempel menutup surat. Ia masukkan surat tersebut ke dalam saku jaket yang tergantung di samping meja, berniat berikan surat tersebut besok, di rumah sakit. Hatinya masih terpaut, ingin melihat Anaa, meski untuk kali terakhir.
***
Gerimis pagi membuat sinar matahari enggan menghangatkan bumi. Rintik-rintik air dengan mendung meskipun tak begitu pekat tapi cukup mewakili suasana hati yang tak kalah gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Kerinduan √
Spiritual[Spiritual] -Memoriam masa silam bukan untuk menghambat laju masa depan., hadapi, dan semuanya akan kembali berlalu- --- Alfianaa ramadhani, santriwati manis dengan penuh keanggunan, idaman setiap ikhwan, dengan tasbih mungil yang tak lepas dari gen...