9a

56.3K 4.3K 202
                                    

Lelaki itu berjalan tergesa menuju tempat parkir di samping club tempatnya bekerja, Fly Club. Dia tidak memperhatikan sekeliling hingga tanpa sadar menabrak seseorang.

"Rafka, ada apa? Kenapa buru-buru sekali?"

Lelaki yang dipanggil Rafka hanya tersenyum sekilas tanpa menjawab pertanyaan wanita yang juga berprofesi seperti dirinya—pemuas nafsu orang-orang kaya yang kesepian—lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Dengan cepat Rafka memasuki mobil hitam milik Alan, tentu saja tanpa meminta ijin pemiliknya. Bagi Alan, Rafka tidak bisa menyetir. Yang dimaksud adalah tidak bisa menyetir mobil barunya.

Segera Rafka membawa keluar mobil itu dari parkiran, sebelum Alan mengetahui bahwa mobilnya telah di bawa pergi. Dia tidak punya waktu untuk meminta Alan menemaninya. Telepon yang diterimanya tadi membuat pikirannya kalut dan ingin segera mendapat konfirmasi tentang info tadi.

Butuh waktu tiga jam hingga Rafka bisa sampai di tempat tujuannya. Begitu mobil itu berhenti di halaman rumah yang penuh dengan anak-anak, Rafka segera mematikan mesin mobil lalu melompat turun. Setengah berlari lelaki itu menuju salah satu sisi bangunan, lalu segera masuk tanpa mengetuk ke dalam ruangan yang sudah sangat dihafalnya.

"Bu Wahyu," sapa Rafka pada wanita yang sudah berumur tujuh puluh tahun yang sedang duduk di balik meja kerjanya. Dia adalah pendiri sekaligus pemilik Panti Kurnia yang juga menjabat sebagai kepala Panti.

"Rafka, akhirnya kau datang juga." Ujar bu Wahyu sambil berdiri lalu pindah duduk di sofa. Dengan tangannya dia mengisyaratkan agar Rafka juga duduk di seberangnya.

Rafka segera duduk sambil menatap bu Wahyu was-was. "Apakah yang Anda sampaikan di telepon tadi benar?"

Bu Wahyu mengangguk pelan. Dia bisa mengerti perasaan kalut Rafka. "Orang tua lelaki itu datang tadi pagi. Mereka meminta ijin untuk menikahkan Ratna dengan putra mereka bulan depan."

"Kenapa mereka buru-buru sekali? Ratna tidak sedang—" Rafka tercekat. "hamil, kan?"

Bu Wahyu tersenyum. Walaupun dia sama sekali tidak tahu bagaimana kehidupan lelaki di hadapannya dan apa yang membuat lelaki itu harus menyerahkan adiknya ke Panti Kurnia, tapi dia tahu betapa sayangnya Rafka pada adiknya. Lelaki itu berusaha memenuhi semua kebutuhan Ratna dan selalu mengawasi wanita itu meski dari jauh. Bahkan meski Ratna sama sekali tidak mengingat kakaknya.

Empat belas tahun yang lalu. Dengan berlinang air mata, pemuda berusia tujuh belas tahun itu harus menyerahkan adik yang begitu disayanginya yang masih berusia dua belas tahun. Gadis yang baru menginjak kelas satu SMP itu baru saja mengalami kecelakaan yang membuatnya kehilangan ingatan.

Bu Wahyu sempat bertanya mengapa Rafka tidak membantu adiknya mengingat saja, dan mereka bisa hidup tanpa terpisah. Namun Rafka mengatakan bahwa Ratna mengalami kejadian buruk yang tidak seharusnya diingatnya. Dan bahwa hidup bersama Rafka, adiknya tidak akan pernah mendapat kebahagiaan.

"Tidak, Nak. Adikmu tidak hamil." Jawab bu Wahyu. "Orang tua lelaki itu ingin putranya segera menikah."

Kekhawatiran kembali menyelimuti mata Rafka. "Apakah Ratna dipaksa untuk menikah? Apa orang itu memiliki alasan dibalik pernikahan putranya? Dan siapa nama lelaki itu? Apa Anda sudah memastikan bahwa mereka dari keluarga baik-baik? Anda yakin Ratna setuju dengan pernikahan ini tanpa paksaan? Apa Ratna mencintai lelaki itu?" Nafas Rafka terengah begitu ia menyelesaikan rentetan pertanyaannya.

Berbeda dengan raut panik di wajah Rafka, bu Wahyu malah tertawa. "Rafka, sepertinya aku harus mencatat pertanyaanmu karena aku sama sekali tidak bisa mengingat semua yang kau tanyakan. Kau menjadi seperti seorang Ayah yang Putrinya sedang dilamar orang."

Polisi Penggoda (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang