Delapan orang di sekitar ambang pintu ruang bawah tanah bergerak masuk. Sisanya keluar memberi jalan bagi ketiga orang yang menjadi pusat perhatian untuk masuk.
Nafas Ratna tercekat ketika tatapan tajam Freddy menyambar dirinya, seperti berusaha memastikan bahwa dirinya baik-baik saja. Ratna ingin menghambur ke dalam pelukan lelaki itu, tapi kelegaan luar biasa yang datang secara tiba-tiba membuat tubuh Ratna serasa lemas.
"Halo, Matthew. Lagi-lagi kau menggunakan namaku untuk membodohi orang lain." Max sengaja mengeraskan suaranya agar semua orang bisa mendengar.
"Lama kita tidak bertemu, kakak." Matt menatap bergantian dua polisi di belakang Max. "Dan kau datang bersama polisi. Apa tempat ini sudah dikepung hingga kalian bertiga berani masuk dengan tenang?"
Toni melirik jam tangannya. Sudah lebih dari sepuluh menit. "Sebentar lagi tempat ini akan dikepung. Kalau ingin melarikan diri, sekaranglah waktunya."
Tidak perlu peringatan untuk kedua kalinya. Semua orang yang berada di luar ruang bawah tanah langsung menghambur melarikan diri ke segala arah. Hanya tersisa delapan orang yang tidak memiliki celah untuk keluar karena Freddy dan Toni masih berdiri di ambang pintu.
"Aku akan keluar untuk membantu meringkus para pengecut itu. Yang di dalam kuserahkan padamu dan Mr. Maxwell Bennedict." Bisik Toni sebelum keluar.
Setelah kepergian Toni, ruangan itu menjadi hening. Tidak ada yang bergerak bahkan bersuara. Seolah-olah mereka saling menunggu satu sama lain untuk memulai, dan bersiap menghadapi serangan.
"Apa yang sudah terjadi padamu?" Suara Max yang terdengar begitu pilu memecah keheningan. "Apa yang sudah dilakukan Brian Timothy padamu hingga kau menjadi seperti ini? Kau bahkan tidak mau berbagi penderitaanmu denganku."
Tanpa diduga Matt mundur beberapa langkah. Wajahnya mendadak pucat pasi.
"Jangan sebut nama itu. Dia sudah mati." Desis Matt di sela bibirnya yang terkatup rapat.
Semua orang dalam ruangan itu bisa melihat ketakutan yang memancar jelas dari sorot mata Matt.
"Apa yang sudah terjadi, Matt??!!" Max berteriak penuh rasa frustasi. Dia tidak sanggup membayangkan penderitaan macam apa yang telah menimpa adiknya hingga menjadi seperti ini.
Bukannya menjawab pertanyaan itu, pandangan Matt berubah kosong. Senyum aneh terukir di bibirnya. "Kakak, sudah lama kita tidak bermain. Bagaimana kalau sekarang kita bersenang-senang?"
"Matt, kau-"
Freddy menahan Max yang berusaha mendekati adiknya. "Dia mulai kehilangan kesadaran."
Matt terkekeh dengan suara yang membuat merinding. "Hei, kalian!" seru Matt pada anak buahnya. "Kalian bisa bermain bersama mereka. Aku akan membayar kalian sepuluh kali lipat lebih besar dari yang kujanjikan sebelumnya jika kalian bisa membuat mereka berdarah-darah. Dan aku ingin bersenang-senang dengan wanitaku."
Tanpa menunggu jawaban, Matt berbalik ke arah Ratna. Bersamaan dengan itu, kedelapan anak buahnya menyerang Max dan Freddy.
Ratna yang panik karena melihat Matt mendekat tanpa sadar menarik pelatuk. Beruntung Matt segera menghindar. Namun naas peluru itu tepat mengenai pinggang salah satu anak buah Matt, membuat lelaki itu langsung terhempas ke lantai.
Karena kaget melihat perbuatannya, Ratna segera melempar pistol di tangannya dengan asal ke sudut ruangan. Kini wanita itu berdiri tanpa senjata membuat Matt menyeringai lebar.
Tidak ingin membuang waktu lebih lama dengan mainannya, Matt melepaskan sabuk lalu menariknya dengan sekali sentakan hingga terlepas lalu mengayunkannya di udara dengan salah satu ujung masih dalam genggaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Polisi Penggoda (TAMAT)
Roman d'amour[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Bertemu polisi berwajah tampan di pagi yang cerah, merupakan sebuah anugerah bagi semua wanita. Tapi tidak bagi Ratna. Pertemuan itu membuat harinya kacau hingga ia merasa seperti di neraka. Bahkan belum cukup denga...