Chapter8

112 38 5
                                    

Seperti Bulan yang enggan meninggalkan Matahari, yang selalu berharap akan adanya Pelangi, sama hal nya seperti kamu enggan meninggalkanku namun masih berharap akan hadirnya masa lalu, Adilkah itu!

                                                  ***baca dan dengerin pake lagu biar rilex***

                                                                                             ***
Aku terdiam menghentikan tangisku, serasa kata-katanya barusan seperti moodboster yang menjelma sebagai kata-kata.

Dion mengelus-elus kepalaku " Ah kamu apaan sih? " Kataku menghentikan elusan tangan Dion .

" Kamu gak suka? " Balasnya menatapku lurus.

Tetap saja leleki ini tidak mengerti bagaimana wanita, " Harusnya kamu peka akan apa yang sekarang aku rasa Dion ." Bathinku berkata-kata.

Aku tergugup menjawab katanya, " B-bu-bukan! Dion sekarang aku boleh nanya gak? " Ucapku sambil membalas pandangannya.

Seketika fokus ku dan Dion hilang pada film yang sedang diputar, mataku tak lagi tertatap pada layar laptop yang segi itu, terasa sekali penat serta perasaan yang berkecambuk memaksa untuk berbicara, bibirku seakan keluar dari bungkamnya.

Dion menatap ku sambil berkata, " Kamu mau nanya apa bee? Yaudah boleh kok, apasih yang enggak buat kamu. " gurauannya membuatku terbang tujuh kepayang.

Aku benci harus mengajukan pertanyaan bodoh ini, menurutku ini bukan Aku, tapi dibalik itu rasa sesak selalu menekanku untuk membuka bibirku mengeluarkan kata.

Mulai ku tatap wajahnya, ku pukul dadanya, lalu sontak saja kata ini mengalir dari mulutku, " Kamu itu nganggap aku apasih Yon? Kamu ganggu aku tiap saat? Kamu ngasih perhatian, panggil aku sayang, dan bahkan kamu manjain aku, dan ini udah gak wajar dipanggil teman,"

" Kamu anggap aku apa sih? Kamu mikir gak efeknya ke aku gimana kalo sifat kamu ke aku kek gini Dion,"

" Dion tolong aku gak bisa kek gini, ka__"

Ucapku berturut turut dan berhenti memandanginya, aku mengalihkan pandanganku seakan akan menandakan aku lelah dengan drama ini.

"...Kamu ugh." dengan meremas tanganku,dan membentuk gumpalan tinju.

Ku keluarkan semua yang ingin ku katakan hingga aku berhenti untuk berkata dan tiba-tiba Dion merangkul ku.

Dion merangkulku sangat kencang, seakan tidak menginginkan ini terjadi, aku menutup mataku sambil mengeluarkan sepertik air mata, tanpa ku tau, tanpa ku sadar mataku mengeluarkan tangisnya, mungkin sudah tidak terbendung lagi oleh perasaan, dan air matalah jawabannya.

" Udah jangan diterusin."
" Saya tau sekarang saya udah bikin kamu bawa prasaan gini dan harusnya Saya gak nunggu kamu bilang ini." Katanya memeluk erat jemariku.

Aku berusaha melepaskan rangkulannya karna menurutku ini drama semata.

" Jangan lepasin, Saya sayang sama kamu, bukan saya gak ingin ngomong ini ke kamu, tapi bayang-bayang Sisi masih ada disini, semuanya butuh waktu." Ucapnya nunjuk dadanya dengan tanganku.

" Apa kamu sanggup mencintai orang yang masih berharap sama masa lalu nya? Saya gak baik buat kamu, kalo pun saya harus sama kamu, Saya harus bener-bener lupa in Sisi dulu, biar cuma kamu yang ada disini." Berturut-turut kata keluar dari mulutnya, seakan aku gak percaya dia ngomong ini, aku sempat berfikir kalau 'jadi selama ini aku dianggap apa, cuma tempat pelariannya sajakah? Apa aku sebodoh ini?' pikiranku melayang tak terkira .

" Saya gak ingin bikin kamu sedih, maafin saya udah bikin kamu baper, saya berubah demi kamu, dan akan tanggung jawab sama yang udah saya lakuin sama hati kamu, tunggu saya!!!"

Mulutku terkunci rapat tanpa ada satu katapun yang berdering dari ku, aku yang awalnya sangat heboh, justru malah terpaku berdiam diri di sepinya suasana, mataku tertuju kedepan lurus menatap Dion, mulutku terkunci rapat, setetes air mengalir di pipi dan jatuh ke tangan Dion,

Dia bicara seakan semuanya akan menjadi nyata, meski cuma kata kata, tapi hati ku terasa tenang saat ada dipelukannya.

Disatu sisi aku senang Dion merasakan hal yang sama, tapi disisi lain Sisi adalah teman semasa kecil ku yang berubah akibat derasnya waktu dan jaman.

"...Udah sekarang gini aja, biarkan semuanya berjalan seperti air mengalir yang akan pulang pada muaranya nanti, kamu ngerti maksud aku. " Ucapku menghapus air mataku, dan berusaha menengkan diri.

" Iya... Kamu anak baik-baik yang gak pantes sama brandalan kaya Saya, tapi Saya janji, Saya bakal berubah demi kamu." Balas Dion, dengan senyuman yang suatu saat pasti aku rindukan.

                                                                                                ***

3 hari belalu semuanya normal. Pada hari ke-empat setelah kejadian Nobar bareng Dion semuanya berubah seakan ada sesuatu yang beda .

Aku berjalan menggenakan baju putih abu-abu serta tas di lengan kanan, ya bisa dibilang tas samping yang sangat suka aku bawa kemana-mana.

Saat ini suasana jalanan masih sepi, aku berjalan sepanjang jalan menuju sekolah, tanganku menggapai tas untuk mengambil handphone ku.

"Ponselku mana ya." Kataku berbicara sendiri dan mencoba membuka tas yang kini ku sandang untuk mengambil remot besi (handphone).

" Biasanya pagi-pagi gini si Dion udah nongol." Ucapku celetus sendiri sambil memeriksa notif yang masuk.

Ternyata setelah ku lihat ternyata tidak ada notif yang masuk dari Dion.

Seketika saja pikiranku kacau, mengalantur kemana-mana, tapi semuanya hilang ketika aku mengingat ucapan dia kemaren, Aku mencoba untuk selalu berfikir positif terhadap Dion.

Mungkin dia lagi dijalan jadi gak inget nge-chat aku dulu kali ya. Ucapku  Ngebathin terus.

Sekolah ku berada setelah sekolah Dion. Pagi ini aku datang telat, karna lupa nyetel alarm, gak lama setelah itu aku liat dia.

Ya, siapalagi kalo bukan bocah Gidion Ginting, tapi kali ini dia pergi sekolah gak sendiri, ada perempuan yang sedang diboncenginya.

Pandanganku jauh sehingga tidak terlalu jelas terlihat siapa perempuan yang sedang bersama Dion, semakin dekat semakin jelas wajah perempuan itu.

Dia kan...?
Sontak saya perkataan keluar dari mulutku.
Sumpah kali ini aku shock melihat Dion bersama dengan...

.

.

.

.

.

.

.

.

ga seruu commentnya kurang banyak, like dan comment yang banyak biar aku makin semangat ngetiknya....

My MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang