18 ~ Aku Mencintaimu, Anaa

2K 94 3
                                    

---

-Aku telah melangkah, tak akan ku lepas, karena aku sudah bersusah payah-

***

“Maaf sebentar.” Umi Hanifah melangkah ke pintu depan, melihat siapa yang datang, sedang semua orang dalam ruangan masih dalam ketegangan penantian jawaban.

Sampai di depan pintu, umi Hanifah terkejut melihat tamunya, “Nak Ryan?”

“Assalamu’alaikum, Bu,” sapanya santun, mengambil tangan umi Hanifah dan menciumnya. “Saya datang sesuai janji,” ucapnya tersenyum hangat.

Umi Hanifah tergagap dalam menjawab, “ee, silahkan masuk, Nak, Pak, Bu.” Ustadzah Ami memberikan jalan untuk Ryan dan keluarga memasuki rumah.

“Assalamu’alakum.” Ryan yang di buat tersentak kala memasuki rumah. “Ustadz?” Namun dengan sekejap, ia mengendalikan dirinya.

“Febryan?” ustadz Hamdhan tak kalah terkejut mendapati perjumpaan dengan Febryan di rumah Anaa, apalagi melihat pria dan wanita paruh baya yang ia simpulkan bahwa itu adalah keluarga Febryan.

“Papa?” semua orang mengalihkan pandangan ke arah Syifa. Syifa menitikkan air matanya.

“Sayang,” ayahnya mendekat menghampiri Syifa. “Dian kuat, Papa tau itu. Ryan sudah cerita semuanya.” Mata sang ayah berkaca-kaca perhatikan putri yang sangat di sayanginya.

“Maaf, Kakak tidak mengenalimu,” ujar Ryan memandang Syifa. “Maafkan Kakak buatmu seperti ini.”

“Kak Ryan.” Anaa memandang seakan meminta penjelasan.

“Ada apa ini sebenarnya?” ustadz Hamdhan tidak tahan untuk tidak bertanya.

“Kakak dan Syifa-?” Anaa menggantung kalimatnya.

Febryan tersenyum perhatikan, “kemaren Kakak hanya membawa Bunda, karena memang hanya tinggal Bunda yang Kakak punya. Ini-” Ryan memandang pria yang bersamanya, “ini pak Hermawan, Paman saya sekaligus Ayah dari Syifa, yang saya kenal sebagai Diandra.”

Beberapa terlihat tidak mengerti dengan penjelasan Ryan. Terutama keluarga ustadz Hamdhan.

“Ikhlaskan, Nak.” Hermawan mengelus sayang hijab putrinya.

“Anaa,” Syifa memandang Anaa. “Syifa minta maaf atas yang terjadi sejak hari di mana Syifa membentak Anaa.” Syifa menitikkan air mata.

“Syifa,” Syifa menceritakan apa yang terjadi hari itu, saat dia membentak Anaa, pernyataan Azzam, dan juga tentang Ryan yang menjadi cinta pertamnya.

“Dan, kak Ryan,” Syifa mengalihkan pandangan ke arah Ryan. “Papa sudah cerita apa yang terjadi padaku?”

Ryan tersenyum mengangguk, dengan raut penyesalan ia berkata, “Maafkan Kakak, sakitmu karena Kakak. Tidak seharusnya Kakak menjauhimu saat itu.”

Hermawan memandang Anaa, “Dianandra Syifa Rahayu, yang dikenal Ryan sebagai Diandra, dan dikenal olehmu sebagai Syifa. Setelah mengetahui perasaan Diandra kecil di masa lalu, Ryan memutuskan untuk menjauhinya, menghilang dari pandangan Dian, sekaligus menghilangkan Dian dari pandangannya. ia sangat menyayangi gadis kecilnya tersebut. Bahkan Ryan sudah menganggap Diandra sebagai Adiknya sendiri.”

Lanjutnya, “namun lain halnya dengan Diandra, dia membenci saat dirinya tidak bisa memandang Ryan lagi. Dia mengurung diri di kamarnya, menangis sepanjang hari, dan ketika hari itu, saya pergi bekerja, namun ternyata Dian keluar rumah tanpa seorang pun yang tau.”

Syifa melanjutkan cerita ayahnya, “saat itu, Papa sekalipun tak mampu kurangkan sakit dan Rindu di hatiku, Naa. Hingga aku nekat keluar rumah mencari kak Ryan, dan berakhir tertabrak,” Syifa menunduk sedih mengingat segalanya. “Wajahku rusak terkena pecahan kaca mobil tersebut. Papa yang tak tega membawaku ke luar negeri untuk melakukan operasi plastik. Dan aku… aku meminta untuk mengubah wajahku, berbeda dari sebelumnya.”

Tasbih Kerinduan √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang