"Kuharap kau sedang memimpikan diriku."
Kalimat itu masih terngiang dalam benak Ratna, seperti ingin menarik kenangan lain keluar ke permukaan. Rasa sakit di kepalanya semakin mendera seiring kenangan yang mulai terkuak.
Ratna merintih ketika senyum culas sang ibu memenuhi benaknya. Wanita yang menurut kakaknya telah melahirkan dirinya ke dunia itu tampak senang melihat Ratna berteriak ketakutan. Wanita itu malah terbahak melihat lelaki yang dibawanya berusaha mencium dan menjamahi tubuh kecilnya yang baru berkembang.
Masa lalu dan masa kini berbaur menjadi satu hingga membuat Ratna mual. Lelaki yang membuat kenangannya kembali terbuka hanya menatap Ratna dengan kening bertaut.
Lelaki itu bangkit lalu berjalan mendekati Ratna. Namun Ratna sendiri tidak tahu, apa itu hanya terjadi di dalam kenangannya atau di masa sekarang. Karena dalam kenangan Ratna, lelaki itu juga sedang mendekati dirinya—yang sudah tergeletak kelelahan di atas ranjang—dengan seringai predator.
Tangan lelaki itu terulur. Ratna hanya bisa merintih ketakutan antara sadar dan tidak.
"Apa kau sedang sakit? Hidungmu berdarah." Lelaki itu menunjukkan darah di jemarinya. Dia tampak seperti kekasih yang perhatian dan khawatir.
"Kakak, tolong aku." Suara Ratna begitu pelan.
Lelaki itu berdecak. "Apa kau tidak bosan meminta tolong pada kakakmu? Kenyataannya dia tidak pernah bisa melindungi dirimu, sama seperti empat belas tahun yang lalu." Lelaki itu kembali membersihkan darah yang keluar dari lubang hidung Ratna, lalu menjilat jemarinya tanpa jijik. "Berhenti memohon pada kakakmu! Memohonlah padaku, dan aku akan memenuhi semua kebutuhanmu termasuk rasa aman dan nyaman."
Wajah lelaki itu semakin menunduk mendekati wajah Ratna yang terkulai di sandaran kursi kayu. Ratna merasa kembali menjadi dirinya yang dulu. Gadis kecil yang pasrah pada nasib buruknya.
Mendadak kenangan lain muncul. Lelaki berseragam polisi dengan senyum jahilnya karena berhasil mengerjai Ratna. Wajah lemah lelaki itu setelah akting kecelakaan. Gombalannya yang selalu membuat Ratna kesal. Terutama malam pertama mereka yang begitu panas.
Freddy.
Seperti mendapatkan tenaga entah dari mana, Ratna berhasil mendorong dada lelaki di hadapannya hingga lelaki itu mundur beberapa langkah. Segera Ratna bangkit untuk melarikan diri namun tidak melihat adanya pintu keluar.
Ruangan itu begitu luas. Sebuah ranjang di salah satu sudut, meja di sudut lain dan kursi kayu yang tadi Ratna tempati berada di tengah-tengah ruangan. Selain itu, tiap dinding tertutup lemari kayu yang tingginya mencapai langit-langit.
"Kenapa berhenti, sayang? Tidak bisa menemukan pintu keluar?" lelaki itu terkekeh menyeramkan.
Ratna segera berbalik menatap lelaki itu. Rasa takut yang menderanya membuat bulu kuduknya meremang. Tidak ada pilihan lain kecuali menghadapi lelaki itu.
"Siapa sebenarnya kau?" berbanding terbalik dengan rasa takut yang melingkupi dirinya, pertanyaan yang Ratna lontarkan terdengar begitu tegas dan mantap.
"Biasanya aku memperkenalkan diri sebagai Maxwell Bennedict. Tapi khusus kepadamu, akan kuperkenalkan nama asliku, Matthew Bennedict."
Ratna tersentak dengan kenyataan itu. Dia mencoba memperhatikan lelaki di depannya lebih seksama. Bagaimana mungkin Ratna tidak menyadari sebelumnya. Lelaki itu mirip sekali dengan orang yang dipanggil Freddy Uncle Max. Mungkin karena aura yang berbeda dan kilasan kenangan dalam benaknya membuat Ratna kehilangan fokus.
"Apa kau saudara kembar Mr. Maxwell Bennedict?"
"Apa aku masih harus menegaskan sesuatu yang sudah tampak jelas?" Matt terlihat jengkel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Polisi Penggoda (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Bertemu polisi berwajah tampan di pagi yang cerah, merupakan sebuah anugerah bagi semua wanita. Tapi tidak bagi Ratna. Pertemuan itu membuat harinya kacau hingga ia merasa seperti di neraka. Bahkan belum cukup denga...