Tok tok tok
Ratna mendongak menatap pintu ruangannya yang diketuk seseorang. Dia mengerutkan kening melihat Devi yang sedang menyandarkan bahu di ambang pintu ruang kerja Ratna yang terbuka dengan wajah cemberut.
"Ada apa?" tanya Ratna bingung.
"Memangnya kau tidak punya jam? Ini sudah waktunya makan siang." Devi mendesah kesal. "Sejak insiden rapat beberapa hari lalu, aku tidak pernah melihatmu di kantin lagi. Jangan hukum dirimu sendiri hanya karena hal sepele."
Ratna kembali menunduk pada berkas-berkas di mejanya. "Aku tadi sudah membeli makan siangku dalam perjalanan ke kantor." Jelas Ratna sambil mengedikkan kepala pada bungkusan cokelat berlabel fastfood di meja sebelah tehnya. "Sepanjang minggu ini cukup sibuk. Aku tidak mau membuat kesalahan lagi."
Devi masuk ke ruangan Ratna, meraih bungkusan cokelat itu lalu melemparnya ke tempat sampah dengan puas. Wanita itu menatap Ratna yang sedikit terkejut karena perbuatannya.
"Makanan itu pasti sudah dingin dan lembek. Kita harus makan sesuatu yang hangat."
Ratna mengerang frustasi tapi akhirnya dia mengalah.
Ratna tahu betul watak Devi yang sudah dikenalnya sejak ia diterima di perusahaan itu dua tahun yang lalu. Devi tidak akan berhenti sebelum Ratna mengikuti apa yang menurut wanita itu benar. Ratna bangkit dari balik meja kerjanya lalu mengikuti Devi yang sedang menyeringai puas.
"Dev, kamu duluan saja ke kantin. Aku mau ke toilet dulu. Nanti aku menyusul."
Devi menatap Ratna sambil cemberut. "Aku tunggu di kantin. Awas kalau tidak menyusul!" ancamnya.
Ratna hanya menyeringai sambil melambaikan tangan. Dia bergegas menuju toilet. Ketika mencuci tangan di wastafel, mendadak Ratna ingat kalau dia mematikan ponselnya karena sejak sampai di kantor, Freddy terus-menerus menelponnya dengan alasan bosan di rumah sendirian. Memangnya dia tidak punya orang lain yang bisa diganggunya?
Ada tujuh belas panggilan masuk dan dua puluh empat sms yang semuanya dari polisi penggoda itu. Ratna hanya membuka pesan terbaru dari Freddy yang isinya lelaki itu minta dibelikan buah apel.
Ratna mendesah sambil berjalan keluar toilet. Polisi itu sungguh menyebalkan. Sejak Ratna tinggal di rumahnya tiga hari yang lalu, Freddy tidak pernah membiarkan hidupnya tenang.
Bruk
Ratna meringis sambil menyentuh keningnya yang nyeri karena membentur dada seseorang di luar toilet. Perlahan Ratna mendongak hingga tatapannya beradu dengan mata biru yang sangat cerah hingga nyaris putih.
Suatu perasaan asing merambati dada Ratna ketika menatap mata biru itu. Takut? Cemas? Marah? Ratna juga tidak mengerti. Tapi yang jelas, seolah ada bel peringatan dari alam bawah sadarnya agar Ratna segera berbalik lalu melarikan diri sejauh mungkin dari pemilik mata biru itu.
"Hei, kau baik-baik saja?" lelaki bermata biru itu melambai-lambaikan tangan di depan wajah Ratna.
Refleks Ratna mundur beberapa langkah dengan nafas yang memburu dan jantung berdegup kencang. Ratna mengerutkan kening dengan tingkahnya sendiri. Entah kenapa dia merasa sangat ketakutan.
"Apa kau mengenalku?"
Pertanyaan yang biasa. Namun dalam benak Ratna terdengar dingin dan kejam. Mata biru itu masih menyorot tajam membuat bulu kuduk Ratna meremang.
Ratna menunduk sambil memejamkan mata untuk menenangkan diri. Ratna menghitung sampai sepuluh. Setelah selesai perasaannya mulai tenang namun kegelisahan terus melingkupi dirinya.
Ratna kembali mengangkat wajahnya untuk menatap lelaki bermata biru yang masih berdiri di depannya, seperti singa lapar yang sedang menunggu reaksi kelinci buruannya. Ratna segera menepis pikiran itu dan mencoba mengulas senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Polisi Penggoda (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Bertemu polisi berwajah tampan di pagi yang cerah, merupakan sebuah anugerah bagi semua wanita. Tapi tidak bagi Ratna. Pertemuan itu membuat harinya kacau hingga ia merasa seperti di neraka. Bahkan belum cukup denga...