14b

56K 4.2K 200
                                    

Ratna menangkupkan kedua tangan di sisi mug besar berisi teh panas untuk menghangatkan telapak tangannya yang serasa membeku. Udara malam ini terasa begitu dingin padahal hujan sama sekali tidak mengguyur sejak pagi.

Perasaan ringan dan lega memenuhi dada Ratna sejak dua hari yang lalu setelah dirinya diselamatkan dari cengkeraman Matt. Tentu saja masih ada rasa penasaran yang mengelayuti benaknya. Penasaran akan nasib Matt. Penasaran akan alasan gangguan jiwa yang diderita Matt.

Terutama setelah Ratna mendengar sendiri dari Uncle Max—yang sekarang masih dirawat di rumah sakit—tentang kisah perpisahan kedua saudara kembar itu.

Ratna tidak bisa menahan sedih dan iba, walau dia belum sanggup memaafkan perbuatan Matt di masa lalu.

Langkah Ratna terhenti di puncak tangga rumah Freddy. Pandangannya terpaku pada lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

Lelaki itu sedang berdiri di balkon. Kedua sikunya di tumpukan pada pagar balkon, membuat punggungnya sedikit membungkuk. Tatapannya mengarah lurus ke malam gelap yang hanya diterangi cahaya bulan.

Dengan senyum di bibir, Ratna mendekati Freddy. Dia tahu Freddy menyadari kedatangannya. Sebelah lengannya menyelinap untuk merangkul pinggang Freddy, sedang tangan yang lain mengangkat mug di depan wajah Freddy.

"Teh?" Ratna menawarkan.

Freddy tersenyum dan mengangguk. Tangannya bergerak, bukan untuk mengambil mug dari tangan Ratna, melainkan untuk balas merangkul pinggang Ratna dengan satu tangan. Kepalanya menunduk lalu membiarkan Ratna membantunya minum.

"Hati-hati, masih panas." Bisik Ratna mengingatkan.

Aroma teh yang khas memenuhi indera penciuman Freddy. Dia menyesap sedikit lalu mengernyit ketika merasakan panas yang menyapa ujung lidahnya.

"Bagaimana cara meminumnya? Ini benar-benar masih panas." Gerutu Freddy.

Ratna terkekeh sambil menyandarkan kepalanya di bahu Freddy. "Sudah kuingatkan."

Setelahnya tidak ada lagi yang bersuara. Keheningan menyelimuti mereka membuat keduanya makin tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Beberapa menit berlalu dalam ketenangan mendadak Ratna bergidik ketika angin malam berhembus.

Freddy menunduk menatap Ratna seraya menaikturunkan salah satu telapak tangannya di lengan wanita itu yang tertutup kaos berlengan panjang. "Kau kedinginan." Gumamnya.

Ratna mengangguk. "Dan anehnya kau tidak."

"Aku sudah terbiasa. Sebaiknya kita masuk."

Ratna menatap Freddy sejenak, terlihat jelas merasa ragu untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Kau tidak mau bercerita apapun padaku?" akhirnya Ratna menyuarakan pertanyaannya.

Tanpa bertanya Freddy tahu yang dimaksud Ratna berkaitan dengan Matthew Bennedict. "Apa yang ingin kau tahu?"

"Kenapa kau masih bertanya? Seolah kau sama sekali tidak mau berbagi denganku." Ratna mendesah sambil memalingkan wajah dari Freddy untuk menunjukkan kekecewaannya. "Kalau kau tidak mau bercerita, tidak masalah."

Freddy bergeser lalu berdiri di belakang Ratna. Kedua lengannya bergerak melingkar di pinggang Ratna sedangkan dagunya diletakkan di atas pundak wanita itu.

"Aku bukannya tidak ingin berbagi. Tapi kisah tentang Matt..." sebuah desahan lolos dari bibir Freddy. "Mengingatnya saja membuatku mual dan ngeri, hingga aku ragu untuk menceritakannya padamu."

"Tapi aku ingin tahu. Setidaknya dengan mengetahui kisah Matt, mungkin aku jadi punya alasan untuk bisa memaafkan perbuatannya di masa lalu. Aku tidak suka terus-menerus mendendam."

Polisi Penggoda (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang